iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Ngecap


Waktu masih mahasiswa S1, kami anak-anak filsafat Unpar Bandung selalu mengisi liburan semester dengan Live In dengan misi untuk belajar dari berbagai kehidupan yang ada, terutama mereka yang bekerja sebagai buruh di level terendah.

Biasanya kami menentukan sendiri ke mana kami akan live in. Kami misalnya pernah live in di desa nelayan di Desa Dagan-Indramayu,, jadi buruh pabrik di Pabrik Adidas di Tangerang, jadi buruh bangunan di Kemang Pratama Bekasi, dan memjadi buruh penyamakan kulit dan pabrik pembuatan kecap di Cibinong, Bogor.

Tentu semuanya memberi kesan sendiri-sendiri. Salah satunya aku akan bicara tentangbpengalaman. Live in di te,pat yang kusebut terakhir, di pabrik penyamakan kulit dan pembuatan kecap.

Pendek kata, setelah live in kurang lebih 14 hari di sana aku sempat jijik dan gak berani lagi intim dengan kecap.

Pasti Anda bisa menduga alasank. Ya, aku mengetahui proses pengolahannya dan tahu betul cara buruh memperlakukan materi-materi yang dibutuhkan untuk membuat kecap.

Bukan hanya aku, Anda,mkita semua sering melewati pengalaman yang sama saat mengetahui betapa joroknya proses pembuatan makanan yang justru kita sukai.

Demikianlah pengalaman inderawi memengaruhi persepsi hingga mengubah perilaku kita dari biasanya. Begitun pula dengan pengalamanku tadi.

Entah berhubungan atau tidak, tetapi dalam pemahaman terbatas, para kontestan pilkada yang hari-hari ini sedang musim kampanye, sering kita sebut sebagai barisan para tukang kecap.

Kita sebut saja para calon kepala daerah itu sedang menjual kecap, salah satu jenis penyedap rasa.

Makanan telah tersedia, tetapi seorang chef alias si ahli memasak pasti tahu bagaimana meraciknya agar nikmat di mulut dan sehat di perut.

Sekali lagi, kecap adalah salah satu penyedap itu. Nah, seorang chef berbqkat akan tau persis porsi kecap yang dibubuhkan. Artinya, kecap turut mengubah enak tidaknya makanan itu. Chef lain malah meracik makanan dengan menambah sedikit kecap, agar aroma makanannya tetap terasa.

Percaya atau tidak, ada juga chef yang terlalu pede dengan menyiram masakannya denagn kecap manis hingga rasa kecap mendominasi makanan tersebut. Lebih heboh lagi, ia malah melabeli makanan hasil masakannya sendiri seharga 1 milyar per porsi.

Lalu masakan siapa yang lebih nikmat dan disukai pembeli? Tak salah lagi, makanan ternikmat itu adalah makanan yang enak di mulut dan sehat di perut.

#AdaAdaSaja
#SaiNaAdongDo


Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.