iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Pastor Liturgis

pastor_liturgis
Foto: Internet
Kisah fiktif ini dituturkan seorang bapak hari Minggu kemarin di sebuah Kedai Kopi di salah Huta (desa) di Samosir.

Begini penuturannya... :)

Ada seorang pastor yang masih sangat polos, termasuk dalam menilai tingkat kekudusan seseorang/umatnya. Sebut saja nama pastor itu Pastor Bopak. Selanjutnya kita sebut saja si Bopak.

Konon kabarnya Bopak ini cerdas di berbagai bidang, tetapi terutama liturgi. Bahkan beberapa umat menganggap dia sebagai profesor Liturgi, karena ia tahu segala hal tentang Liturgi (ilmu tentang tata peribadatan Kristen) .

Bopak memang terlihat pintar di bidang liturgi. Itu kata umat yang pernah ia layani. Suaranya bagus, pinter melatih koor, jago banget main organnya, bahkan juga piawai merangkai bunga dan menghias altar gereja.

Itu baru soal teknis. Sebab, nyatanya Bopak ini juga sangat mahir menjelaskan seluk-beluk ilmu liturgi dan segala macam peraturan yang ditetapkan Tahta Suci dan KWI. Bahkan tata gerak Perayaan Ekaristi (Misa), termasuk mana forma dan mana materia sangatlah ia hafal mati.

Tak mengherankan disaat memimpin misa, ia akan langsung merasa gusar saat melihat umat duduk disaat mereka semestinya berdiri. Begitu juga disaat ia begitu bersemangat menyapa umat dengan berkatnya, "Tuhan bersamamu" justru ditanggapi umat dengan loyo dan suara setengah berbisik, "dan bersama rohmu." Konon katanya, andai hal ini terjadi, maka topik kotbahnya Bopak akan langsung berubah total dari yang seharunya tentang penjelasan Injil justru menjadi katekese (pengajaran) liturgi.

Bopak memang unik. Diusianya yang masih relatif muda ia begitu ingin terlihat berwibawa. Padahal usianya baru 30-an loh. Tapi, miungkin saja karena ia belum lama ditahbiskan jadi imam/pastor, maka ilmu liturgi yang ia pelajarinya di STFT masih sangat lengket di otaknya.

Bopak memang suka liturgi, apalagi sebagai orang Batak, ia juga menyukai segala bentuk peraturan. Mungkin saja hal ini menjadi alsan mengapa ia selalu fokus pada aturan tentang "ini boleh dan itu tak boleh!" Lihatlah betapa ia sangat fokus pada pelayanan seksi liturgi paroki atau seksi liturgi stasi.

"Tadi pagi aku marah melihat seksi liturgi di Paroki kita ini tak hadir saat rapat liturgi minggu lalu, tetapi saat misa tadi pagi ia justru kepedean bertugas. Udah gitu kacau lagi. Aku sangat kesal sama dia, Pater," curhatnya kepada pastor Belanda tua yang memang sosok pendengar yang baik di pastoran tempat ia tinggal.

"Ye tak usah marah-marah toh kepada umat dan pengurus stasi. Toh ye sudah berusaha, Ye harusnya biarkan saja begitu. Beritahulah dengan pendekatan seorang bapa kepada anak-nya. Ye cukup jalankan tugas ye saja dengan baik. Itu sudah lebih dari cukup, saya kira," nasihat si misionaris Belanda itu kepada juniornya.

"Bukan begitu, Pater. Bapa itu pengurus gereja kita. Harusnya ia jadi teladan. Tapi, kenyataannya, ia justru jarang mengikuti Misa di gereja. Bahkan saya dengar ia suka nongkrong di Lapo Tuak saat hari Minggu. Bagaimana mungkin dia jadi contoh bagi umat lain?" lagi-lagi Bopak berupaya meyakinkan seniornya, tentu saja ia ingin membenarkan dirinya juga.

"Eh, ye itu pastor bukan? Ye tak boleh berkeluh kesah soal umat, terutama para pengurus gereja. Ye mesti bersyukur masih ada orang yang mau memberi waktu sedikit ke gereja. Di negeri kami di Belanda sana, gereja bahkan sudah jadi bar dan tempat striptis. Ye tahu, dulu di Belanda banyak pastor sepertei ye, yang kaku hidupnya dan selalu menyalahkan orang. Pastor-pastor itu terlalu keras memaksa umatnya seperti pastor, berdoa bersama tiap hari dan misa tiap hari atau tiap minggu. Ye mesti tahu kalau umat itu harus kasih waktu cari makan, termasuk untuk makan kita," lagi sang misionaris mencoba menenangkan hati juniornya itu dengan bahasa Indonesia logat kompeninya.

Tapi, dasar si Bopak. Hampir setiap minggu malam, sepulang dari misa di Paroki atau Stasi, ia selalu mengeluhkan hal yang sama. Tak hanya Pengurus Stasi, terkadang juga ia mengeluh tentang misdinar yang cengengesan saat bertugas, dirigen yang suaranya fals, organis yang selalu salah pencet tuts organnya saat mengiringi nyanyian, lektor yang blepotan karena tidak persiapan, bahkan umat yang loyo disaat ia begitu bersemangat.

Bagi Bopak hidup itu harus serba teratur dan sebagian besar waktu harus digunakan untuk berdoa, belajar liturgi dan menghidupinya dalam keseharian mereka. Bukankah liturgi itu sebagai "Sumber dan Puncak Kehidupan" (fons et culmen) kita? Katanya berkali-kali kepada umat yang dilayaninya.

Pendek kata, rutinitasnya yang berjalan secara otomatis saban hari, dari bangun pagi hingga beranjak tidur, ia juga menginginkan agar orang lain seperti dia. Umat harus bangun dan berdoa bersama, sarapan dan makan bersama, hingga tak peduli mereka lapar atau tidak.

Demikianlah si Bopak sering lupa bahwa disaat bekerja, umatnya justru tak sempat mendaraskan Doa Angelus setiap pukul 6 dan kelipatannya. Ia juga tak ingat betapa orangtuanya sendiri juga tak pernah menjalankan seperti yang ia jalankan sekarang. Bahkan orangtuanya tak pernah mendidik Bopak sebegitu kaku seperti sekarang ini.

Toh ia sendiri anak pedagang, yang bahkan tak sempat melayani tamu di rumahnya secara all out. Ia seperti lupa apa yang terjadi di kala ia masih SD. Saat itu, seorang Pastor asal Belanda yang sekarang satu komunitas dengannya datang ke rumahnya untuk berkunjung. kebetulan saat itu ayahnya sedang sibuk di ladang, sementara ibunya tak bisa fokus mendengarkan sang pastor karena selalu menanggapi teriakan para pembeli di warungnya.

Tapi entah apa yang mengubah Bopak sedemikian keras. Sepertinya proses pendidikannya di STFT dan biaralah yang banyak berperan hingga menjadikannya sebagai sosok yang sangat mengandalkan Tuhan, kendati dengan cara yang kaku. Sebagai seorang frater dan kini telah menjadi pastor, ia punya waktu yang sangat banyak untuk berdoa, membaca buku-buku liturgi, mengajar liturgi, melatih misdinar, dan mengikuti berbagai kegiatan di gereja.

Toh ia tak punya tuntutan kerja seperti awam yang tak boleh bolos dari kantor hanya demi latihan koor, juga yang tak mungkin meninggalkan sawah demi rapat liturgi di hari kerja, atau menghadiri misa harian disaat suami dan anak-anaknya harus disediakan sarapan pagi.

Sayang sekali, Bopak tak kuasa menahan diri untuk menyalahkan umatnya yang tak memberi waktu lebih banyak ke gereja. Jelas sekali, bagi Bopak, "hanya orang yang banyak berdoa dan rajin ke gereja lah yang akan mendapatkan berlimpah rezeki." Ini pulalah isi nasihatnya kepada umat yang datang kepadanya dan mengeluh soal keuangan rumah tangga mereka.

Nyata sekali bagi Bopak, bahwa hanya ada dua tipe manusia, yakni manusia baik dan manusia tidak baik. Manusia baik ialah mereka yang menyempatkan diri hadir di Misa harian, misa hari minggu, rajin hadir dalam Doa Lingkungan, dan aktif dalam kegiatan menggereja, terutama mengetahui dan menjalankan liturgi dengan baik.

Ketika seseorang telah melakukan semua hal di atas, plus sering berbagi sebagian dari penghasilannya untuk gereja, juga ketika mereka mampu meyakinkan seluruh isi rumahnya untuk dibaptis Katolik dan rajin mengikuti Misa harian di gereja, maka jenis orang itu adalah orang super baik alias medekati suci.

Sebaliknya, mereka yang yang hidupnya berseberangan dengan ciri-ciri di atas, seperti tak rajin berdoa dan misa harian, bahkan tak beramal kepada gereja, bukanlah tipe umat Katolik yang baik. Sebaliknya, mereka itu hanyalah manusia yang tidak baik dihadapan Tuhan.


#ImadaAkkaPastorSonariOn

Lusius Sinurat

Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.