iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Keluarkan Dekritmu, Wahai Presiden

Keluarkan Dekritmu, Wahai Presiden

Decernere (v) dalam bahasa Latin berarti "mengakhiri, menutuskan, menentukan. Kata "dekret" (n) berarti keputusan (ketetapan) atau perintah yang dikeluarkan oleh (kepala negara, pengadilan, dan sebagainya).

Dekrit berarti perintah yang dikeluarkan oleh kepala negara maupun pemerintahan dan memiliki kekuatan hukum.

Di satu sisi, dekrit itu produk hukum, dan di sisi lain dekrit itu produk politik. Selain Sukarno yang mengeluarkan dekrit 5 juli untuk menyelamatkan UUD 1945, Gus Dur juga pernah mengeluarkan Dekrit untuk Pembubaran DPR di masa pemerintahannya.


Dekrit vs Stabilitas
  • Rasanya kita tak tahan untuk tidak menjitak anggota DPR, khususnya legislatif yang tergabung dalam Pansus Ankget KPK. Publik pun siap menggelar pesat pembubaran DPR. Tak ketinggalan warganet yang tak tahan melihat tingkah laku ganjil para anggota legislatif ini.

  • Pengaruh radikalisme semakin nyata. Konon katanya, jabatan-jabatan struktural dan fungsional di lembaga pemerintah telah disusupi kelompok ini.

Labilitas pun pun kini merebak. Teroris merengksek ke kantong-kantong keamanan.
  • #PolisiDibunuh, khususnya polisi yang berjaga diserang, polisi yang lagi sholat ditikam, keramaian penuh kegembiraan dihancurkan, dan apa pun yang tak berbau radikal justru diluluh-lantakkan.

  • #TerorisDibelaDPR. DPR justru terkesan membela DPR, pro koruptor yang ditangkap oleh KPK, bahkan mereka satroni di penjara.

  • #MulutAnggotaDPR seperti tak pernah terkatup melihat hal-hal baik di sekitarnya, terutama apa pun yang dilakukan oleh Presiden dan lembaga lembaga eksekutifnya.
Kini, publik pun maraha. Publik menjadikan DPR sebagai bahan olok-olokan. Para orangtua lebih memilih menyuruh anaknya bermain game daripada membiarkan mereka menonton berita di televisi.


Presiden, Keluarkan Dekritmu (?)

Tiba-tiba saja saya teringat peristiwa yang melatarbelakangan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 oleh Presiden Sukarno. Sukarno mengeluarkan dekrit 5 Juli sebagai ketidakmampuan kelompok agamis memperebutkan kekuasaan pada pemilu dan pilpres tahun 2014 lalu.

Sejarah pun seakan terulang:
  1. Bila hasil #Pemilu1955 yang ternyata tidak mampu menciptakan stabilitas politik seperti yang diharapkan hingga stabilitas terusik, demikian juga hasil #Pemilu2014 telah melahirkan polarisasi politis: nasionalis vs agamis.

  2. Partai yang kalah dalam Pemilu 2014 dan Pilpres 2014 justru megekspresikan dendam kesumat kepada Presiden Jokowi yang memenangkan Pilpres tahun 2014. Mereka yang kalah malah mengulangi tindakan anggota legislatif Pemilu 1955 yang lebih asyik pada dirinya, syirik pada pimpinan negaranya, dan tak mau kerjasama dengan rakyat yang dulu memilihnya.

  3. Nyatanya DPR tak mengurusi konstituennya. Mereka justru sibuk membentengi diri dan kelompoknya dari berbagai fakta korupsi dan kebohongan. Akibatnya, publik tak tahan lagi dengan mulutunya Fahri Hamzah cs yang telah memporak-porandakan kehormatan institusinya.
Apalagi saat ini, DPR justru sibuk dengan gosip dan tuding KPK, bahkan sedang berpelukan dengan para koruptor dan pencuri uang rakyat. 

DPR luapa bahwa merka sedang didesak rakyat dan eksekutif untuk mengeluarkan UU Anti-terorisme yang dibutuhkan Polri untuk bertindak, sebaliknya mereka justru menyalahkan polisi yang harus kehilangan anggotanya saat memerangi terorisme.

Akhirnya, bila Sukarno pada akhirnya mengeluarkan Dekrit 5 Juli karena Badan Konstituante (kini DPR) tak berhasil merumuskan UUD yang baru hingga akhirnya konstituante gagal menghasilkan UUD baru, maka kini Presiden Jokowi harsunya juga mengeluarkan Dekrit Presiden untuk #MembubarkanDPR hingga Pemili 2019.


Belajar dari Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Presiden Jokowi juga harus mengeluarkan #DekritPresiden agar kehancuran Indonesia tidak terjadi. Belum lagi, situasi politik yang kacau dan buruk, pembunuhan oleh kaum radikal dan preman berkedok agama, konflik antar anggita legislatif, dst.

Bila tujuan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah menyelesaikan problem atau masalah yang menimpa negara indonesia semakin tidak menentu dan tak terkendali yang bertujuan untuk menyelamatkan negara Indonesia.

Demikian juga Dekrit Presiden tahun 2017 semestinya dikeluarkan didendangkan untuk menyelamatkan negara dari perpecahan dan krisis politik berkepanjangan.

Minimal, kita harus kembali UUD 1945 tanpa amandemen dan kembalikan DPR pada fungsinya. Ini hanya pendapat pribadi aja sih.


Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.