iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Postmodernisme dan Pencarian Makna Hidup

Postmodernisme dan Pencarian Makna Hidup

Ketika dunia berkembang menjadi planet tanpa pegangan,
pola pikir pun semakin liar tanpa arah,
tulisan yang diposting bahkan tak pernah menyebut sumbernya
bahkan setiap postingan di media sosial
seringkalai hanya "terusan" dari anonim
yang tak jarang berisi ujaran kebencian
bak virus mematikan pergaulan sosial.

#AturanDanHukum


Segala peraturan yang pernah ada,
entah berbau kultur atau agama
semakin hari semakin terasa hambar, tanpa rasa,
walaupun sesungguhnya,
keduanya masih punya daya jual tinggi di pasaran.

#IpTek

Ilmu Pengetahuan adalah senjata kemerdekaan
dari segala ikatan-ikatan yang mengekang,
dan kini,
berkat teknologi, ketergantungan pada yang lain
keterikatan pada semesta semakin tersingkirkan.

#Hati

Jangan bicara soal hati,
karena berkelindan dengan pikiran
jauh lebih asyik karena membebaskan
daripada sekedar memainkan hati dan perasaan
yang lingkupnya seringkali tak jelas, bahkan bias

#TuhanDanAgama

Jangan pula bicara tentang Tuhan,
karena agama sudah terlanjur menciptakan
Tuhan yang membosankan,
Tuhan yang menggembosi kantong orang-orang berduit
untuk membangun istanaNya,
Tuhan yang menjual kata-kata suci
untuk melegalkan korupsi.

karena agama telah "berhasil" menciptakan
Tuhan yang tak lagi peduli pada si miskin
yang tak lagi menyukai kesederhanaan
karena, berkat agama,
Tuhan telah dipaksa tuli pada doa-doa
dari orang yang sungguh butuh pertolonganNya.

#Sejarah

Berhentilah bicara tentang "JasMerah"-nya Soekarno,
karena seperti kata Michael Foucault,
perjalanan sejarah telah kehilangan unsur teleologisnya.

Sejarah tak lebih dari sekedar permainan dominasi
dan resistensi yang bergeser-geser, grouping dan regrouping.
Dalam tahapan sejarah itu
manusia memang sempat terbebas dari rantai kontrol eksteral-fisik,
tetapi hanya untuk dibelenggu oleh rantai kontrol internal-mental oleh diri sendiri.

#PostModernisme

Mari kita bicara teknologi dan kebebasan berpikir
yang lamat-lamat telah menjadi budaya baru
sejak konsep modernisme lahir dari tangan Rene Descartes,
hingga di ambang batas abad 20 menuju abad 21

Kini konsep modernisme semakin tersingkir
oleh era baru bernama Post-modernisme.

Mereka adalah para filsuf "gila"
Charles Sanders Pierce, Roman Osipocich Jakobson,
Roland Barthes, Umberto Eco, Jacques Lacan,
Michael Foucault, Jean Francois Lyotard, Jean Baudrillard,
Helene Cixous, Deleuze dan Guattari, Jacques Derrida, dll.

Scara umum mereka tak terima
saat modernisme mempermainkan kata
"kesamaan derajat", "kebebasan", "keadilan", etc
hanyalah untuk permainan relasi kekuasaan.

Mereka ini juga mengajari kita
memahami keganjilan secara lebih konkrit dan grafis
khususnya "the otherness" (yang lain)
seperti kaum homoseksual, orang gila,
konsep kebertubuhan, rasa sakit, dst.

#Refleksi

Lantas apa yang mesti kita lakukan?
Berhenti. Ya, berhenti sejenak!
Merasakan. Ya, merasakan sejenak!
Menikmati. Ya, menikmati sejenak!

Berhenti "berpikir dan berbicara tentang..."
mari mulai "berpikir dan berbicara dengan..."

Merasakan setiap perjumpaan yang sedang terjadi
sembari menepis prejudice dan pretensi yang tak berarti

Menikmati momentum dalam segala bentuk rasa yang ada
sembari menyingkirkan anggapan "Dia salah, aku benar!"

Lusius Sinurat

Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.