iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Risultato Finale

Risultato Finale
RISULTATO FINALE (hasil akhir) adalah buah dari usaha selama proses pekerjaan dalam periode tertentu. Kalau dalam pertandingan BOLA hasil akhir adalah skor pertandingan selama 90 menit yang telah ditentukan. Misalnya skor Intermilan mengalahkan AC Milan dengan skor 1-0 dalam Derby Della Madonnina dini hari tadi.

Hasil akhir pertandingan ini bukanlah akhir dari Seri-A. Masih banyak laga yang harus dimenangkan. Mereka harus latihan dan latihan lagi dan saat pertandingan berikutnya mereka harus siap cedera bahkan berdarah-darah.Sebab, kemenangan akan menentukan posisi mereka di musim pertandingan berikutnya: masih boleh ikutan atau malah tersingkir ke level bawah?

*****

Dalam pertarungan POLITIK, hasil akhir pertarungan adalah hasil pencoblosan di TPS, tepatnya setelah KPU menghitung jumlah suara sah atau tidak sah. Minimal ini yang terjadi di setiap musim pemilu 5 tahunan. Tak jauh berbeda dengan pertarungan bola, dalam pertarungan meraih kursi kekuasaan politik, para petarung (caleg, capres/cawapres, dan tentu saja partai) harus bermental pemenang.

Anggaplah pertarungan politik menuju Pemilu tahun 2019 nanti sebagai sebuah pertandingan liga; dan proses persiapan (baca: musim kampanye) adalah babak penyisihan. Artinya, para caleg atau capres/cawapres yang akan menang bukanlah caleg atau capres/cawapres yang bermodalkan tepuk tangan penontong. Mereka harus bermain hingga mencetak gol, agar penonton bersorak dan bertepuk tangan.

Mereka yang cemen, sensi, mentel, lemah dan letoy secara psikologis akan menyalahkan bola, wasit dan penonton saat timnya kalah. Caleg yang mengandalkan strategi cerdas (setelah tahu kelebihan dan kekurangannya) akan diminati dan dipilih oleh rakyat di dapilnya. Siapa sih yang tidak menyukai petarung cerdas dan menghibur? Siapa yang tak menyukai perwakilan yang cerdas dan tulus membantu mereka saat duduk di Legislatif nanti?

Ini yang menjadi alasan mengapa saya menyukai gaya bertarung Jokowi dan Ahok. Sori, Ahok harus saya sebut. Ahok menang sebagai DPR-RI dari daerah Babel yang mayoritas Islam, bahkan ia pernah menjadi bupati di sana. Begitu juga dengan Jokowi yang menang mayoritas di Solo sebagai walikota.

Keduanya adalah petarung tangguh, yang selama proses pertarungan tak mudah meleleh emosinya, apalagi ketika ia dihantam besi panas berupa cercaan, sindiran, kritikan bahkan pelecehan indentitas mereka.

Bahkan setelah menang dalam pilgub DKI, keduanya masih dihujat bahkan dihabisi oleh lawan politiknya. Faktanya, pekerjaan gubernur tuntas dilanjutkan Ahok, dan Jokowi malah melenggang menjadi presiden.

Anehnya, setelah kalah dalam Pilgub 2016 Ahok justru diungksikan ke penjara. Apakah ia kalah? Tidak juga. Masyarakat mencintai Ahok dan selama dipenjara ia seperti Nelson Mandela yang tak berhenti mendapat kunjungan.

Begitu juga dengan Jokowi yang semakin disukai mayoritas warga Indonesia, karena ia sosok yang cerdas dalam berpolitik, lembut dalam perkataan, tapi tegas dalam bertindak.Jokowi dikatain PKI, keturunan kafir, penjual seluruh kekayaan negeri ke negera asing, otoriter dan beberapa isu negatif lain oleh politisi pemula dari Demokrat, PKS, Gerindra, PAN dan sejenisnya, bahkan dengan kalimat-kalimat kasar dan terkesan melecehkannya.

Bukan Jokowi namanya kalau ia terganggu dengan cercaan itu. Ia tetap bekerja kerasa sebagai presiden, dan sesekali ia "bercanda" mengatakan, "Biarin saja. Ndak usah ditanggapi!".Maka jangan heran ketika beberapa petinggi partai yang mengkritiknya justru berbalik mendukungnya.

Untuk musim Pemilu kali ini, risultato finale atau hasil akhir memang belum ada. Siapa caleg atau siapa capres/cawapres yang menang baru akan ditentukan pada setelah pencoblosan tahun 2019 nanti. Tetapi kita bisa melihat dan meraba-raba siapa caleg atau capres/cawapres yang akan menang nanti.

Minimal dengan mempelajari kemampuan mereka sebagai petarung berkualitas, yang berlatih dengan maksimal dan sungguh mampu menampilkan diri sebagai orang yang layak dipercayai menjadi pejuang bagi rakyatnya.

Tapi jangan kecil hati bila saat ini, sebagai caleg Anda masih terlihat rapuh dan mudah melepuh. Sebab kemenangan di Pemilu nanti kadang baru terlihat di menit-menit akhir, seperti Intermilan mengalahkan AC Milan di menit akhir (90'+2') dini hari tadi (22/10).

Apalagi ini belum menit-menit akhir. Masih ada beberapa bulan untuk mempersiapkan diri. Kalau sebagai caleg kamu merasa strategimu masih mentah dan karaktermu masih cemen, sensi alias mudah tersindir, ya perbaikilah.

Jangan lagi terlalu sensi dan merasa setiap omongan orang atau tulisan orang lain di media sosial atau di koran lokal itu pasti dialamatkan ke kamu.

Kalau mau memenangkan pertarungan politik di berbagai level, kamu tak boleh bermain dengan perasaan dan emosimu sendiri.

"Mikir", kata Cak Lontong. Sebab rakyat yang memilih kamu itu rakyat mikir. Minimal saat ini, kamu butuh rakyat di dapilmu bila jadi caleg dan butuh warga negara Indonesia di seluruh dunia bila jadi capres.

Sebagaimana dikatakan seorang sahabat yang sudah mapan di dalam bidang perpolitikan, Oloan Simbolon OS: "Kemenangan dalam pemilihan legislatif bukan pertama-tama soal keterpilihan dengan meraih suara terbanyak, tetapi soal kemampuan mengelola dinamika politik itu sendiri."


Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.