![]() |
Yesus Sang Pembaharu |
Orang-orang pemberani ini akan dilabeli gila, bikin bising, sok hebat, cari panggung, suka melawan dan tak mensyukuri apa yang sudah ia dapatkan.
Presiden pemberani dan anti-korupsi sebisa mungkin tak dipilih. Mereka yang belum siap dengan sosok presiden yang tegas, pemberani dan jujur akan berupaya menjelek-jelekkan calon yang demikian. Tujuannya cuma satu, agar ia tak terpilih.
Gubernur pemberani harus segera dibui, bahkan setelahnya ia tak boleh ditempatkan di kabinet, dan tak boleh lagi namanya tampil di televisi. Karirnya harus segera disumbat. Kalau sebaliknya yang terjadi, dan ia dipercayai menjabat di salah satu BUMN, maka yang salah itu adalah orang yang mempercayainya.
Bupati atau walikota pemberani yang sudah kadung dipiloh rakyatnya secara demokratis tak boleh sampai 2 periode. Ia harus dijegal dan bila penting dujagal.
Bahkan ketika ada calon bupati pemberani yang mengcounter bupati incumbent yang sewenang-wenang, ia harus dicega jadi pemenang. Para kadis akan blingsatan dan sedemikian rupa akan mensukung cabup yang mirip dengan bupatinya saat ini, yakni cabup yang kerjanya membagi-bagikan uang dan fasilitas kepada calon pemilihnya. Tentu, mereka akan beruoaya menyelamatkan karirnya.
Hal yang sama terjadi di yayasan pendidikan. Guru potensial yang kritis dan pemberani akan diasingkan, bahkan dikondisikan agar ia tak betah lagi mengajar di sekolah milik yayasan. Ia tak boleh jadi kepala sekolah, walaupun segala syarat sudah ia penuhi. Ia harus disingkirkan oleh guru-guru lain yang penjilat, karena mereka merasa "terancam".
Jangan coba-coba menjadikan ustadz, pendeta, pastor pemberani dan kritis sebagai pimpinan. Hal itu akan membuat banyak bawahannya berkeringat dingin karena kecurangan mereka akan terbongkar, mulai dari pencurian harta lembaga agama, pelecehan seksual, atau segal bentuk penyalahgunaan krkuasaan.
Jangan coba-coba melibatkan orang-orang yang vokal tanpa beban di organisasi agama, ormas, atau LSM yang sudah terbiasa curang. Mereka akan membongkar segala kebusukan pimpinan dan mengkritisi peruntukan dana organisasi, entah itu hibah dari APBD, bantuan pemerintah pusat, atau donasi dari orang-orang baik di luar sana.
Demi "kenyaman" lembaga, baiklah mencari pimpinan, staf arau pegawai yang menurut, yang diam saat menyaksikan segala bentuk kejahatan. Sebab, seperti kata teman saya, "untuk bisa mendapatkan uang banyak di lembaga agama, kita cukup membuang sikap kritis sembari mulai terbiasa menjilat dan membuai pimpinan dan orang-orang yang potensial memberi kita keuntungan. Toh kita masih hidup di dunia, bukan?"
Mereka yang sudah betah dengan "permainan aman" mereka itu merasa benar. Apalagi jumlah mereka pasti lebih banyak dari orang-orang pemberani dan kritis. Tapi satu hal yang pasti, publik selalu merindukan sosok pembaharu, dan hanya si pemberani yang bisa mewujudkannya.
Bupati atau walikota pemberani yang sudah kadung dipiloh rakyatnya secara demokratis tak boleh sampai 2 periode. Ia harus dijegal dan bila penting dujagal.
Bahkan ketika ada calon bupati pemberani yang mengcounter bupati incumbent yang sewenang-wenang, ia harus dicega jadi pemenang. Para kadis akan blingsatan dan sedemikian rupa akan mensukung cabup yang mirip dengan bupatinya saat ini, yakni cabup yang kerjanya membagi-bagikan uang dan fasilitas kepada calon pemilihnya. Tentu, mereka akan beruoaya menyelamatkan karirnya.
Hal yang sama terjadi di yayasan pendidikan. Guru potensial yang kritis dan pemberani akan diasingkan, bahkan dikondisikan agar ia tak betah lagi mengajar di sekolah milik yayasan. Ia tak boleh jadi kepala sekolah, walaupun segala syarat sudah ia penuhi. Ia harus disingkirkan oleh guru-guru lain yang penjilat, karena mereka merasa "terancam".
Jangan coba-coba menjadikan ustadz, pendeta, pastor pemberani dan kritis sebagai pimpinan. Hal itu akan membuat banyak bawahannya berkeringat dingin karena kecurangan mereka akan terbongkar, mulai dari pencurian harta lembaga agama, pelecehan seksual, atau segal bentuk penyalahgunaan krkuasaan.
Jangan coba-coba melibatkan orang-orang yang vokal tanpa beban di organisasi agama, ormas, atau LSM yang sudah terbiasa curang. Mereka akan membongkar segala kebusukan pimpinan dan mengkritisi peruntukan dana organisasi, entah itu hibah dari APBD, bantuan pemerintah pusat, atau donasi dari orang-orang baik di luar sana.
Demi "kenyaman" lembaga, baiklah mencari pimpinan, staf arau pegawai yang menurut, yang diam saat menyaksikan segala bentuk kejahatan. Sebab, seperti kata teman saya, "untuk bisa mendapatkan uang banyak di lembaga agama, kita cukup membuang sikap kritis sembari mulai terbiasa menjilat dan membuai pimpinan dan orang-orang yang potensial memberi kita keuntungan. Toh kita masih hidup di dunia, bukan?"
Mereka yang sudah betah dengan "permainan aman" mereka itu merasa benar. Apalagi jumlah mereka pasti lebih banyak dari orang-orang pemberani dan kritis. Tapi satu hal yang pasti, publik selalu merindukan sosok pembaharu, dan hanya si pemberani yang bisa mewujudkannya.
Posting Komentar
Posting Komentar