iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Dunia Tak Punya Tempat Bagi Si Pemberani Yang Jujur

Dunia Tak Punya Tempat Bagi Si Pemberani Yang Jujur
Yesus Sang Pembaharu
Hampir semua lembaga atau organisasi takut merekrut dan mempekerjakan para pemberani yang vokal/kritis, jujur/transparan, dan memiliki komitmen pada kemanusiaan. Entah itu lembaga pemerintah, swasta atau lembaga  agama sekalipun hampir pasti menghindari tipe pemberani yang jujur.

Orang-orang pemberani ini akan dilabeli gila, bikin bising, sok hebat, cari panggung, suka melawan dan tak mensyukuri apa yang sudah ia dapatkan.

Sosok calom presiden yang pemberani dan anti-korupsi, misalnya sebisa mungkin janganlaj dipilih. Rakyat belum siap dengan sosok calon presiden yang tegas, pemberani dan jujur. Lawan politik bersama pendukungnya akan berupaya menjelek-jelekkan calon presiden jenis ini. Tujuannya cuma satu, agar ia tak terpilih.

Gubernur pemberani harus segera dibui, bahkan setelah habis masa pemerintahannya ia tak boleh "naik kelas" menjadi menteri. Tak hanya itu, sosok pemimpin yang berani dan jujur sebisa mungkin jangan terliput oleh televisi. Karirnya harus segera disumbat, karena ia akan memberangus bawahan yang cari aman dan tidak jujur.

Bupati atau walikota pemberani yang sudah kadung dipilih rakyat secara demokratis tak boleh sampai 2 periode. Cukup 1 periode. Bahkan kalau bisa dilengserkan lewat voting anggota dewan. Sebab bupati atau walikota model begini harus dijegal, bahkan dijagal oleh dewan.

Bahkan ketika ada calon bupati pemberani yang mengcounter bupati incumbent yang sewenang-wenang, ia harus dicegah jadi pemenang. Para kadis akan blingsatan dan sedemikian rupa akan mendukung cabup yang mirip dengan bupatinya saat ini: suka bagi-bagi uang dan fasilitas kepada calon pemilihnya. Bagaimanapun para kadis itu akan berupaya menyelamatkan karirnya.

Hal yang sama terjadi di yayasan pendidikan. Guru potensial yang cerdas, kritis, kreatif dan pemberani akan diasingkan. Tak jarang guru macam ini akan dikondisikan supaya tak betah lagi mengajar di sekolah milik yayasan. Ia tak boleh jadi kepala sekolah, walaupun segala syarat sudah ia penuhi. Sebab, para pengurus yayasan dan guru-guru yang penjilat akan merasa "terancam" dengan guru seperti di atas.

Jangan coba-coba menjadikan ustadz, pendeta, pastor pemberani dan kritis sebagai pimpinan. Hal itu akan membuat banyak bawahannya berkeringat dingin. Tentu, karena kecurangan mereka akan terbongkar, mulai dari pencurian harta lembaga agama, pelecehan seksual, atau segal bentuk penyalahgunaan kekuasaan atas nama agama.

Jangan coba-coba melibatkan orang-orang yang vokal tanpa beban, seperti aktivis dalam ormas atau LSM yang sudah terbiasa curang. Mereka akan membongkar segala kebusukan pimpinan dan mengkritisi peruntukan dana organisasi, entah itu hibah dari APBD, bantuan pemerintah pusat, atau donasi dari orang-orang baik di luar sana.

Demi "kenyaman" lembaga, baiklah mencari pimpinan, staf atau pegawai yang menurut, yang diam saat menyaksikan segala bentuk kejahatan. Sebab untuk bisa mendapatkan uang banyak di lembaga agama, kita cukup membuang sikap kritis sembari mulai terbiasa menjilat dan membuai pimpinan dan orang-orang yang potensial memberi kita keuntungan. "Toh kita masih hidup di dunia, bukan?" seru seorang pendeta.

Akhirnya, mereka yang sudah betah dengan "permainan aman" akan selalu merasa benar. Apalagi jumlah para pemain aman ini jauh lebih besar daripada orang-orang pemberani dan kritis. 

Tapi satu hal yang pasti, publik selalu merindukan sosok pembaharu, dan hanya si pemberani yang jujurlah yang mampu mewujudkannya. Lalu, kenapa kita menjauhi orang yang berani dan jujur?


Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.