iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Kapitalisme Sang Predator

Kapitalisme Sang Predator
Kapitalisme, gerbang kesejahteraan dengan mengorbankan kaum lemah
Setiap hari mengikuti berita, setiap hari juga kita membaca berita kekerasan, bahkan tindakan saling menghilangkan nyawa. Keluarga saling membunuh: suami membunuh istri, istri membunuh suami, anak membunuh ayah, anak membunuh ibu, ibu membunuh anak, ayah membunuh anak, dst.

Belum lagi pembunuhan lain, seperti penumpang membunuh driver transportasi daring, polisi menembak sesama polisi, wanita memasukkan anak kedalam mesin cuci, wartawan dibunuh, anak-anak diperkosa dan disodomi, kakek memerkosa vucunya, ayah menghamili putrinya, dan berbagai tindakan kejahatan sadis lainnya.

Motif terbanyak adalah uang: kemiskinan, nafsu belanja yang tak terkontrol, hasrat ingin memiliki sesuatu yang tak mampu dibeli/dimiliki si pelaku, termasuk rebutan warisan atau harta gono-gini. Motif lain adalah cemburu, iri hati, salit hati, berbeda prinsip, dst.

Di Senayan anggota DPR sibuk mengurysi RUU, UU dan bebagai aturan yang ingin mengatur rakyat. Taknlupa, merrka juga sedang menata jadwal reses dan studi banding demi merancang UU baru kelak.

Di istana negara, para pejabat masih berasyik masyuk berbagi kekuasaan. Di berbagai kementerian, mereka malah sangat sibuk menaikkan tarif cukai tembakau, iuran BPJS, iuran tol, dan berbagai tindaka lain untik mengumpulkan uang dari rakyatnya atas nama pajak.

Para artis berebut rating, Youtube dikuasai televisi personal artis dan para kreatif content digital, medsos dikuasai para pemilik isu, dan pesohor berebutan hastag demi popularitas serta rebutan endors produk demi passive income. Pendek kata, seluruh media yamgvm tersedia telah dikuasai oleh isu dari mereka yang membayar dan dibayar.

Jatah si miskin tak tersedia di televisi, juga di media sosial. Sesekali mereka mungkin bisa upload foto di FB yangbdibuatkan oleh salah seorang keluarganya. HPnya yang asli produk cina itu bahkan tak selalu diisi kuota. Ya, mereka tak punya uang untuk itu, termasuk ketika mereka memimpikannya.

Persoalannya, mereka juga ingin tenar, di medsos dan kalau bisa di televisi. Itu sebabnya mereka selalu berupaya menyalami presiden dan pejabat publik yang berkunjung ke desa/daerahnya. Tapi itu kesempatan itu pun tergolong sangat langka.

Mereka sadar bahwa mereka akan menjadi bintang medsos dan televisi bila membunuh, merampok, atau melakukan tindak kejahatan yang merugikan banyak orang. Saat itulah mereka punya hastag dan viral.

Nyatanya, tak ada pejabat publik, anggota dewan, apalagi kepala desa yang memperhatikan mereka. Sering terjadi bahwa kampungnya hanya akan mendapat kunjungi bupati, camat/lurah kalau terkadi kasus pembunuhan dan kejahatan lain di sana.

Nyatanya mereka senang jadi bahan perbincangan di media. Secara tak sadar, masyarakat yang menyaksikan pembunuhan pun turut merasa bangga karena disorpt kamera saat ia dijadikan saksi oleh polisi dan pengadilan. Tak jarang terjadi, saksi pembunuhan itu diundang ke acara talkshow di tv.

Inilah resiko #Kapitalisme, dan hanya satu cara mengatasinya: cerdaslah mendeteksi mana kebutuhan (need) dan mana keinginan (want).


Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.