iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Budaya Kolektif di Medsos Kita

Budaya Kolektif di Medsos Kita
Batak suka menghubungkan perilaku seorang dari marga tertentu sebagai representasi dari marga yang melekat dibelakang namanya.

Misalnya, seorang penjahat bermarga Sinurat ketap diidentilkan dengan seluruh marga Sinurat. "Saudaramu tuh, Lusius. Sama-sama Sinurat marga klean lae," kata orang-orang terdekat.

Ini yang terjadi dengan Reynhard Sinaga, seorang gay yang secara mengejutkan ditiduh memerkosa 160an pria di Manchester, Inggria; dan 48 diantaranya sudah terbukti di pengadilan Inggris.

Bebetapa teman-teman bermarga Sinaga secara otomatis merasa malu, bahkan turut merasa bersalah, sekaligua juga merasa dipersalahkan publik hanya karena ulah Reynhard yang memang bermarga Sinaga.

Tentu saja hal ini lumrah untuk orang Timur, yang budayanya berlandaskan kolektivitas. Akan berbeda dengan budaya Eropa yang sangat concern pada lebebasan individu.

Itu sebabnya, cara memberitakan media Inggris dan media Indonesia sangat berbeda.

Media Inggris dan media Barat pada umumnya hanya meliput kejahatan seksual yang dilakukan olej Reynhard Sinaga.

Tetapi media Indonesia justru fokus dengan hal-hal eksternal, diluar perkara kekahatan Reynhard. Keluarga pelaku mulai diaorot, termasuk kehidupan keseharian keluarganya yang samasekali tak terlibat pun turut diusik.

Tak berhenti disitu, media sosial di negeri ini bahkan mulai usil dan melacak sekolah dan PT, tempat Reynhard menjalani masa pendidikannya. Akhirnya, kita selalu merada sebagai bangsa, masyarakat dan manusia paling beradab di muka bumi.

Ibarat kata, bila seorang warga kita melakukan kejahatan, maka hal itu terjadi karena kesalahan Hawa dan Adam memakan buah terkarang di taman Eden, bukan melulu karena si pelaku. Logika yang sangat dangkal.🤯


Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.