iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Suburnya Panggilan di Tanah Batak

Suburnya Panggilan di Tanah Batak
Mgr. Alfred Gonti Pius Datubara, OFM Cap, putera Batak pertama menjadi imam
Bagi orang Batak, menjadi seorang Pastor itu berarti menjadi wakil Tuhan yang ’tahu segalanya’, setelah belajar selama 4 tahun di Seminari Menengah dan 6 tahun di Seminari Tinggi.

Mereka terpesona dengan para Misionaris yang datang ke tanah Batak. Bagi mereka, pastor itu sekaligus misiolog yang menghormati adat Batak dan berupaya menghargai cara hidup orang Batak. 

Sebagai bentuk penghargaan terhadap adat istiadat Batak, para pastor tak menentang gondang dan manortor. Mereka justru memberi pemaknaan baru pada budaya Batak itu sendiri. 

Bahkan gondang dan tortor juga diusahakan ada dalam perayaan liturgi, termasuk saat perayaan Ekaristi, Krisma, Perkawinan, bahkan saat pentahbisan pastor (baca: inkulturasi). Selanjutnya, saat pergi ke Stasi, para pastor bermalam di sana dan menyukai manakan Batak yang disajikan kepada mereka.

Di mana-mana mereka merasa senang dan selalu berusaha menyesuaikan diri dengan umat setempat. Pandangan positif orang Batak tentang seorang pastor turut memengaruhi minat panggilan di kalangan kaum muda. Terbukti, saat Pendidikan Seminari dirintis di Padang pada tahun 1950, dua puluh siswa pertamanya justru berasal dari tanah Batak.

#LusiusSinurat
#MemperhitungkanPanggilan
#SeminariJantungMisi


Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.