iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Kurikulum Pendidikan Khas Seminari

Kurikulum Pendidikan Khas Seminari
Suasana di Seminari Menengah Padang
Pendidikan Seminari menganut konsep sekolah berasrama (boarding school). Sekolah dan asrama berada satu kompleks dan keduanya saling melengkapi. Kendati demikian, ada juga Seminari yang menerapkan sistem pendidikan terpisah: pendidikan formal (SMP/SMA) dilakukan di luar, namun mendapat pendidikan tambahan di asrama Seminari.

Selain pelajaran-pelajaran tambahan, mereka juga mendapat pembinaan khusus sebagai calon imam. Studi yang harus ditempuh oleh para seminaris diatur sedemikian rupa, sehingga mereka tanpa dirugikan dapat melanjutkannya di lain tempat, sekiranya kemudian memilih status hidup yang lain.

Seluruh pembinaan di Seminari juga berhubungan erat dengan tujuan pastoral, yakni supaya seturut Yesus Kristus, Guru, Imam dan Gembala kita. Mereka dibina untuk menjadi gembala jiwa-jiwa yang sejati (KV II Konstitusi Dogmatis tentang Gereja art. 28].

Maka hendaknya mereka disiapkan untuk pelayanan sabda: supaya mereka makin menyelami makna sabda Allah yang telah diwahyukan, dengan merenungkannya kian diresapi olehnya, serta mengungkapkannya dengan kata-kata maupun perilaku mereka.

Para seminaris juga disiapkan menjadi pelayanan ibadat dan pengudusan: supaya seraya berdoa dan melalui perayaan Liturgi suci mereka melaksanakan karya keselamatan melalui korban Ekaristi dan Sakramen-sakramen.

Mereka juga disiapkan pula untuk pelayanan kegembalaan (OP 4): supaya mereka tahu menghadirkan Kristus bagi sesama, Dia yang tidak “datang untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan menyerahkan nyawa-Nya sebagai tebusan bagi banyak orang” (Mrk 10:45; bdk. Yoh 13:12-17), dan dengan mengabdikan diri kepada siapa saja, memperoleh banyak orang (bdk. 1Kor 9: 19).

Pendidikandi seminari mencakup semua aspek pembinaan rohani, intelektual dan disipliner yang dipraktikkan secara terpadu dan diarahkan kepada tujuan pastoral di atas. Untuk mencapai tujuan itu para pembimbing dan pendidik di Seminari haruslah bekerja sama dengan tekun, sambil dengan setia mematuhi kewibawaan Uskup (OP art. 4). Apalagi mereka itu dipilih dengan seksama dan dibina secara efektif (OP art. 5).

Mereka bertanggung jawab atas pendidikan para Seminaris, terutama melalui peraturan-peraturan atau kirikulum pendidikan yang mereka rancang. Bisa jadi tuntutan ini yang membuat Seminari tak mudah mendapatkan pendidik untuk Seminari.

Para Seminaris sungguh disiapkan melalui studi yang terjamin mutunya, pengalaman pastoral yang secukupnya, dan pembinaan yang khas dibidang rohani serta pendidikan. Seminari sebagai lembaga pendidikan harus mampu mengarahkan para seminari dalam mencapai tujuannya, entah melalui program-program yang cermat maupun lewat pertemuan-pertemuan berkala para pembina dengan seminaris.

Para pembimbing dan pengajar harus menyadari betapa hasil pembinaan para seminaris harus tergantung dari cara mereka berpikir dan bertindak. Di bawah pimpinan Direktur Seminari harus mampu memelihara semangat para pembina dan para seminaris mewujudkan rukun kekeluargaan sesuai dengan doa Tuhan: “Hendaklah mereka bersatu” (bdk. Yoh 17:11).

Dalam hati para seminaris para pembina menemukan kegembiraan panggilan mereka sendiri. Sementara Bapa Uskup, dengan kasih istimewanya, secara berkala menyemangati mereka yang berkarya di Seminari. Begitu juga bagi para Seminaris, Bapa Uskup harus membawakan diri sebagai bapa yang sejati dalam kristus. Akhirnya hendaknya semua imam memandang Seminari sebagai jantung keuskupan, dan dengan sukarela menyumbangkan bantuan mereka.

#LusiusSinurat
#MemperhitungkanPanggilan
#SeminariJantungMisi,


Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.