iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Ajaran Yang Mengagumkan

Ajaran Yang Mengagumkan

Sebutan killer mengacu pada tindakan tidak punya belas kasihan terhadap orang lain. Biasanya sebutan ini sering dialamatkan kepada guru, dosen, bos, dst.

Dosen killer sering identik dengan badan yang tinggi-besar, wajah minim senyuman dan selalu tampil serius saat mengajar. Biasanya si dosen dengan sengaja menerapkan perkuliahan yang keras dan sulit. Mahasiswa yang terlambat tidak diizinkan masuk kelas, padahal disaat bersamaan ia sendiri kadang-kadang terlambat hingga seperempat jam. 

Pertanyaan yang tidak bermutu dari mahasiswanya selalu ia abaikan dan tak ada ampun bagi mahasiswa yang mencontek; dan sangat pelit memberi nilai. Akibatnya, semua mahasiswa pun takut dan merasa tegang setiap kali mengikuti kuliahnya. Hampir bisa dipastikan bahwa figur seperti ini tak kita sukai. 

Di sisi lain ada juga guru yang merasa tidak diperhitungkan, tak dianggap oleh siswanya. Maka, saat mengajar di kelas yang mana anak-anaknya ribut dan bandel, ia akan menggunakan 'kuasa' yang ia miliki untuk merebut perhatian mereka. 

Bisa jadi ia tidak menggebrak meja atau membentak anak, namun mengancam akan pergi dari ruangan, memberi nilai kecil atau memberi tugas sebanyak-banyaknya dalam waktu singkat kepada siswanya.

Dari dua contoh di atas, kita sadar bahwa kita akan kehilangan wibawa pada saat kita main kuasa. Kita hanya menanamkan ketakutan, dan bukannya kekaguman yang mengubah diri orang.

*****
Saat Yesus mengajar di rumah ibadat untuk pertamakalinya, kehadiranNya langsung mengejutkan banyak orang. Dua kali Markus menyebutkan dalam injilnya betapa orang-orang takjub akan apa yang mereka dengar dan lihat dalam diri Yesus. 

Tapi 'apa' sebenarnya yang menakjubkan bagi mereka? Ya, pengajaran Yesus! "Mereka takjub mendengar pengajaran-Nya." Sayang sekali, Markus kita tak mengurai 'apa' isi pengajaran Yesus saat itu. Markus justru lebih tertarik dengan kekaguman orang-orang yang begitu luar biasa saat menyaksikan Yesus "mengajar sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli Taurat."

Ada dua hal yang rupanya sangat mengesankan mereka yang hadir. Yesus mengajar "dengan kuasa" (Yun. exousia: berpengaruh, lepas bebas, dengan kekuatan), dan bahwa yang disampaikan-Nya itu "suatu ajaran baru" (Yun. kainos: baru, segar, belum pernah didengar).

Tentu saja Yesus langsund dibandingkan dengan para ahli Taurat yang terbiasa mengajar dengan mengutip kata-kata rabbi yang lain untuk memulai atau meneguhkan pengajaran mereka. Mereka membutuhkan 'nama besar' tokoh lain supaya ajaran mereka didengarkan orang. Sementara Yesus tidak mengutip siapapun, dan itulah maksudnya Ia mengajar dengan kuasa, yakni dari diri-Nya sendiri. 

Sementara sebuatan 'ajaran baru' baru mengacu pada tindakan Yesus yang menghardik roh jahat yang masuk ke dalam diri seseorang di sana. Jadi, disebut baru sebab Yesus tak hanya bicara. Ia juga bertindak! Dan yang begini belum pernah mereka lihat, orang yang mengajar dan melakukan sendiri apa yang diajarkan!

Selama ini para ahli Taurat hanya bicara bagus-bagus namun tidak mepraktikkannya. Kotbah mereka tidak cocok dengan hidup mereka, dengan tindakah keseharian mereka. Sementara ajaran Yesus itu 'baru' karena kelihatan langsung tampil dalam tindakan-Nya!

Seorang nabi, dalam gambaran Kitab Ulangan, adalah sosok yang menyampaikan firman Tuhan, dan bukan kemauannya sendiri. Tuhan bersabda, "Aku akan menaruh firman-Ku dalam mulutnya, dan ia akan mengatakan segala yang Kuperintahkan kepadanya!"

Di masa kini, menjadi pemimpin haruslah seperti nabi, menyampaikan kehendak Tuhan, sudut pandang Tuhan, dan bukan pemikiran pribadi. Kita tahu, kharisma nabi tidak mungkin dibuat-buat atau dipaksakan, tidak juga bertujuan menakut-nakuti orang, tetapi membuka mata orang pada sudut pandang Tuhan itu, dengan cara yang segar dan baru.

Kita pun seperti 'pengajar' bagi orang lain. Bagaimana cara kita mengajar orang? Masih adakah sesuatu yang segar dan baru dalam kesaksian kita? Apakah kita masih bisa bersaksi dengan penuh 'kuasa', yakni dari pengalaman dan penghayatan kita sendiri, dan bukan sekedar mengutip orang lain atau berbicara soal moralitas?

Dalam perjumpaan yang riil dengan orang lain, atau dalam keseharian bersama keluarga, sikap lepas-bebas dan konsistensi antara tutur kata dan tindakan kita akan terus diuji. Kita pasti tidak suka kalau orang sampai berkata kepada kita, "Jangan hanya ngomong".

Tapi kalau kita sendiri setia dan disiplin melakukan apa yang kita ajarkan, sebelum kita berbicara pun, orang sudah belajar sesuatu dari hidup kita. Tidak perlu kita menjadi guru/dosen killer. Sebab, semua perubahan yang baik, akan tumbuh dengan sendirinya dari rasa kagum. Amin.

* Bacaan: Ul 18:15-20; 1Kor 7:32-35; Mrk 1:21-28


Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.