iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Dalam Menangani Covid-19 Indonesia Harus Meniru Korsel dan Taiwan

Dalam Menangani Covid-19 Indonesia Harus Meniru Korsel dan Taiwan
Pekan ini, di beberapa ibukota negara bagian Amerika Serikat terjadi unjuk rasa, menyuarakan oposisi mereka terhadap kebijakan pemerintah untuk tinggal di rumah demi memperlambat penyebaran Covid-19.

Dalam beberapa hari terakhir orang-orang Amerika semakin khawatir tentang dampak ekonomi dari pandemi korona.

Gubernur Michigan Gretchen Whitmer, seorang Demokrat, mengatakan kepada CNN pada Sabtu (18/4) bahwa orang-orang menjadi "gila" di rumah, dan mereka sangat khawatir untuk membayar tagihan-tagihan mereka, padahal, semakin banyak mereka keluar, semakin besar pula kemungkinan mereka menyebarkan Covid-19."

Dalam situs worldometers , saat ini (24/4) terdapat 886,709 kasus positif di Amerika Serikat, di mana 50,243 dari antaranya meninggal, dan 85,922 dintayatakn sembuh.

Pemerintah Filipina beda lagi! Presiden Filipina Rodrigo Duterte justru memerintahkan masyarakat untuk “mematuhi perintah” lockdown untuk menekan penyebaran Covid-19. Barang siapa yang melanggar  akan ditembak mati.

Kebijakan Duerte ini membuahkan 6,981 kasus, dengan 462 orang meninggal dan 722 orang dinyatakan sembuh hingga hari ini (24/4).

Opsi lockdown juga telah diambil beberapa negara di dunia untuk menekan laju persebaran Covid-19 di negara mereka. China menjadi negara pertama yang menerapkan lockdow (23 Januari 2020), disusul Italia (10 Maret 2020), disusul Denmark (12 Maret), Polandia (13 Maret), Spanyol (14 Maret), Belanda (15 Maret), hingga Prancis (16 Maret 2020).

Faktanya kebijakan lockdown tak secara signifikan menekan peningkatan jumlah kasus. Hari ini (24/4), China memiliki 82,804 kasus, Italia (189,973), Denmark (8,073), Polandia (10,511), Spanyol (213,024), Belanda (35,729), dan Prancis dengan 158,183 kasus..

Bagaimana dengan Indonesia? Presiden Joko Widodo mengambil Kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). PSBB ini mempertegas batasan aktivitas sosial orang per orang yang sangat memungkinkan terjadinya penularan. 

Ditengarai, penyebaran Covid-19 di Indonesia lebih pada ketidakpatuhan warga menerapkan social distancing, yang kemudian disebut physical distancing oleh pemerintah. Hingga hari ini (24/4), di Indonesia terdapat 7,775 kasus, dengan 647 meninggal dan 960 sembuh.

Kebijakan Larangan Mudik Hari Raya Idul Fitri yang baru-baru ini diambil pemerintah, diharapkan menjadi titik tonggak pengurangan korban terpapar virus mematikan ini.


Dalam Menangani Covid-19 Indonesia Harus Meniru Korsel dan Taiwan


Di atas semua itu, negara-negara di dunia semestinya mencontoh kebijakan yang diambil oleh pemerintah Korea Selatan dan Taiwan.

Korea Selatan mengambil kebijakan Tes Besar-Besaran "Virus Iblis", dan tidak mengambil kebijakan lockdown sebagaimana yang Tiongkok lakukan. 

Negara ini berpendapat, kunci mencegah penyebaran virus adalah deteksi dini. Untuk itu Korsel membangun fasilitas pengujian gratis yang mudah diakses seluruh masyarakat. Kebijakan ini juga tidak lepas dari kelonggaran izin kepada perusahaan farmasi Korsel membuat alat tes virus corona.

Hasilnya, hanya dalam sebulan, 220 ribu penduduk Korsel telah diuji. Cara ini terbukti efektif mencegah penyebaran. Ukurannya jelas, tingkat kematian di Korsel 0,6 persen.  Hingga kini (24/4) terdapat 10,708 kasus di Korea Selatan, dengan 240 meninggal dan 8,501 sembuh.

Angka 0,6% di atas sangat rendah dibanding Italia, yang mencapai 6 persen (Low Death Date Estimates for Virus, Especially for Non-elderly, Provide Glimmer of Hope, 2020).

Selain Korea Selatan, Taiwan juga menjadi negara yang berhasil meminimalisir jumlah korban Covid-19. Taiwan sungguh belajar dari dari kasus SARS, di mana mereka pernah "kalah" dari wabah SARS pada tahun 2002-2003 silam.

Kendati sangat dekat dengan sumber wabah, Taiwan hanya mendapati 428 kasus Covid-19 dengan 6 kematian dan 264 yang sembuh. Ternyata, pemerintah Taiwan mengombinasikan sejumlah strategi perang besar dalam melawan corona.

Salah satu yang hingga kini dilakukan adalah menerapkan kewaspadaan dini, tindakan proaktif, pembagian informasi publik, serta teknologi analisis data. Kombinasi ini terbukti keberhasilannya (Fear of China Made Taiwan a Coronavirus Success Story, 2020).

Taiwan menerapkan struktur manajemen yang efisien untuk memastikan respons cepat tanpa terhambat isu politik di bawah naungan Pusat Komando Epidemi. Perdana Menteri Su Tseng-Chang segera memerintahkan penjatahan masker untuk mengatasi kepanikan publik.

Dengan sistem kesehatan yang solid, penduduk Taiwan cukup memindai kartu asuransi kesehatan di alat digital untuk mendapatkan masker. Teknologi ini membantu pemerintah menelusuri riwayat pembelian masker dan memastikan kuota dua masker per pekan per orang dapat dipertahankan (Tech Experts Helped Make Taiwan’s Mask Rationing System a Success, 2020). 

Akhirnya, kita semua berharap, semoga pandemi ini segera berakhir dan hidup kita kembali normal.


Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.