Budaya Batak menggambarkan sosok pandehata (juru bicara adat) sebagai panjaha di bibir, parpustaha di tolonan (pembaca bibir, perpustakaan di tenggorokan) dalam pesta adat (terutama pesta pernikahan adat Batak Toba) karena keahlian artikulatif dan penguasaannya tentang pengetahuan adat.
Intinya, posisi seorang pandehata sering disebut sebagai ”jantungnya pesta pernikahan adat Batak”. Tanpa kehadiran dan peran sentralnya, prosesi marhata (musyawarah adat) tidak akan berjalan lancar secara spiritual dan sosial.
Ada beberapa sebutan yang lazim digunakan untuk juru bicara pesta adat Batak ini, anatara lain pandehata, raja parhata, parhata, parsinabul, parsinabung, atau parsaut. Perbedaan sebutan ini lebih menekankan pada fungsi pandehata sebagai pemegang otoritas verbal dalam prosesi adat.
Ada beberapa sebutan yang lazim digunakan untuk juru bicara pesta adat Batak ini, anatara lain pandehata, raja parhata, parhata, parsinabul, parsinabung, atau parsaut. Perbedaan sebutan ini lebih menekankan pada fungsi pandehata sebagai pemegang otoritas verbal dalam prosesi adat.
Jauh dari sekedar sebutan yang bervariasi, peran sentral dan urgensi seorang pandehata dalam pesta pernikahan adat Batak Toba yang diselenggarakan begitu penting untuk dijabarkan dalam tulisan ini.
Seorang pandehata tidak hanya memastikan prosesi pesta adat berlangsung tertib, tetapi juga menjaga martabat keluarga, nilai kekerabatan, kelestarian dan sakralitas adat Batak. Keberhasilan seorang pandehata diukur dari tercapainya kesepakatan dengan rasa hormat (somba) dan kehangatan (elek-elek) antar seluruh pihak. Lantas, siapa pandehata dan bagaimana cara mereka dipilih?
Seorang pandehata tidak hanya memastikan prosesi pesta adat berlangsung tertib, tetapi juga menjaga martabat keluarga, nilai kekerabatan, kelestarian dan sakralitas adat Batak. Keberhasilan seorang pandehata diukur dari tercapainya kesepakatan dengan rasa hormat (somba) dan kehangatan (elek-elek) antar seluruh pihak. Lantas, siapa pandehata dan bagaimana cara mereka dipilih?
Tata Cara Pemilihan Pandehata
Tata cara pemilihan Pandehata, baik Pandehata ni Paranak (juru bicara pihak laki-laki) maupun Pandehata ni Parboru (juru bicara pihak perempuan) untuk pernikahan adat Batak Toba disebut marsirenggetan.
Marsirenggetan (musyawarah berjenjang) dilakukan dengan melibatkan seluruh lingkaran kekerabatan: [a] Lingkar keluarga inti (Hasuhuton)—musyawarah dimulai dari keluarga terdekat (paidua ni suhut) untuk mencalonkan figur yang dianggap kompeten. [b] Lingkar marga—figur yang dicalonkan akan dibahas dalam lingkaran ompu martinodohon (kakek/nenek), marompu-ompu (keturunan marga), hingga panamboli (tingkatan tertinggi dalam struktur marga). Panamboli inilah yang biasanya ditetapkan sebagai pandehata.
Kriteria untuk menjadi seorang pandehata: dipilih atas kesepakatan bulat (sada hati, sada boru, sada adat) dengan prinsip "mangangkat rap tu ginjang, manimbung rap tu toru" (mengangkat serempak ke atas, menahan serempak ke bawah).
Proses marsirenggetan menjamin bahwa pandehata bukan hanya ahli adat, tetapi juga representasi legitimasi kolektif marga, sehingga pesta pernikahan berjalan sesuai ugari (tatanan adat). Proses marsirenggetan juga harus mengimplementasikan prinsip Dalihan Na Tolu: somba marhulahula (hormat kepada keluarga pemberi istri), manat mardongantubu (hati-hati menjaga hubungan semarga), dan elek marboru (mengayomi pihak perempuan). Kegagalan mematuhi prinsip ini berisiko menimbulkan konflik adat (di tean mangolu, di tanom jongjong - dihidupi tapi tidak dihormati).
Kualifikasi Seorang Pandehata
Menjadi seorang pandehata tentu tidak mudah. Agar dipercaya sebagai pandehata, ia harus memiliki kualifikasi berikut:
Pertama, Tarombo (silsilah) yang jelas—calon pandehata harus berasalah dari garis keturunan yang sah dalam marga, terutama dari pihak Hulahula (pemberi istri) untuk parboru atau Dongantubu (semarga) untuk paranak.
Kedua, seorang calon pandehata harus memiliki 3 (tiga) kompetensi:
- Kompetensi adat (pande di adat)—calon pandehata menguasai tata cara pesta adat, seperti parjambaran (pembagian simbolis jambar hata/kata, jambar juhut/daging, jambar hepeng/uang), mahir menggunakan umpasa (pantun adat) dan umpama (peribahasa adat), menguasai sejarah marga (tarombo) serta memahami filsafat Dalihan Na Tolu dan segala aturannya.
- Kompentensi linguistik (pande martutur)—calon pandehata harus fasih berbahasa Batak halus, memiliki teknik retorika adat yang mumpuni, berkarakter lugas, bijak, dan sopan serta mampu berdiplomasi dalam bahasa adat (hata adat).
- Kompetensi personal (integritas)—calon pandehata harus bijaksana, menghindari kata "aku" (ningku), menggunakan "kita" (hita) untuk mewakili kolektivitas; bersikap netral, adil, bijak dan mampu menjadi penengah untuk meredakan konflik (pembawa damai);
Dalam sebuah ulaon atau pesta adat, minimal harus ada 3 pandehata yang mewakili posisi utama dalam pesta adat Batak (Dongantubu, Hulahula dan Boru), yakni:
- Pandehata ni Dongantubu (juru bicara mewakili kelompok semarga),
- Pandehata ni Hulahula (juru bicara dari marga istri), dan
- Pandehata ni Boru (juru bicara keluarga penerima istri).
Peran Seorang Pandehata
Seorang pandehata harus bertindak atas nama marga-marga yang berpesta yang diwakilinya (representasi kolektif). Ia tidak mewakili individu tertentu. Itu sebabnya dalam pesta Pernikahan adat Batak, baik Paranak maupun Parboru hanya diwakili oleh satu orang pandehata, sebab “tung sada pe sidok hata, sude ma hita dapotan uli” (jika satu orang bicara, semua dapat berkat).
Pada umumnya di setiap pesta adat, seorang pandehata memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai:
- Juru bicara resmi yang mewakili kepentingan pihak yang diwakiliknya dan menyampaikan pesan resmi dari mereka. Misalnya kalau ia menjadi Pandehata ni Paranak, maka ia harus mewakili kepentingan pihak laki-laki (Paranak).
- Moderator atau pemimpin komunikasi adat (marhata) yang memimpin dan mengatur alur dialog adat yang sakral dan penuh simbolisme, seperti seperti pembagian jambar, ulos, dan sebagainya.
- Negosiator yang memastikan prosesi adat berjalan harmonis, menyelesaikan sengketa adat atau silang pendapat yang terjadi (misalnya perdebatan mengenai besaran sinamot dan jumlah ulos yang harus disediakan) dengan kearifan lokal, seperti umpasa dan umpama.
- Edukator (Penjaga Adat Dalihan Na Tolu) yang mampu memastikan seluruh proses sesuai dengan filosofi Dalihan Na Tolu (Somba Marhulahula, elek marboru, manat mardongan-tubu) dan tatakrama Batak serta menerjemahkan makna simbolik ulos, parjambaron dan simbol adat lainnya selama pesta adat berlangsung.
- Penjaga harmoni dengan cara memastikan tak ada pihak yang terabaikan haknya (di tean mangolu).
Posting Komentar