iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Bujuk Rayu Marta dan Kebangkitan Lazarus

Pengantar

Perikok Injil Yohanes 11,19-27 ini menegaskan satu hal penting dalam kehidupan kita sebagai pengikut Kristus, yakni "Iman akan Kristus mengatasi kematian". Pengalaman Marta akan kebangkitan sungguh menakjubkan, menggugah, mempertanyakan sekaligus menggiring kita untuk mengimani Kristus sebagai kebangkitan dan Hidup. Pendeknya, melalui peristiwa kebangkitan Lazarus, kita dihantar pada proklamasi iman kita: "Tuhan berkuasa atas hidup dan mati kita!" Kematian Lazarus, saudara dari Maria dan Marta membawa kesedihan yang sungguh mendalam dalam diri Marta, juga Maria tentunya. Kesedihan itulah yang Marta ungkapkan kepada Yesus yang datang 'terlambat' melayat ke rumah Marta di Betania.

Pergeseran paradigma (paradigm shift) mengenai kebangkitan terjadi dalam percakapan antara Yesus dan dirinya. Hal itu tampak dalam kata-kata yang keluar dari mulut Marta: Sekiranya...; Tapi sekarang aku tahu...; Ia (Lazarus) akan bangkit...; dan Ya, Tuhan aku percaya...


1. "Tuhan, sekiranya Engkau ada di sini, saudaraku pasti tidak mati." 

Marta sungguh menyesali ketidakhadiran Yesus saat Lazarus mati. Ia menggugat ketidakhadiran Allah secara kasat mata di rumahnya pada peristiwa kehilangan itu. Pengalaman seperti ini juga kerap menimpa kita, yakni di saat kehilangan seseorang yang kita cintai, kita juga menggugat Allah; misalnya pada saat bencana dan kematian yang terjadi di seputar kita. Kembali ke Marta tadi. Curhatnya Marta kepada Yesus mengandaikan bahwa Marta sungguh tau dan sadar kalau Yesus juga sedih atas kematian lazarus (yang juga dicintai Yesus). Marta benar. Yesus tidak ada saat Lazarus meninggal.. ya, di saat ia membutuhkan rangkulan penghiburan dari Tuhan. Tetapi, benarkah demikian? Benarkah Tuhan sungguh tidak hadir di sana, pada peristiwa kematian itu? Marta salah. Dalam pembicaraan itu ia pun menyadarai kesalahan fatalnya. Marta lupa satu hal penting dalam hidupnya, yakni bahwa Allah tak terikat dalam ruang dan waktu (space and time). Sebaliknya Tuhan mengatasi ruang dan waktu. Untuk itu Marta pun meralat ucapannya sekaligus meluruskan pemahaman yang salah yang sempat keluar dari mulutnya: ".. tapi sekarang aku tahu...."


2. "Sekarang pun aku tahu, bahwa Allah akan memberikan kepadaMu sesuatu yang Engkau minta kepadaNya..." 

Pengetahuan akan Allah, tepatnya akan ajaran tentang kebangkitan yang ada di pikiran Marta berasal dari tradisi Yahudi yang ia terima sejak kecil, yakni bahwa kebangkitan hanya terjadi pada akhir jaman. Hal itu pula lah yang disampaikan Marta kepada Yesus, "Sekarang pun aku tahu, bahwa Allah akan memberikan kepadaMu sesuatu yang Engkau minta kepadaNya..." Marta seakan menyerah pada keyakinannya... pada kemampuan intelektualnya, khususnya tentang konsep kebangkitan tadi. Sekali lagi, hal ini terjadi justru saat "perjumpaan" Maria dengan Yesus. Kendati, selanjutnya gugatan itu melemah sebagai akibat dari tanggapan Yesus, "Saudaramu akan bangkit!


3. "Saudaramu (Lazarus) akan bangkit ! ..." 

Perkataan Yesus ini menggeser pola pikir, tepatnya paradigma Marta akan kebangkitan sesudah mati. Perkataan Yesus juga serta-merta membawa perubahan pola pikir tentang siapa Yesus sesungguhnya bagi Marta, kendati keraguan tetap menghinggapi dirinya. Tak heran, pada saat Yesus mengatakan bahwa "saudaramu akan bangkit!", Marta tetap tergoda untuk kembali pada pemahamannya semula:'Benar ia akan bangkit, tapi pada akhir jaman toh?' Di titik ini Marta seakan dibelenggu oleh teologi kebangkitan (Perjanjian) Lama bahwa bencana dan kematian adalah hukuman dari Allah. Tetapi ketika Yesus menggugat marta, "Marta, percayakah engkau akan hal itu....?" Marta pun hanya bisa mengatakan, "Ya, Tuhan (dan Allahku) aku percaya..."


4. "Ya, Tuhan aku percaya..." 

Ketika iman akan Yesus kita letakkan di dalam pikiran kita melulu, maka yang terjadi dalah rasionalisasi atas berbagai peristiwa penderitaan di sekitar kita. Misalnya, ketika orang melakukan tugas meledakkan bom bunuh diri dengan imbalan mati syahid dan masuk surga, di otaknya hanya ada kata "ya" setelah diindoktrinasi sedemikian rupa oleh orang yang menyuruhnya. Rasionalisasi memang membantu kita memahami siapa Allah; tetapi tak pernah bisa mereduksi Diri Allah yang sesungguhnya. Percayakah engkau akan hal itu?

Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.