iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Karya Yohanes dari Salib

Karya Yohanes dari Salib
C. BUAH KARYA YOHANES DARI SALIB

Meskipun mengalami banyak penderitaan dan tantangan yang berat Yohanes tidak berkurang dalam pengalaman rohani dan keutamaannya.

Semua pengalaman dan perjuangan rohaninya dituangkannya dalam karya tulisnya yang beraneka. Ada puisi, ada prosa, ada pula dalam bentuk nasihat-nasihat rohani yang diberikan kepada jiwa-jiwa dalam perjalanan menuju kesempurnaan. 

Ada empat karya tulisnya yang besar dan terkenal yakni : Mendaki Gunung Karmel, Malam Gelap Mada Rohani dan Nyala Cinta yang Dalam semua karyanya ini pembicaraan Yohanes terpusat pada Perjalanan Jiwa menuju persatuan dengan Allah. 

Perjalanan itu ditandai dengan kegelapan salib dan penderitaan yang meliputi hampir setiap tahap perjalanan. Pada puncak perjalanan jiwa manusia dirubah oleh Allah sendiri dan bersatu dalam kesatuan dengan hidup Allah.


1. Mendaki Gunung Karmel

Mendaki Gunung Karmel (selanjutnya: MGK), ditulis antara tahun 1581 dan 1585 ketika Yohanes berada di biara El Calvario, dilanjutkan ketika dia menjadi rektor di Baeza dan diselesaikan ketika dia menjadi prior di Granada. 

Karya ini merupakan hasil dari pengalaman yang panjang serta observasi yang mendalarn tentang perjalanan rohani jiwa. Seperti dijelaskan pada awalnya karya ini dimaksudkan untuk membantu jiwa mendapatkan kesempurnaan tertinggi. 

Di atas puncak gunung terdapat kesempurnaan itu yakni persatuan jiwa dengan Allah sendiri. MGK ditulis oleh seorang yang terbakar hatinya oleh "cinta ilahi", ditulis dalam "semangat cinta", dan mengajak manusia untuk melakukan perjalanan itu dalam "kekuatan cinta" pula (Stanza 1-8). 

Tujuan perjalanan itu tidak lain dari pada persatuan dengan Allah yang- mengubah segala-galanya, (unio transformans), dimana manusia disatukan dengan Allah dalam kasihNya (2 MGK 5,7). Wujudnya berupa "persatuan partisipatif", yakni jiwa diangkat ke taraf ilahi dengan mengambil bagian dalam salah satu sifat Allah (2 MGK 26,3). 

Dalam persatuan ini jiwa diangkat mengatasi pengertian manusia, kekurangan dan cacat cela jiwa dihapus dan sebaliknya jiwa dipenuhi dengan keutamaan-keutamaan rohani (2 MGK 26,7). Persatuan denqan Allah ini bukanlah hasil usaha manusia, melainkan "diberikan" kepada jiwa dan merupakan karya Allah Tritunggal sendiri. Hal ini secarc khusus diungkapkan dalam karyanya Nyala Cinta yang Hidup.

Karya Allah ini meluhurkan jiwa dan mengilahikannya. Jiwa dibakar oleh api ilahi, dan akhirnya jiwa sendiri menjadi api, bahkan menjadi lautan api, tak bertepi tanpa batas, cinta tanpa cakrawala (2 MGK 2,10). Jiwa yang kini diilahikan mendapatkan kemampuan baru dalam Allah (3 MGK 2,9). 

Hidup jiwa adalah hidup dalam Allah. Untuk dapat mencapai puncak kesempurnaan itu hanya ada satu jalan yang ditunjukkan yakni "nada", jalan kelepasan tanpa apa-apa. Dalam gambar Mendaki Gunung Karmel yang dibuat Yohanes sendiri, ditunjukkan "jalan kelepasan" yang membawa ke puncak gunung, kontras dengan jalan camping, yang buntu, menuju dunia dan kepuasan manusiawi. 

Dengan paradoks "melalui tanpa apa-apa orang sampai pada memiliki segala-galanya", Yohanes menunjukkan radikalisme "nada" – jalan kelepasan untuk mencapai kesempurnaan. Kepada Donna Anna de Penalosa yang bertimpu di hadapannya meminta nasihat, Yohanes berkata : "Nada, nada, nada... segalanya harus dilepas demi cinta kepada Tuhan ". 

Untuk masuk dalam persatuan cinta itu jiwa harus mengalami "malam gelap" dalam segala bidang. MGK menyadarkan jiwa untuk aktif memurnikan dirinya lewat matiraga dan penyangkalan diri terhadap segala yang merintangi perjalanan menuju kesempurnaan dalam Allah sendiri.

Tuntutan Yohanes dalam hal ini sangat radikal.Kelepasan total tidak hanya mencakup kelepasan terhadap benda materil tetapi juga terhadap keinginan dan kepuasan rohani (1,2, MGK), bahkan kehendak dan keinginanpun harus dilepaskan (3 MGK). 

Segala hal tang merintngi persatuan dengan Allah harus dilepaskan, sebab keinginan-keinginan tersebut tidak dapat ada bersamaan sekaligus dengan yang ilahi (bdk. 2 Kor 6:14). Yang jahat dalam diri manusia harus dicabut, jiwa harus dimurnikan. Inilah yang membawa penderitaan, malam gelap bagi jiwa. 

Kelekatan menjadikan manusia sama dengan makluk itu; padahal antara ciptaan dengan Allah terdapat jarak dan perbedaan yang jauh. Kelekatan dengan ciptaan menutup pengenalan akan Allah yang sesungguhnya (1 MGK 6,1). Jiwa harus masuk dalam malam gelap, nada, melalui kelepasan segala-galanya. 

Di atas gunung, karena jiwa telah melepaskan segala‑galanya, bahkan keinginannya, malah ia mendapatkan segala-galanya. "Karena aku tidak menginginkannya, aku memiliki segala-galanya tanpa keinginan" (1 MGK 13,11).


2. Malam Gelap

Malam Gelap (selanjutnya : MG) ditulis pada waktu Yohanes berada di Granada sekitar tahun 1582-1585. Secara. tematis MG merupakan komplemen dari MGK menjelaskan tentang perjalanan jiwa menuju kesempurnaan. Tema central adalah pengalaman jiwa penuh derita dan kesesakan dalam rangka pemurnian. 

Dengan menggunakan gambaran malam, mau ditunjukkan karya Allah yang membimbing, pedagogis. Allah memurnikan dam menguduskan jiwa lewat jalan penderitaan dan salib, agar jiwa dapat masik dalampersatuan. Kalau MGK berbicara tentang kelepasan inderawi, malam bagi panca indra (aktif dan pasif), maka dalam MG lebih menunjuk kepada kelepasan rohani (aktif dan pasif)(1 MG 8,1,2). 

Malam gelap merupakan suatu hasil pengamatan terhadap perjalanan rohani jiwa, yang tidak lagi di bawah pengaruh usaha pribadi melainkan oleh karya Allah sendiri. Oleh karena itu jiwa harus berada dalam kondisi "receptive". 

Untuk itu tanda-tanda kehadiran Allah dan karyaNya harus dikenal, untuk mengelakkan jiwa dari gejala patologis atau godaan yang berasal dari kelalaian jiwa (1 MG 1,1). Selain itu juga bermanfaat agar jiwa menerima dan mengetahui perubahan dan kemajuan yang terjadi dalam dirinya, baik dalam hal doa maupun dalam hal aktivitas rohani (1 MG 9).

MG ditujukan kepada jiwa yang sudah berada dalam perjalanan menuju puncak, dan sudah membawa "jejak kemajuan rohani". Panggilan untuk berpartisipasi dalam penderitaan Kristus Penyelamat dialami jiwa lewat transformasi jiwa yang terjadi melalui malam gelap. 

MG melukiskan kondisi jiwa dalam perjalanan menuju Allah. Jiwa diliputi kekosongan dan ketelanjangan, tanpa dipimpin oleh sate cahaya ataupun suatu visiun. Satu-satunya yang menjadi panda adalah "hati yang terbakar untuk mencinta". 

Seluruh perjalanan jiwa adalah bagaikan malam gelap, karena baik pada awal, pertengahan maupun akhir, jiwa tetap berada dalam kegelapan malam. Pada awal, jiwa harus menanggalkan segala keinginannya (cara sosegada); pada pertengahan, jiwa hanya memiliki iman yang penuh cinta, yang membara dalam dirinya (Jue in el corazon ardia); dan pada akhirpun tetap gelap (oh noche the juntaste amato con amada).

Untuk mengalami semuanya itu, jiwa harus dimurnikan dari kecenderungan indrawi dan membiarkan diri dibimbing oleh Allah sendiri. Jiwa harus dibakar oleh kerinduan yang membuat dia mencari yang dicintai dalam kegelapan (ansias en amores inflamada), yang memurnikan iman dan memandu jiwa dalam kegelapan (oh noche que guiaste). 

Di dalam kekelaman, iman menjadi cahaya ilahi yang membawa kepada Allah, walaupun hal ini tetap gelap bagi budi manusia (1 MG 8,3). Dalam pengalaman ini jiwa mengalami tindakan pemurnian dari keterikatan pada indra berupa kekeringan, ditandai dengan kebosanan dan ketidak‑mampuan untuk berkontak dengan Tuhan (1 MG 9). 

Begitulah cara Allah memberikan kontemplasi, dengan mengalihkan hal-hal balk yang terdapat pada manusia kepada nilai-nilai rohani. Pada saat ini, rohlah yang mengecap, bukan indra. Yang lainnya kering, kosong, tak ada hiburan. 

Malam Gelap berikutnya dialami jiwa ketika Allah. memurnikan jiwa manusia sendiri, dengan mencurahkan RohNya kedalam jiwa; yang ilahi masuk ke dalam jiwa yang belum sempurna. Jiwa berontak karena menyadari dirinya tidak pantas, tak sempurna, tidak cocok untuk Allah.Jiwa digoncangkan oleh kenyataan ketidaksempurnaan di hadapan Allah. Malam ini


3. Madah Rohani

Inilah karya yang memakan waktu yang lama danyang mungkin paling komplet. Yohanes mulai menulis karyanya ini ketika dia berada dalam penjara di Toledo (1577-1578), diteruskan kemudian hari ketika dia menjadi prior di Granada (1582-1584), dan kemudian baru diselesaikan pada tahun 1586. 

Madah Rohani (selanjutnya : MR) berikut komentarnya merupakan karya Yohanes yang paling lengkap. Dengan mengikuti gambaran Kidung Agung dari Kitab Suci, Yohanes menyebut karyanya sebagai "Canciones" (nyanyian) antara jiwa dengan mempelainya. 

MR menunjukkan jiwa yang secara progressive mendapatkan cinta ilahi. Simbol yang digunakan adalah perkawinan antara jiwa dengan sang mempelainya. MR merupakan ungkapan pengalaman jiwa yang sangat istimewa. 

Jiwa yang rohani, yang mengalami cinta Allah yang begitu besar, (bahkan dibesarkan oleh cinta itu), kini merasa kehilangan Dia. Kini jiwa berusaha untuk menemukanNya dan kembali bersatu denganNya.

Melalui suatu penjelasan yang bertendensi "apophatik", Yohanes menunjukkan bahwa semua ciptaan adalah bukan Allah, dan karenanya harus ditinggalkan (MR 4-7). Jiwa yang terluka oleh Sang Kekasih, berada dalam perjalanan penuh keluh dan kesah karena ingin berjumpa, dengan Sang Kekasih. 

Didorong oleh hati yang terluka, jiwa sadar, keluhan, doa pengantara lain tak mampu mempertemukan dia dengan yang dikasihinya (MR 3). Dia ingin bertemu dengan Kekasihnya tanpa pengantara (MR 11). Karena itu dia bertanya : "Adonde to escondiste?" (Dimanakah Engkau bersembunyi ?).

MR menggambarkan pengalaman mistik jiwa mencari Allah. Yohanes menegaskan bahwa tidak ada satu pengalaman pun, tak ada satu pengetahuan yang sama dengan diri Allah sendiri. Allah tetap, tersembunyi bagi jiwa. 

Manusia perlu berpikir dan mencari Dia sebagai "Yang Tersembunyi". Allah tidak dapat dialami seperti yang dialami melalui indra manusia. "Seandainya Dia datang aku tak melihatNya, dan seandainya Dia pergi, juga aku tak memahamiNya" (bdk. Ay 9 :11).

Bila ada pengalaman dan pengetahuan rohani, meski besar sekalipun, itu tidak sama dengan memiliki Allah. Pengetahuan bukanlah jaminan untuk berkomunikasi dengan Allah. Demikianpun sebaliknya,bila jiwa kehilangan rasa rohani dan komunikasidengan Allah, tidak berarti Allah "absent". 

Jiwa tidak meminta kepastian apakah dig memiliki mempelai atau tidak, tetapi meminta "pernyataan kehadiran ilahi", agar kerinduan jiwa terpenuhi. Kehadiran Allah dalam jiwa sendiri adalah tersembunyi. 

Siapa yang ingin bertemu denganNya, harus melepaskan segalanya (termasuk rasa dan kehendaknya) dan masuk dalam dirinya. "Saya tidak bertemu dengan Dikau di luar, ya Tuhan, sebab Engkau berada di dalam diriku. Saya telah berbuat keliru, sebab saya mencari Engkau di luar" (Agustinus – Soliloquies).

Menemukan Allah hanya mungkin bila jiwa membuka dirinya, masuk kedalam dirinya; dan bila bertemu denganNya "jiwa sendiri akan menjadi tersembunyi sebagaimana halnya Dia sendiri" (bdk. Mat 13 : 44) (MR 4). 

Jiwa perlu mencarinya dalam cinta, masuk dalam dirinya dan berdoa (Mat 6 : 6), tinggal tersembunyi, merenungkan Sabda Allah dan digembirakan olehnya. Jiwa perlu mencarinya dalam cinta, tanpa keinginan akan kepuasan diri. Iman menjadi bagaikan "tongkat pandu" bagi orang buta, yang membawa jiwa pada jalan yang tidak diketahui, ketempat Allah bersembunyi (MR 5). 

Allah tidak absent karena kita tidak melihat dan tidak merasakanNya. Justru sebaliknya, semakin kita tidak mengerti, semakin kita mendekati Dia. Sebab Dia menjadikan kegelapan tempat persembunyianNya (Mz 17 : 12). 

Di  sanalah jiwa sampai pada persatuan, dalam perkawinan rohani dengan Sang Kekasih. Pada tingkat ini jiwa mengalami hadirat Allah dan terus‑ menerus hidup dalam kasih yang tak berkesudahan (MR 27, 28).


4. Nyala Cinta Yang Hidup

Nyala Cinta Yang Hidup (selanjutnya : NCH) ditulis di Granada sekitar tahun 1585,-1586. Karya ini ditulis untuk suatu bimbingan rohani bagi Anna de Penalosa. NCH melukiskan pengalaman jiwa yang tinggi, yakni persatuan dengan Allah, dan transformasi jiwa di dalam Allah. 

Yohanes menggambarkan puncak hidup rohani dalam bentuk nyala cinta yang penuh dan total. Nyala merupakan simbol yang utama dalam karya ini. Hal ini dikaitkan dengan karya Allah Tritunggal yang memurnikan jiwa. 

Bila dalam MR Yohanes berbicara mengenai perjalanan memasuki persatuan dengan Allah, maka dalam NCH dikemukakan mengenai tingkatan dari persatuan itu. Pada tahap transformasi, jiwa mengalami bahwa cintanya berkembang dan menemukan kwalitas barn serta menjadi lebih intensif (NCH, Prolog). "Walaupun api telah membakar dan menyerapi kayu, dan merubahnya, namun api itu terns membakar dan menjadi semakin pangs hingga kayu sendiri menjadi hancur, menjadi api yang memancarkan nyala dan percikan api dari dirinya sendiri" (NCH 3).

Gambaran metaforis ini melihat tahap demi tahap proses pemurnian jiwa sebagaimana terjadi pada kayu yang terbakar (NCH 1). Simbol nyala dan api yang membakar, memurnikan dan merubah kayu dalam api, melambangkan roh dari mempelai yakni Roh Kudus, sendiri. 

Seperti halnya sedikit demi sedikit kayu berubah menjadi api demikianpun jiwa ditarik kepada persatuan dengan Allah karena karya Tritunggal dalam diri manusia. Jiwa yang merindukan persatuan itu membuka diri bagi karya pemurnian dirinya dan memberikan dirinya untuk dibakar. "Oh llama de amor viva, que fiemamente hieres, de mi alma en el mas profundo centro!; pues ya no eres esquiva, acaba ya si queres; rompe la tela de este dulce encuentro".(NCH Stanza 1). 

"O nyala cinta yang hidup, yang dengan lembut melukai jiwaku di pusat kedalamannya; karena kini Engkau tidak lagi menakutkan, kini selesaikanlah, jika itulah kehendak‑Mu. Sobeklah selubung pertemuan yang manis ini". 

Tahap terakhir dari perjalan jiwa menuju kesempurnaan adalah persatuan dalam kasih Allah yang lembut, yang mencurahkan Roh Kudus kedalam diri manusia, menyerapi jiwa dengan Roh Kudus, membangkitkan cintanya dengan kwalitas ilahi serta mengarahkan jiwa kepada kasih akan Allah tanpa kesudahan. (NCH 4,17). 

NCH menggambarkan proses pemurnian yang berjalan terus, juga pada tahap persatuan. Dengan kata lain, tahap persatuan tidak dilihat sebagai akhir perjalanan, tetapi sebaliknya dilihat sebagai suatu status yang dinamis yang mengacu pada pertobatan tanpa akhir.

Hal ini dapat dibandingkan dengan apa yang dikatakan dalam Malam Gelap – pada puncakpun terdapat hanya kegelapan. Bagi Yohanes jiwa berada dalam suatu siklus cinta dan transformasi yang terus menerus tiada akhir.


5. Karya Lain

Selain empat karya besar yang ditunjukkan di atas, masih terdapat karya tulis yang lain dalam bentuk yang lebih sederhana. Ada nasihat-nasihat, peringatan, pesan dan petunjuk-petunjuk serta pandangan yang - ditulis berdasarkan praktek dan ajaran Yohanes sendiri. 

Di bawah judul Ungkapan tentang Cahaya dan Cinta ditunjukkan karya Yohanes yang meskipun lebih sederhana, cukup 'membantu dalam rangka tugasnya sebagai pembimbing rohani. Walaupun singkat dan sederhana namun nasihat serta petunjuk-petunjuknya mengandung gagasan yang dalam dan berbobot, gambaran-gambaran yang menyenangkan disertai ungkapan-ungkapan yang menarik. 

Pokok perhatian utama adalah soal cinta, penyangkalan diri dan pemusatan diri (konsentrasi) atau meditasi. Yohanes mengingatkan terus- menerus akan panggilan kepada kebijaksanaan ilahi yang nampak dalam peristiwa hidup sehari-hari, tentang jiwa, yang harus mengikuti Kristus dengan semangat yang teguh mengatasi segala perasaan; dan tentang doa dan intimitas dengan Allah. 

Ada lagi karya yang lebih sederhana berupa nasihat serta peringatan‑peringatan yang diberi judul Instruksi dan Peringatan yang ditulis sekitar tahun 1578 atau 1579, ketika Yohanes menjadi pembimbing rohani bagi para suster karmelites di Beas. Peringatan itu ditujukan kepada mereka yang benar-benar berniat menjadi religius.

Di situ ditunjukkan bahaya yang sering dihadapi dalam hidup religius yakni dunia, iblis, kedagingan dan hawa napsu. Instruksi ini ditujukan bagi kaum religius yang mau setia pada panggilannya dengan hidup ugahari dan mengekang diri, setia pada apa yang dijanjikannya, tact dan kasih terhadap sesama saudara serta mengusahakan keadilan.

Selain itu dalam Nasihat Untuk Seorang Religius dan Bagaimana Mencapai Kesempumaan Yohanes mengajarkan cara hidup sebagai orang beriman yang mengejar kesempurnaan. 

Ada empat nasihat yang ditekankannya dalam hal ini : kesabaran, matiraga, penghayatan keutamaan dan keheningan. Selain itu masih ada sejumlah surat (33 surat) dan sejumlah catatan lain yang ditulis oleh Yohanes sendiri.

Baik dalam korespondensi maupun dalam catatan-catatannya Yohanes selalu menggaris bawahi apa yang diajarkannya. Dia berusaha untuk memberikan aplikasi yang konkrit kepada 1-orang-orang yang dia kenal dan dia cintai agar merekapun (mencapai kesempurnaan sebagaimana ..diharapkannya. 

Tema yang seringkali muncul dalam surat dan nasihatnya adalah soal malam bagi jiwa, semangat Remiskinan, cinta Allah, keheningan dan kesunyian. >Baca Selanjutnya!


Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.