iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Keluarga dalam Bayang-bayang Media

Kita di Masa Kini

Tak henti-hentinya kita terperangah dengan kondisi saat ini. Individualisme dan pluralisme menjadi trend yang siap diplesetkan. Dengan semangat menghargai individu dalam bayang-bayang ketakutan akan pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia), Individualisme pun semakin meraja di kancah pergaulan sehari-hari. Gaya hidup individualis-modern memisahkan antara kerja dan hidup keluarga. Akibatnya pergaulan dengan sesama dan partisipasi dalam kegiatan semakin dirasakan sebagai gangguan. Interaksi dengan sesama secara hangat hilang, yang ada hanya transaksi: "Gue butuh loe karena emang menguntungkan gue!". Tak heran bila dalam hidup berkeluarga kita bisa melihat betapa banyak anak merasa tidak punya orang tua.

Kemudian, dengan spirit pluralisme yang diagung-agungkan, orang lantas hidup dalam suasana perbedaan suku, daerah, agama dan kepercayaan. Saat itu kontrol sosial untuk pelaksaanaan hidup beragama semakin pudar. Orang bekerja atau tidak, cuek saja! Lihatlah betapa banyak orangtua merasa bahwa anak-anaknya berbeda dan untuk itu mereka dibiarkan mencari jatidirinya masing-masing. Dengan alasan membiarkan mereka jadi diri sendiri, para orangtua pun cuek sama anak-anaknya mau berbuat apa saja.

Satu hal lagi yang tak kalah penting adalah lahirnya masyarakat audio-visual yang memandang cara hidup dan gaya hidup setiap orang ditentukan oleh media audiovisual. Tak heran bila seorang ibu bingung karena anaknya bertanya tentang iklan “sutra” atau “durex” di televisi. Orangtua yang tidak siap dengan kondisi sosial semacam ini bisa menjadi olok-olok anak-anaknya yang saban hari "hanya berkomunikasi" dengan televisi karena ditinggal melulu oleh orangtuanya.


Tantangan Keluarga

Mentalitas kultural hedoristik begitu menjalar di dalam masyarakat, tak ketinggalan anak-anak dalam keluarga mereka. Budaya dengan ajaran bahwa hidup yang sejati adalah hidup yang penuh dengan kesenangan kesenangan, kemewahan dan tentu kenikmatan. Budaya ini berkembang dalam 4 wilayah, yakni 
  1. Konsumerisme : bahwa  hidup ditentukan oleh daya beli sesuatu. 
  2. Mumpungisme, yang lahir sebagai akibat konsumerisme. Mumpungisme berarti mencoba segala cara untuk memenuhi hasrat dan nafsu untuk memiliki sesuatu.
  3. Sloganisme. Untuk menutupi kepentingan pribadi seseorang berkedok dengan nilai-nilai luhur, moralitas, tanggung jawab, sedang yang terjadi adalah sebaliknya. Misalnya: mencari uang demi anak  padahal demi status, membantu anak yatim-piatu padahal untuk mengumpulkan uang untuk dirinya sendiri, membantu anak-anak berkebutuhan khusus padahal untuk kenikmatan diri dan menigkatkan harga dirinya sendiri.
  4. Tegaisme,  di mana orang akan menghalalkan segala cara demi kepuasan nafsu dan kenikmatannya. Contohnya adalah orang yang suka memeras, menipu, menindas, dan lain sebagainya. 

Krisis Makna Generasi Muda

Melihat tantangan di atas muncul pertanyaan sederhana, "Apakah Tuhan turut ambil bagian dalam hidup manusia jaman ini?" Atau, dalam konteks Katolisitas, benarkah Roh Kudus turut membimbing kita hingga menjadi orang yang larut dalam kecenderungan negatif tersebut ? Kita tidak tahu. Kita hanya bisa berdoa dan berharap agar kita dibimbing oleh Roh Allah, atau dalam bahasa biblisnya, "mengikuti Roh Allah kemanapun Ia pergi." Roh Kudus adalah daya kekuatan Allah yang mengarahkan hidup orang-orang beriman. Roh itulah yang mempertemukan manusia dengan Allah sehingga orang mengalami kehadiran dan daya kekuatan Allah. (1Kor 12 :3 "Tidak ada seorang pun yang dapat mengakui Yesus : Tuhan selain oleh Roh Kudus"). Roh yang sama itu telah turun atas semua orang yang percaya ( Kis 2:1) dan karunia Roh merupakan awal kehidupan rohani yang semakin berkembang ke arah kesamaan dengan Kristus ( 2 Kor 3: 18 oleh Rm 8 : 29). Untuk itu, tantangan-tantangan di atas bisa kita hadapi bila kita sadar bahwa Roh Allah membimbing kita, sehingga kita mampu menjauh dari pengaruh-pengaruh negatif dalam hidup kita, terutama dijauhkan dari bahaya yang melukai dan membiarkan ciptaanNya terbengkalai. Bila Allah adalah cinta, baiklah kit cintai orang-orang di sekitar kita sebagaimana dikehendaki Allah dari kita. Semoga !

Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.