iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Wahyu, Kitab Suci dan Relevansinya di Masa Kini

Wahyu, Kitab Suci dan Relevansinya di Masa KiniWahyu, Kitab Suci dan Relevansinya di Masa Kini menjadi judul paper kami. Alasannya karena Wahyu dan Kitab Suci menjadi bagian yang tak dapat dipisahkan dalam Kristianitas.

Kitab Suci yang kita miliki sekarang berasal dari Wahyu Allah itu sendiri yang dialami oleh umat beriman sejak Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang ditulis dan dikanonkan melalui proses sejarah yang panjang.

Sehingga ekspresinya menjadi seperti sekarang ini. Kitab Suci yang ditulis oleh orang-orang pada zaman dan tradisi tertentu sekarang harus dibaca kembali sesuai dengan konteks zaman sekarang.

Tentunya hal itu bukanlah perkara yang mudah. Apalagi dunia saat ini begitu cepat berubah. Di mana perubahan itu pada akhirnya membawa implikasi yang luas terhadap cara pandang manusia.

Termasuk juga dalam menginterpretasikan Kitab Suci. Membaca Kitab Suci senantiasa mengasumsi-kan penyertaan Roh Allah itu sendiri karena Kitab Suci diinspirasikan oleh Roh Allah itu sendiri. Kepada-Nya kita harus terbuka karena Roh berhembus ke mana Ia kehendaki.


Revelasi

Revelasi atau pewahyuan adalah saat dimana Allah yang transenden menyingkapkan diri-Nya. Memang tidak semua manusia bisa menangkap gejala atau fenomena revelasi Allah tersebut secara terperinci.

Revelasi diri Allah tersebut bagaimanapun tetaplah menyimpan misteri. Ibarat sebuah bawang yang berlapis-lapis, manusi dengan imannya mencoba menguliti misteri tersebut agar kertersembunyian Alllah selama ini menjadi nampak.

Namun disisi lain manusia tidak bisa meniadakan peran Allah yang memberikan iman sebagai pisau untuk mengupas dan menguliti misteri tersebut. 

Pisau disini menjadi semacam domain atau wilayah kognitif tertentu yang khas milik bangsa manusia yang terberikan begitu saja (given) sehingga manusia sadar akan realitas diluar dirinya. Termasuk juga dalam perkara wahyu itu sendiri. 

Bagaimana manusia pada akhirnya sadar bahwa “sesuatu” itu adalah wahyu. Lantas bagaimana kita memahami bahwa sumber dari Teologi Kristiani adalah pewahyuan akan dibahas pada bagian ini.


a. Revelasi Kristiani sebagai Pengalaman dan Yesus sendiri adalah Mediumnya

Di sini digambarkan bahwa revelasi Kristiani adalah menjadi fenomena eksistensial yang sangat subjektif. Dimana peristiwa hidup dan kematian Yesus menjadi medium sentral secara histories. 

Dalam kaitan revelasi ini, kesadaran manusia mengasumsikan harus mampu berkomunikasi dan menanggapi wahyu itu sendiri. Selanjutnya revelasi menjadi bentuk yang utama dari kesadaran manusia itu sendiri sebagai pengalaman yang dialaminya sebagai manusia. 

Allah yang mewahyukan diri itu akhirnya ditangkap oleh manusia konkret secara subjektif dan eksistensial. Revelasi itu terjadi dalam pengalaman manusia dimana Allah sebagai inisitif pertama. 

Karakter subjek wahyu itu sendiri bisa dibandingkan dengan iman. Tidak ada iman yang tanpa objek dan objek iman itu sendiri diberikan melalui revelasi. Sehingga iman dan wahyu adalah satu dimana wahyu itu ditangkap oleh iman dan iman menanggapi wahyu tersebut. 

Yang penting untuk dipahami adalah bahwa revelasi itu hanya eksis dalam kesadaran manusia. Artinya hanya manusia yang bisa memahami dan bisa mengulik perkara revelasi ini. Selanjutnya revelasi atau pewahyuan itu ada bersama dalam sejarah manusia. 

Sejarah menjadi mediumnya. Dan medium dari seluruh sejarah itu ada dalam diri Yesus dari Nasaret. Sehingga iman Kristiani meyakini bahwa Yesus dari Nasaret inilah yang menjadi medium(perantara) sentral (pusat) dari revelasi dan ini harus diterima secara penuh.


b. Revelasi sebagai pengalaman perjumpaan

Artinya disini Yesus dipahami sebagai mediator Allah yang mengkomunikasikan diri-Nya. Dan pengalaman perjumpaan ini adalah suatu karakteristik perjumpaan antara Allah dengan manusia. 

Di mana hal tersebut terjadi dalam diri manusia yang bebas dan transendensi diri Allah yang bebas pula. Dalam hal ini pertama-tama Allah yang mewahyukan diri-Nya secara bebas melalui tanda-tanda, gesture dan bahasa. 

Kedua manusia menanggapi wahyu tersebut sebagai pemberian yang terberikan dengan sendirinya. Selanjutnya bentuk pengalaman perjumapaan Allah dan manusia tersebut digambarkan sebagai berikut:
  1. Karakteristik dari revelasi Kritiani ini harus ada dalam komunikasi yang intersubjektif. 
  2. Revelasi Allah tersebut dipandang sebagai pengalaman Allah yang transenden. Karena Allah merupakan Subjek yang tak terbatas. 
  3. Perjumpaan wahyu tersebut adalah hasil pemberian yang harus ditangkap dalam kacamata iman. 

c. Dimensi Pengalaman Revelasi

Disini akan ditampilkan lima dimensi pengalaman, sebagai berikut: 
  1. Elemen dari revelasi adalah medium. Artinya medium menjadi penting dan perlu dalam revelasi. Dalam ha ini Yesus-lah yang menjadi mediumnya. 
  2. Revelasi dinamis menenkankan karakter holistik pengalaman akan Allah. Disini respon manusia tidak hanya soal aktivitas mental, interpretasi, dan menguraikan. Hal tersebut hanyalah sebagian dari fungsi afeksi manusia dalam menerima dan merespon Allah yang mewahyukan diri-Nya. 
  3. Kesan atas imajinasi dan pikiran tentang revelasi berada dalam kepenuhan seluruh pengalaman. 
  4. Dimensi pengalaman pewahyuan tidak boleh berhenti pada kesan (impresi) semata. Tapi juga harus mengaktifkan kesadaran untuk membentuk interpretasi. 
  5. Selanjutnya perbedaan impresi dan interpretasi di satu sisi (ekspresi pertama). Di sisi lain perbedaan antara yang spontan dengan yang ssudah direncanakan. Ekpresi pertama tersebut disebut sebagai ekpresi dan interpretasi yang reflekitf dari objek revelasi. Hal ini tidak berarti interpretasi yang spontan, tidak reflektif. 
Seluruh dimensi di atas bersama-sama membentuk pengalaman revelasi.


d. Kaitan Revelasi dan Teologi

Teologi berbeda dari pengalaman revelasi Allah kepada manusia. Teologi pun per se bukanlah sebuah revelasi. Tapi teologi pun bergantung kepada pewahyuan. Selanjutnya teologi tidak bisa memisahkan diri dari Revelasi Kristiani dan meninggalkan Teologi Kristiani.


e. Perkembangan Revelasi

Nampak jelas di sini bahwa revelasi merupakan sebuah fenomena eksistensial dan eksperensial yang terus menerus. Hal tersebut merupakan proses dimana Allah yang mewahyukan diri-Nya dan manusia yang menanggapi wahyu tersebut ini ada dalam peristiwa perjumpaan yang selalu baru. 

Sementara itu revelasi Kristiani ada dalam dimensi yang konstan yang tidak mengalami perkembangan. Menurut Brunner,

  1. pertama, revelasi adalah perjumpaan dengan Allah, di mana di dalamnya terdapat hubungan interpersonal antara pribadi Allah yang berinisiatif dnegan pribadi manusia yang menanggapi. 
  2. kedua, dalam seluruh revelasi Kristiani, bersifat asli dan bergantung pada pusat mediasi yang historik yaitu Yesus dari Nazareth. 
  3. ketiga, menurut Tyrrell, pengalaman yang di mediasikan lewat Yesus harus ditanggapi dengan seluruh kepribadian manusia secara total. Lebih jauh, pada tingkat yang paling dalam, esensi dari pengalaman perjumpaan dengan Allah tak akan pernah mengalami perubahan dan perkembangan. 
Melainkan pengalaman perjumpaan yang sama. Hal ini bisa menguatkan atau melemahkan, tetapi pengalaman itu adalah pengalaman kehadiran Allah yang sama dan komunikasi diri Allah yang sama dalam medium yang sama. Yang berubah adalah interpretasi dan ekspresi dari pengalaman revelasi itu sendiri.

f. Interpretasi atas Revelasi

Teologi hanya dapat tercapai dalam interpretasi atas revelasi. Interpretasi ini dimaksudkan untuk melihat pewahyuan dalam konteks disiplin teologi. Di sini kodrat dasr pewahyuan kristiani dilihat dalam relasinya dengan seluruh bentuk pengetahuan manusia. 

Revelasi bukan pengetahuan yang empirik, pengetahuan rasional, pengetahuan scientifik, atau pengetahuan historic. Revelasi hanya dapat dicapai dalam bentuk pengalaman religius. Dalam hal ini revelasi bukanlah sesuatu yang mengancam pengetahuan yang objektif. 

Revelasi kristiani merupakan pengalaman eksistensial dan personal akan cinta Allah yang dialami dalam keberadaan manusia. Dan pengalaman itu dialami dalam peristiwa dan pribadi Yesus dari Nazareth.

Dengan demikian, teologi bukanlah revelasi. Kepercayaan, doktrin-doktrin, dan dogma merupakan pernyataan-pernyataan teologi, dan itu tidak bisa diidentifikasikan secara sederhana sebagai revelasi. 

Kendatipun demikian doktrin-doktrin tsb, memiliki kekdudukan yang sama secara umum dan dapat diterima ke dalam komunitas yang berbeda. Walaupun teologi bukanlah revelasi, namun teologi berhubungan dengan revelasi seperti actio yang berhubungan dengan passio

Di dalam pengalaman revelasi, dimensi-dimensi yang ada di dalamnya hampir tidak pernah dibeda-bedakan karena tidak ada revelasi yang tanpa respon; dan kesan beserta interpretasipun berjalan secara bersama. 

Jadi teologi bergantung pada pengalaman; tidak ada teologi yang dapat berhubungan langsung dengan Allah tanpa pengalaman. Ini semua tergantung pada pengalaman revelasi secara total dan semua penyataan tegas tersebut akan bermakna jika didasarkan atas perjumpaan yang eksitensial.

Ada empat prinsip-prinsip yang menonjol yang perlu kita ketahui yaitu :
Struktur dari revelasi menetapkan suatu kriteria bagaimana pernyataan teologi atas dirinya dapat dipahami. Pernyataan teologi merupakan ekspresi initerpretatif yang berisi pengalaman atas revelasi. 

Pada akhirnya, untuk dapat menerima pernyataan-pernyataan teologi di masa kini, seseorang haruslah tertarik pada pengalaman revelasi religius terlebih dahulu yang menjadi dasar bagi pencarian makna dan kebenaran itu sendiri.

Seseorang dapat melokasikan pusat gravitasi pengalaman revelasi krsitiani berserta isinya. Revelasi Kristiani bukanlah revelasi atas banyak pemikiran dan juga bukan informasi tentang Allah.  Revelasi secara sederhana adalah Revelasi Allah; dan secara kodrati itu adalah perjumpaan dengan Allah. 

Di bawah ini merupakan contoh bahwa esensi revelasi adalah tetap dan interpretasinya mengalami perubahan sesuai zamannya. Yesus adalah medium dari pengalaman akan Allah sebagai pribadi yang membawa cinta secara tak terbatas, Yesus dalam berelasi dengan Allah menyebut Allah sebagai Bapa. 

Konsep Bapa begitu dekat dan berhubungan dengan kehidupan dan pengajaranYesus yang hampir tidak mungkin berbicara tentang Yesus tanpa membicarakan relasiNya dengan Bapa.
Orang mungkin bertanya apa itu revelasi, dan mengapa manusia perlu mencari revelasi? Secara klasik jawaban tersebut adalah demi keselamatan manusia. Tetapi masalahnya keselamatan itu tidak bisa bersifat eksklusif untuk menuju kehidupan yang abadi. 

Tujuan dari revelasi ini mau menunjukkan dan menjiwai eksistensi manusia dalam dunia ini baik secara individual maupun secara sosial. Dan seluruh interpretasi teologi, karenanya harus bisa ditunjukkan lewat cara yang sama. 

Teologi harus menyesuaikan diri dengan revelasi yang dinamis lewat interpretasinya dalam berhubungan dengan pengalaman manusia yang konkrit. Dan semua pernyataan tegas teologi harus diungkapkan dalam banyak cara dan mediasi kehadiran Allah yang personal dalam Roh dan rahmat dalam dillema aktual manusia. 

Secara sederhana prinsip dasar dalam berteologi adalah berasal dari revelasi yang merupakan pertemuan Allah yang menghadirikan diri-Nya pada manusia.

Kitab Suci dalam Gereja

Ketika melihat sebuah Alkitab kita langsung berpikir tentang suatu buku yang berkisah tentang Allah yang ambil bagian dalam kehidupan manusia. Namun jika kita mendalami Alkitab, kita dihadapkan oleh berbagai macam persoalan yang kompleks tentang: apakah Alkitab itu?

Bagaimana Alkitab mendapat bentuknya yang sekarang ini? Siapakah yang bertanggungjawab atas isi Alkitab? Mengapa Alkitab dapat bertahan selama berabad-abad? Apakah Alkitab relevan bagi dunia masa kini? (Dianne Bergant 2002:2)

Pertanyaan-pertanyaan ini mengundang kita untuk semakin ingin mencari tahu tentang Alkitab. Di bawah ini kita akan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul (Pertanyaan dan jawaban yang diberikan berdasarkan dari buku Tafsir Alkitab Perjanjian Lama).

Apakah Alkitab itu? Alkitab merupakan tradisi keagamaan yang diakui suci karena diinspirasikan oleh Allah. Penerimaan komunitas atas tradisi suci melegitimasi bahwa tradisi tersebut diinspirasikan. Status ini disebut “kanonik” (Dianne Bergant 2002:3).

Bagaimana Alkitab menerima bentuknya yang sekarang ini? Sejarah terbentuknya Alkitab merupakan sejarah yang sangat panjang dan kompleks. Tradisi-tradisi yang ada digabungkan dan dipilih oleh kumunitas sebagai tulisan yang diinspirasikan. Hal ini dikerjakan oleh orang-orang atau kelompok-kelompok yang mempunyai kewibawaan untuk memilih.

Siapakah yang bertanggungjawab atas isi Alkitab? Para pemberi hukum yang terkemuka, para nabi, dan para pengajar yang nama-namanya tertulis dalam teks sendiri bukanlah satu-satunya yang bertanggung jawab akan bahan-bahan alkitabiah.

Ada juga para penyuting dan para pengumpul yang menyempurnakan dan menyeleksi bahan-bahan dari perbendaharaan sastra dan teologi jemaat (Dianne Bergant 2002:3). Mereka inilah yang bertanggung jawab atas isi Alkitab.

Mengapa Alkitab dapat bertahan selama berabad-abad? Dengan memperhatikan bahwa Alkitab berisikan bahan-bahan yang berasal dari masa lampau dan berasal dari budaya yang berbeda dengan budaya saat ini, kita hanya dapat mengagumi ketahanannya.

Sebabnya terletak dalam kenyataan bahwa orang beriman selama berabad-abad terus menerus yakin akan ciri autoritasnya. Mereka juga menganggap isinya sebagai normatif dan telah mencoba menyesuaikan hidup mereka dengan norma-normanya.

Apakah Alkitab relevan bagi dunia masa kini? Pertanyaan ini dapat menjadi pokok diskusi mengenai Alkitab dan relevansinya bagi dunia masa kini. Dalam hal ini orang tidak hanya bertanya: bagaimana Alkitab dapat berbicara kepada dunia modern, melainkan dapatkah Alkitab berbicara kepada dunia modern?

Pertanyaan pertama berkaitan dengan inspirasi dan yang kedua berkaitan dengan autoritas. Selalu muncul pertanyaan ‘apakah Alkitab masih punya nilai normatif bagi orang masa kini?

Keempat pertanyaan dan jawabannya mengundang kita untuk semakin ingin mencari tahu apa dan bagaimana Alkitab itu.

Di sini kita akan mencoba melihat lebih dalam apa itu Alkitab dalam perjalanan sejarahnya. Sejarah Alkitab memperlihatkan kepada kita bagaimana Alkitab terbentuk, bagaimana Alkitab digunakan dalam jemaat beriman dan bagaimana relevansi Alkitab bagi manusia masa kini. Lanjut Baca!

Wahyu, Kitab Suci dan Relevansinya di Masa Kini > 2 > 3 > 4


Daftar Pustaka
  1. Dianne Bergant, CSA & Robert J. Karris, OFM., Tafsir Alkitab Perjanjian Lama, Kanisius, 2002
  2. Dulles, Avery Dulles, Model of Rrevelation, New York, Maryknoll, 1992
  3. Jacobs, Tom Prof., Mistagogi, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Ilmu Teologi pada Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, 13 September 2003
  4. Komisi Kitab Suci Kepausan, Penafsiran Alkitab dalam Gereja, Kanisius, 2003.
  5. Raymond E. Brown, dkk.(ed), The New Jerome Biblical Commentary, Great Britain, 1989.
  6. Roger Haight, SJ., Dinamics of Theology, The Status of Scripture in The Churh.
  7. Walsh, John, Evangelization and Justice New Insights forChristian Ministr, New York, Maryknoll, 1982
  8. Yohanes Paulus II,Paus, Surat Ensiklik Fides et Ratio, Yogyakarta, 1999
  9. Yohanes Paulus II,Paus, Evangelii Nutiandi (terj.), Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, 1990
  10. Yohanes Paulus II, Paus, Ensiklik Redemtoris Missio (terj.), Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, 1990

Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.