iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Uang adalah Kita

Uang adalah Kita

Politik tanpa uang akan mempersempti wilayah persaingan Uang tanpa politik akan merusak sistem perekonomian. Uang dan politik sama pentingnya, apalagi terkait dengan demokrasi uang sangat penting dalam membangun iklim demokrasi. Semua dimensi hidup adalah uang! Ya, uang!

Kagak percaya ? Benar bahwa "uang bukan segalanya dalam hidup ini dan uang takkan kita bawa mati", tetapi statement bahwa "saat tidak punya uang sepeser pun hidup rasanya seperti mati" tak bisa juga kita pungkiri.

Inilah sebabnya mengapa para calon pemimpin di masa kampanye selalu menjual kecap "untuk kesejahteraan rakyat", atau dalam bahasa ekonominya, agar rakyat tidak merasa sudah mati ketika tidak punya uang.

Dan setelah mereka terpilih, janjinya memang terwujud, kendati dengan cara yang berbeda.Ada menyiapkan jalanan untuk rakyat yang ingin menjadi pengemis, gelandangan, pengamen, dst. Tetapi ada juga pemerintah yang menyiapkan pemukiman layak sembari menyiapkan lapangan pekerjaan bagi mereka yang sebelumnya aggota gepeng atau tunawisma tadi.

Tetapi intinya cuma satu, semua dimensi peradaban jaman ini dibangun dengan uang. Politik hanya salah satu bidang yang tak terhindarkan oleh tindakan pendistribusian uang secara tidak wajar. Di sisi lain, lembaga religius bahkan lebih rawan bermain dengan uang. Soalnya mereka punya pendapatan secara pasif dan selalu bertambah, dan dikelola atas nama Tuhan sesembahan mereka.

Bahkan ketika para pemimpin agama berteriak agar tidak mempertuhankan uang, serentak mereka juga tak bisa mengeelak kenyataan saat mereka pun menikmati fasilitas mewah - yang kebetulan dibeli dengan uang yang bukan mereka cari sendiri, juga meniduri kasur yang juga dibeli dengan uang pengikutnya.

Bila uang diperebutkan dengan cara yang tidak wajar, maka setan siap-siap untuk dipersalahkan. Tetapi bila uang dibiarkan menumpuk di satu tempat oleh pemiliknya yang kebetulan selalu tampil suci, maka ucapan syukur selalu ia lambungkan ke hadirat Allah yang Mahatinggi, karena uangnya aman dari bahkan berbunga dan berlipat ganda.

Pertanyaan yang muncul saat merenungkan kenyataan di atas adalah "Siapa sih pencetus kesepakatan yang menjadikan uang sebagai alat tukar?" Bisa jadi Tuhan, tetapi juga bisa setan lah sang pencetusnya.

Jadi, jawaban atas pertanyaan di atas selalu tergantung dari mana kita memperoleh uang dan untuk apa uang itu kita gunakan.
  1. Kalau Anda memaksimalkan demi kesejahteraan dan kekayaan Anda sendiri, maka Anda tergolong religius yang akan bersyukur setiap hari ke hadirat Allah SWT, tetapi di sisi lain Anda akan dianggap setanoleh mereka yang Anda rugikan.
  2. Sementara ketika Anda menggunakan uang demi kemaslahatan orang banyak, bahkan Anda bertahan dengan hidup sederhana dengan idealisme Anda sendiri, maka Anda tergolong orang yang tidak tahu bersyukur, karena berkat melimpah yang diberikan Allah enggak sempat Anda nikmati, malah sudah dibagi-bagikan ke orang lain. Tetapi serentak, bagi mereka yang Anda bantu, uang Anda adalah jembatan cinta antara Allah dengan mereka.
Begitulah uang, selalu
  • kita perberebutkan dengan dalil "segini saja sudah cukup";
  • kita cari siang malam dengan motto "rejeki akan datang sendiri"; atau
  • kita kumpulkan dengan alasan "uang tak akan dibawa sampai mati".
Uang adalah paradoks yang setiap kali menampilkan diri lewat pesona manusia dengan segala paradoksnya. Ada seorang pengusaha kaya raya tapi hidupnya sederhana, ada orang yang pas-pasan tetapi tampilannya seperti bos yang karya raya.

Akhirnya, kalau mau jujur, uang adalah kita, dan kita adalah uang. Uang nyaris tak ada bedanya dengan sosok kita: ia hidup, bernafas, bergerak, menjadi kutuk atau berkat, dan ia bergerak dinamis ke mana angin membawanya. So, apakah Anda siap menolak uang sepanjang hidup Anda?


Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.