iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Jalan Rusak di Simalungun

JALAN RUSAK adalah neologi yang saya temukan selama tinggal di Simalungun. Begitu akrabnya kata ini sehingga setiap orang, entah di kota hingga desa setiap orang seakan akrab dengan istilah ini.

Saat saya sering mengatakan, "Borit binongei tene anggo roh hu hutan nasiam on", maka mereka akan menjawab, "Ah, ham namin..pura-pura lang botoh ham dassa. On ma goran ni jalan rusak".

Dari puluhan propinsi, kabupaten, kotamadya yang pernah aku kunjungi, jalan raya di kabupaten Simalungun memang sangat memprihatinkan. Kondisi ini bahkan jauh lebih parah bila dibandingkan 5-10 tahun silam. Di Papu saja, jalan raya tergolong bagus. bahkan di Nias sekalipun terlihat bagus.

Masyarakat mengeluh, pemkab berkelit. Spirit gotong royong yang begitu agung diobral oleh bangsa Indonesia ke negara-negara lain seakan tak terlihat pula di salah satu kabupaten terluas di Sumatera Utara ini.

Masyarakat tak lagi tertarik bergotong royong memperbaiki lingkungan atau jalan di sekitar mereka. Padahal berharap kepada pemerintah pun tak ada artinya. Yang ada malah gaji aparat kecamatan, nagori/desa, RT/gamot malah dinaikkan dan fasilitas mereka ditambahkan. Kepala-kepala dinas diganti, camat-camat di 31 kecamatan direposisi, kepala desa dan kepala dusun pun turut diindoktrinasi oleh bupati.

Empat tahun kepemimpinan bupati incumbent kabupaten Simalungun adalah kepemimpinan tanpa 'jalan'. Ia tak tahu jalan raya rusak parah karena ia naik helikopter ke wilayah yang ia anggap setia pada kepemimpinannya.

Tapi inilah hebatnya para pemimpin kita. Menjelang pemilukada di penghujung tahun ini, pemkab yang dikomandoi bupati tiba-tiba peduli dengan pembangunan jalan raya. Anggaran pun dipublikasi, korban bencana alam pun disangoni, gereja dan tempat ibadat lain disambangi dan dijanjikan bantuan beruap uang 100-500 juta.

Demikian juga para pejabat yang tidak setia dibuang dan digantikan oleh pejabat-pejabat yang dipandang bisa menjaga 'kenyamanan' bersama di Pemkab dan menyetujui bahwa pembangunan jalan raya hanya penting menjelang pemilukada saja.

Bahasa politik di Simalungun memang bahasa poltik orde baru. Para pendukung yang pernah menikmati suap selalu mengingat perintah bosnya, "Hurang pe duit ai bani nasiam? Pindo ham ma. Na penting holi pas pemilihan bupati jangan ada dusta di antara kita. Ai porlu do idingat nasiam da." (Gimana, masih kurang uang yang kuberi? Minta saja, berapa pun saya kasih. Yang penting "jangan ada dusta di antara kita.")

Inilah bahasa pembangunan di kabupaten ini. Pemkab melupakan satu hal. Jangankan antar desa, antar kecamatan, atau antar kabupaten.. antar bidang di pemerintahan pun membutuhkan jalan, media penghubung untuk bekerjasama. 

Sebab, mengutip perkataan seorang sahabat yang sangat mencinta Simalungun, "Anggo dalan rusak, lang perekonomian dassa na rugi, tapi parfamilion pe ra do seda." (Jalan rusak tak saja menghambat pertumbuhan ekonomi, tetapi serentak juga bisa merusak silaturahmi antarkeluarga).

So, kepada pemkab Simalungun, entah siapa pun yang akan menjadi orang nomor satu pasca pemilukada di penghujung tahun ini, jangan sampai merusak relasi antar masyarakat, hanya karena jalan penghubung antar dusun/RT, nagori/desa, kecamatan dibiarkan rusak.

Turunlah dari helikopters sewaanmu dan berjalanlah lewat darat, sebagaimana juga masyarakat selalu memlintasi jalan darat yang rusak parah itu. Jangan sampai neologi baru lahir lagi.. yang tadinya Jalan Rusak maka sekarang akan menjadi Jalan Rusak Sekali.


Aih..aih..aih... Simalungun hu mase lalap malungun ham?

Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.