iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Masyarakat Sudah Pintar?

Masyarakat Sudah Pintar?

"MASYARAKAT sekarang sudah pinter. Begitu juga di kampung ini. Waktu caleg di kampung ini, si A kasih 50.000 per KK, si B 150.000 per KK. Yang menang ya si B," kata bapak si empunya warung di desa yang terletak di perkebunan PTP IV itu tadi sore.

"Saya sudah sejak tahun 70-an aku wis dadi TS (tim sukses) dan sejak itu aku sudah berpartai. Aku iki wis berpengalaman dadi TS dan alhamduliilah caleg atau cabup yang pernah pake jasaku mesti menang," kata seorang bapak lain yang duduk persis di samping si empunya warung kopi.

Begitulah percakapan mengalir dinamis di warung kopi di salah satu desa yang mayoritas penduduknya adalah petani sawit, sebagian pemilik lahan dan sebagian buruh tani.

"Memang ya uang tidak bisa membeli suara masyarakat di sini. Terkadang yang menang tidak selalu yang uangnya lebih banyak. So, kalau bapak mau menang, jangan buang uang dulu.

Nanti aja kalau menjelang hari H kita bagi-bagi uang yang lebih besar dari cabup lain," tegas seorang bapa muda yang sedari tadi tak risih bertelanjang dada di depan kami.

Kami berlima yang hadir di tempat itu hanya diam terpelongo, seperti anak TK mendengarkan dongeng dari ibu guru yang rupawan.

Ya, kami hanya mendengarkan dan sedikit nyeletuk memberi semangat untuk membongkar praktik 'money politic" di tengah masyarakat Simalungun ini.

Si Pak Tua yang dari tadi tak berhenti berbicara tiba-tiba menghentakkan kebingungan kami,

"Tapi biasanya pak, setelah para caleg dan cabup itu terpilih, kami malah enggak diingat. Tak satu pun janjinya ditepati. Mau ketemu bupati atau anggota DPRD yang telah kami menangkan itu rasanya seperti sulitnya masuk surga. Raskin (beras untuk rakyat miskin) pun malah tidak tetap sasaran.

Yang kaya kok malah dapat dan yang miskin malah beli duaribu per kilo," katanya dengan nada yang lebih lembut sambil menghisap rokoknya.

Kami diam sejenak dan sebelum memohon pamit, saya bertanya,
"Lalu milih mana, pak... memilih cabup yang "cerdas dan melayani masyarakat secara nyata" atau memilih cabup yang "menyuap kalian Rp 150.000 per KK tapi tak memperhatikan kalian?"

Mereka diam sejenak...
tetapi tak lama kemudian mereka kembali ke 'refrain',

"Tapi pak di tengah masyarakat sudah terlanjur bermental 'wani piro."

Kami hanya menjawab, "Ya berubah toh paak..pak... !" sambil menyalami mereka untuk pamit di penghujung mentari sore tadi.


Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.