iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Membiasakan Hidup Yang Benar



"Zaman kita lucu, kita ngomong bener tapi disalahin, ngomong di depan eh dimaki-maki. Masyarakat kita sebenarnya siap enggak sih untuk sama-sama berbuat benar?"  (Ahok, Jakarta, Sabtu 25/4/2015).

Dimensi kultural kehidupan masyarakat kita sering berjalan secara tidak konsisten. Tak jarang pula kehidupan antar anggota masyarakat berlangsung dalam ambiguitas dan diwarnai paradoks.

Dalam konteks kehidupan berpolitik, baik di tataran lokal maupun di tingkat nasional, inkonsistensi tadi tampil saat meramu isi pikirannya; juga saat mengutarakan isi pikirannya secara ambigu serta saat bertindak secara paradoks.

Relasi sosial antar anggota masyarakat sering berlangsung dalam tegangan antara pikiran, perkataan dan tindakan sebagaimana telah disinggung di atas. Isi otak, kualitas omongan seringkali malah bias dalam tindakan.

Hal ini digambarkan dengan tajam dalam syair sebuah lagu Batak, "Ho do manortor dohot au hutur-hutur" (kau yang menari aku yang ikutan goyang).

Ungkapan ini menjelaskan salah satu kebiasaan kita, yakni "mudah terpengaruh pada apa yang dikatakan, dipikirkan dan dilakukan orang lain", bahkan tanpa memahami secara pasti teks dan konteks dari hal yang ia tiru itu.

Rasanya tak bisa kita sangkal bahwa wilayah Indonesia masih dihuni oleh banyak orang yang dalam hidupnya doyan ikut-ikutan. Dan yang paling bahaya justru ketika orang yang diikuti itu salah atau keluar dari jalur yang telah disepakati.

Bahanya lagi ketika hal tersebut menjadi kebiasaan, bahkan men-tradisi, bak tradisi adat lainnya. Mana yang benar: "pasintonghon hasomalon" atau "pasomalhon hasintongon".

Kehidupan sosial politik ditengah masyarakat kita memang terlihat lucu. Mayoritas masyarakat, dalam mengekspresikan dirinya masih berkutat di antara (in between) "pasintonghon hasomalon" (meluruskan kebiasaan) dan "pasomalhon hasintongon" (membiasakan hidup dalam kebaikan).

Sudah bukan rahasia umum lagi kalau politik dan kekuasan tak pernah bisa dipisahkan dari praktik money politic alias politik transaksional yang diraih dengan menggadang-gadang isi dompet.

Kebutuhan akan uang membuat tensi antara "benar dan salah" begitu tinggi.