iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Bertutur

Bertutur
Dalam keseharian kita bertemu orang-orang yang selalu berbeda. Itu juga kalau kita tak hanya diam dan duduk di dalam kamar atau rumah. Kata “berbeda” menunjukkan bahwa setiap pribadi yang kita jumpai pasti memiliki karakter masing-masing, dan pasti unik.

Ada orang yang memang berkarisma, hingga banyak orang sungguh terpesona atas kehadirannya di samping kita; tetapi ada juga orang yang biasa-biasa alias data-datar saja dengan ekspresi yang flat alias datar pula.

Juga tak terhindarkan ketika kita harus bertemu yang tubuhnya gelisah, gak bisa diam dan grasak-grusuk; tetapi serentak tak terhindarkan juga untuk bertemu orang yang membuka mulut alias berbicara hanya saat disapa atau ditanya saja.

Masih banyak tipe-tipe orang yang saban hari bertemu dengan kita atau yang memang sengaja kita temui. Aku tak bermaksud membentangkan jenis-jenis manusia di Kronologi fesbukku ini. Hanya saja aku tertarik dengan cara seseorang bertutur, berkata-kata atau berbincang.

Hari-hari ini banyak orang memperbincangkan soal tatakrama berbicara di depan publik. Ini terkait dengan cara “Ahok marah-marah dan cenderung kasar dalam berbicara” atau beberapa anggota DPRD DKI yang berasal dari latar belakang partai agama justru menyebut AHOK dengan salah satu binatang yang paling banyak dipelihara manusia.

*****

Tutur [kata] (n) berarti ucapan, kata, perkataan atau perkataan yang diucapkan atau kata yang diujarkan/diutarakan (KBBI ). Bertutur-kata (v) berarti bercakap; berkata atau berbincang-bincang.

Cara seseorang menuturkan (v) atau mengucapkan, melafalkan, menyebutkan, mengatakan, menceritakan, atau mempercakapkan sesuatu erat terkait dengan karakternya. Si pendiam, misalnya menghidupi bahwa kata-kata itu sangat berharga, hingga tak boleh ‘dijual murah’. Sementara si cerewet selalu menghambur-hamburkan kata-kata untuk mengekspresikan dirinya.

Kendati kata erat terkait denga karakter seseorang, namun apa yang dikatakan seseorang tak lantas bisa kita jadikan sebagai esensi atau hakikat dari ke-diri-an mereka yang sesungguhnya. Seseorang menyebut “Anjing kau!” kepada seekor anjing tak bisa dikatakan sebagai orang yang suka melecehkan.

Kalimat “Anjing kau!” hanya akan bermakna hinaan bila diucapkan kepada manusia lain. Itu juga kalau orang yang mendengarnya itu merasa terhina.

Tiap kata atau kalimat, juga cara seseorang menuturkannya selalu terkait dengan konteks. Untuk itu, hal pertama yang harus kita lakukan sebelum membalas perkataan seseorang adalah konteksnya.

Dalam bahasa lisan, dan terutama bahasa tulisan, kita harus menganalisa secara cepat dan tepat cara seseorang bertutur, yakni 5W=1H (What, Who, Where, When, Why dan How?).

Artinya, sopan atau tidak sopannya ucapan seseorang erat terkait dengan karakter personalnya dan serentak tak terpisahkan dari isi ucapannya, alamat ucapan itu ditujukan, kapan dan dimana ucapan itu disampaikan, alasan dibalik ucapan itu dan bagaimana cara si subyek menyampaikannya.




Lusius Sinurat

Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.