iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Passion vs Fashion di Pasar

Passion vs Fashion di Pasar

PASAR seringkali memaksa Anda harus berlangganan sesuatu barang/jasa yang sesunggguhnya Anda tidak membutuhkannya. Tak jamak lagi realitas di mana pasar mengindoktrinasi Anda untuk mengutang kepada penjual, hingga Anda harus membayarnya secara berkala.

Pasar begitu lincah menggoyang lidah para penikmat makanan dan pencinta dunia kuliner. Pasar juga berhasil mendandani tubuh-tubuh wanita hingga tampil 'berharga' di mata 'dunia.

Demikianlah pasar telah mengubah bau badan menjadi bau kembang, mempermulus kulit para gadis belia dengan berlangganan cream siang dan cream malam.

Pasar jugalah yang telah berhasil menyiapkan sangkar manusia bernama "hunian idaman" dan di jual dengan harga paling murah, "hanya 3 milyar rupiah".

Pasar begitu cerdas mendikte Anda, dan seolah-olah pasar lebih tahu masa depan Anda lewat progpaganda, "Anda bohong bila mengatakan bahwa Anda tidak membutuhkan barang X ini!"

Pasar adalah ring pertarungan sengit, baik antara penjual dengan penjual, antar penjual dan pembeli, bahkan antara pembeli dengan pembeli. Di sini lah letak ketangkasan pasar, yakni memainkan psikologi massa lewat indoktrinasinya yang luarbiasa dahsyat: "Kami hanya menyediakan apa yang Anda butuhkan."

Mari kita belajar dari tangan-tangan tak terlihat (invisible hands) yang memainkan pasar dengan apik, yang membenturkan berbagai keinginan dan kebutuhan, yang menyiapkan jalur-jalur mini bagi siapa saja yang ingin jalan berdesakan.

Kita bisa belajar dari cerdiknya tangan-tangan tersembunyi itu, yakni orang-orang yang selalu mampu melihat manusia berdasarkan keinginan dan kebutuhan manusia. Serentak pasar akan menggiring siapa saja yang punya "passion" harus menggandrungi "fashion".

Dinamika hidup kita berlangsung di pasar, yang menggeliat di saat harga beli tinggi dan harga jual turun. Hidup kita sungguh berjalan dari lobi, selasar dan toko-toko yang memasarkan berbagai produk yang Anda inginkan atau butuhkan.

Pasar selalu mengajari kita belajar keseimbangan. Bahkan lebih saklek lagi, seorang teman yang berprofesi sebagai dosen ekonomi di salah satu universitas negeri di jakarta, mengatakan bahwa "pasar itu bak tubuh wanita yang selalu menginginkan polesan agar para pria tak memalingkan muka."

Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.