iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Pejuang Sesungguhnya

"Kita tak perlu mengangkat senjata lagi untuk berjuang seperti para pahlawan yang telah memperjuangkan kemerdekaan republik ini," kata si empunya sabda yang menohok, pak Ahok.

Benar, Pak Ahok. Semua masyarakat Indonesia sesungguhnya tahu kendati, tetapi tak menyadari hal itu. Kurangnya kesadaran itu juga  bersumber dari pengalaman nyata masyarakat sebagai hasil 
dari perjuangan para pahlawan terdahulu. 
*****
(1)

Ir. Soekarno yang menggebu-gebu dan Drs. Mohammad Hatta yang kalem untuk pertama kali mencoba memaknai perjuangan kemerdekaan bangsa ini. 

Asa masyarakat sempat membuncah dan sempat muncul impian baru, bahwa RI akan menyamai negara besar seperti Rusia, Tiongkok hingga Amerika Serikat. 

Mimpi itu cukup lama bertahan, kendati kenyataan nyata ditengah masyarakat tetap memprihatinkan, dan hanya emas di pucuk monas sebagai penghibur lara saat itu.

(2)

Lalu datanglah Soeharto, the Smiling General yang membabat habis mimpi masyarakat tadi dan menggantinya dengan REPELITA demi membuai mimpi baru. 

Sang jenderal yang mengangkat dirinya sendiri sebagai jenderal besar itu justru bukannya menyamai negara-negara adidaya di atas, melainkan justru menggantungkan ekonomi Indonesia kepada tiga negara tersebut.

Kejatuhan rezim Sukarno oleh Suharto, yang diikuti oleh kejatuhan rezim Suharto oleh rakyatnya sendiri sepertinya akan membuncah kembali asa yang pernah digaungkan oleh Sang Proklamator, 

"Kita adalah negara besar 
Negara kita tak mau didikte oleh negara manapun: 
"Go to hell, Amerika! 
Inggris kita linggis! 
Ganyang Malaysia!" 

Sekali lagi apa daya. Negara kita masih seperti dulu: berharap pada bantuan asing. Anak-anak bangsa masih harus makab beras Thailand, Philiphina dan Vietnam, dan menggoreng daging sapi dengan minyak goreng asal Malaysia. Bahkan pada saat demonstrasi mahasiswa 98, ban mobil merek Pirelli dan Radial atau berbagai jenis barang importlah yang dibakar.

(3)

Di tahap peralihan, yang sering disebut masa Reformasi ini, muncullah mantan wakil presiden terakhir dari Soeharta, yakni seorang profesor teknik, Profesor Habibie. Di masa peralihan awal inilah negera seperti berjuang melawan penjajah besar, yakni dirinya sendiri.

Timtim berpisah dari Indonesia, Aceh semakin bergejolak, di Jakarta terjadi perebutan kekuasaan antar beberapa Jenderal, berbagai pemberontakan di daerah, dan kerusuahan-kerusuhan yang sifatnya parsial pun ikut menghiasa pemerintahan kita.

De era Habibie menjadi menteri riset dan teknologi hingga menjadi presiden oleh ketetapan undang-undang pasca lengsernya Suharto, Habibie telah berhasil membidani lahirnya pesawat terbang yang tak mampu berjaya di angkasa.

Demokrasi berjalan semakin lincah. Masa reformasi sepertinya menjadi masa perjuangan kemerdekaan dalam konteks melawan diri kita sendiri: korupsi yang merajalela, kolusi yang selalu menjadi sensasi dan nepotisme yang kerap dijadikan alasan regenerasi.

(4,5,6)

Itu sebabnya gaung Reformasi tak begitu lama menggema, entah setelah Gus Dur terpilih oleh sistem perwakilan hingga dilengserkan dan diganti Megawati. Begitu juga setelah SBY terpilih secara demokratis dan memerintah selama dua periode.

Masing-masing dari ketiga presiden yang disebut terakhir ini memang memiliki prestasi sendiri dari mengisi makna kemerdekaan RI itu sendiri. Gus Dur membua cakrawala kita tentang pola pandang mayoritas versus minoritas dan universal versus parsial dengan menekankan kesamaan hak dan kewajiaban setiap warga. Di masa Gus Dur lah Kepercayaan Lokal dianggap.

Mega membuka cakrawala tentang pentingnya badan pengawas korupsi, hingga lahirlah KPK. Sementara SBY tidak secara signifikan menggiring negara ini pada perubahan yang monumental, tetapi harus diakui bahwa di era SBY banyak pejabat, termasuk menteri telah digiring ke penjara Sukamiskin.

(7)


Akhirnya, pada ulang tahun kemerdekaan RI ke-70, secara monumental RI mengalami perubahan yang signifikan dalam hal "perjuangan mengisi kemerdekaan". Bagaimana tidak, terpilihnya Jokowi pada tanggal 9 Juli 2014 lalu merupakan momentum teragung perjalanan demokrasi di Indonesia. Jokowi secara dramatis memenangkan pemilihan presiden dengan mengalahkan mantan menantu sang penguasa orde baru.

Mengisi kemerdekaan lewat perjuangan di sepanjang pemerintahan Jokowi yang baru berumur 1 tahun mulai terlihat. Prestasi di bidang ekonomi, terutama dalam hal stabilitas ekonomi negara kita semakin baik.

Situasi politik pun berangsur baik, dan perlahan tapi pasti, mereka yang tadinya membenci dan kontra Jokowi perlahan-lahan mulai mendukung pemerintah.

Tantangan demi tantangan memang tak mudah, tetapi dengan kegigihan dan keuletan seorang Jokowi di tingkat nasional dan munculnya tokoh-tokoh pemberani dan punya semangat nasionalisme yang tinggi, seperti Ahok, Risma dan lain sebagainya membuat usaha mengisi kemerdekaan itu semakin terlihat hasilnya.

Masyarakat sangat berharap agar pemerintah, baik di pusat maupun daerah agar berbenah, bukan pertama-tama agar diperhatikan oleh bangsa lain, tetapi terutama agar masyarakat Indonesia semakin sejahtera, selamat dan sentosa sebagaimana diamanahkan oleh Pancasila dan UUD 1945.


Selamat hari Pahlawan
Medan, 10 November 2015


Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.