iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Bukan


"Aku bukan salah satu dari orang itu (Yesus)," jawab Petrus sebanyak 3 kali saat perempuan di perapian menanyakan keberadaannya. Dimensi salib, bukan pertama-tama perihnya luka yang dialami Anak Manusia yang kita imani sebagai the Son of God. DeritaNya juga bukan pesoalan sakit hatinya kepada massa Yahudi yang karena provokasi imam-imam agung turut menghujamnya dengan cercaan.

Dimensi salib yang jauh lebih kontekstual saat ini adalah rasa sakit akibat keberadaanya disangkal, apalagi itu dilakukan orang terdekatNya.

"BUKAN! AKU BUKAN BAGIAN DARI ORANG ITU," tutur Petrus dalam rasa takut bercampur rasa bersalah.

Penyangkalah Petrus menjadi simpulan atas ungkapan cintaNya kepada Tuhan tak lama sebelumnya.... "Tuhan, Engkau tahu, betapa aku mencintaiMu lebih dari siapa pun," ujar Petrus dengan semangat, kendati dengan kesan menjilat.

Secara simbolik, 3 kali ungkapan cinta menjadi hampa ketika 3 kali ungkapan penyangkalan dirinya sebagai pengikut Tuhan, membuat Petrus seolah-olah kembali ke titik nol.

Di titik inilah Petrus mengalami salib. Tuhan tahu itu. Tuhan memahami insting kemanusiaan Petrus yang takut mati konyol hanya karena mengaku sebagai bagian dari kehidupan Sang Guru.

Tuhan tak marah. Ia memberi waktu kepada Petrus untuk mengubah kata-akta "bukan" menjadi "Ya" agar ia tak lagi mengalami titik hampa:

"Aku mencintaiMu, Tuhan, tetapi aku juga sekaligus menyangkalMu. Aku tahu itu sakit, tetapi aku juga tak mau mati sekarang. Aku hanya Engkau beri waktu untuk memantapkan jalanku dalam mengikutiMu."

Raga Yesus memang merana di salib, tetapi perasaanNya berkecamuk. Ia mencintai murid-muridNya, juga para pengikutNya yang lain. Ia sebetulnya ingin lebih lama lagi berkarya di dunia, tempat di mana cinta dan benci tak tampak berbeda.

JiwaNya bergolak, karena Tuhan sungguh menyadari bahwa Ia akan kehilangan nyawanya diiringi oleh ketidaksetiaan, penyangkalan, ketakutan, bahkan menghilangkan diri saat ia digiring ke puncak Golgota.

Yesus memang diutus sebagai representasi Allah, bukan superman yang memberangus dan mematikan segala musuh. Yesus juga tak tidak diutus Allah sebagai manusia raksasa macam Hulk atau nabi lain yang selalu memenangkan perang dan membunuh bangsa lain atas nama Allah yang diimaninya.

Bukan... YESUS bukan ORANG HEBAT dalam konsepsi kita. Ia bukan jagoan yang tak pernah kalah saat berperang.

Yesus adalah manusia istimewa, yang anti kekerasan disaat ia bisa memusnahkannya sekejap. Ia tahu sakitnya cambukan dan sayatan pedang justru di saat Ia bisa mempertontonkan kekebalan tubuhNya.

Salib, tempat di mana Anak manusia tergantung hingga mati, adalah lambang kehadiran Allah dengan caraNya sendiri.

Sebagaimana salib yang tegak ke atas, dan membentang kesamping, peristiwa penyaliban dan kematian Yesus memang akhirnya mampu menjangkau ruang dan waktu untuk menyelamatkan kita dari dosa dan kejahatan kita.

Allah yang dihadirkan Yesus oleh karenanya adalah Allah yang mencinta tanpa syarat dan tanpa batas. Ia bahkan tak murka ketika saat tertentu kita menyangkalNya penyelamatan yang dilakukanNya.

Pengalaman spiritual hari ini adalah pengalaman kekosongan (kenosis), di mana kita mengalami betapa cinta Allah adalah cinta yang tak masuk akal.

Tetapi serentak, pengalaman kekosonga itu seakan terisi oleh kata-kata Yesus dalam penampakan pasca kebangkitanNya,, "Jangan takut, aku menyertaimu sampai akhir zaman!".....

Mari mengubah kata "BUKAN!" menjadi "YA" dalam mencintai sesama kita.


Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.