iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

BODT dan Soft Tourism Versi Mgr. Anicetus Sinaga

BODT dan Soft Tourism Versi Mgr. Anicetus Sinaga

Membaca pemaparan Surat Uskup Agung Medan Mgr. Dr. Anicetus Sinaga, OFMCap yang dirangkum oleh Harian Tribun dengan judul "Gereja Katolik Surati Presiden Jokowi Soal Pegembangan Pariwisata di Kawasan Danau Toba" (Minggu, 5 Juni 2016), saya tergoda untuk meramunya kembali.

Saya sangat yakin apa yang disampaikan secara tertulis oleh Mgr. Anicetus Sinaga kepada Presiden Jokowi merupakan hasil refleksi Gereja Katolik, khususnya di Keuskupan Agung Medan (KAM) dan Bapak Uskup sendiri tentang pengembangan parawisata kawasan Danau Toba dengan label "Monaco of Asia" yang nantinya akan berada dibawah otoritas Badan Otorita Danau Toba (BODT).

Mgr Anicetus, sebagai pimpinan tertinggi otoritas gereja di KAM sangat memahami persoalan di wilayah pelayanannya. Gereja Katolik KAM sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari seluruh realitaskehidupan dan perkembangan masyarakat di Kawasan Danau Toba.

Wilayah pelayanan KAM sendiri meliputi wilayah Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Aceh. Ini menjadi alasan mengapa seorang uskup harus turut menggemakan suara umat Katolik atas rencana pengembangan parawisata di Danau Toba (selanjutnya disingkat BODT).


A. LATAR BELAKANG

KAM menjadi bagian penting dari civil society di Kawasan Danau Toba, khususnya di kabupaten Samosir (dengan populasi umat Katolik sekitar 50%) dalam menyambut rencana BODT dari pemerintah pusat itu. Fakta ini kiranya menjadi alasan mengapa pemerintah pusat harus meminta pendapat dari Bapak Uskup tentang pembentukan BODT sebagai badan yang menaungi pengembangan kawasan Danau Toba.

Atas dasar itu pulalah Mgr Anicetus menyadari dengan sungguh betapa BODT akan berefek secara langsung kepada masyarakat Samosir dan 7 kabupaten sekitarnya.

Selain itu, jauh sebelum Indonesia merdeka, Gereja Katolik KAM sudah hadir dan secara nyata telah memulai pengembangan sosial-ekonomi-budaya di Kawasan Danau Toba yang mencakup layanan pendidikan, kesehatan, pelayanan sosial, pemberdayaan ekonomi, spiritual keagamaan, dan pengembangan budaya yang terus berlanjut hingga saat ini.

Sebagai seorang Batakolog yang sangat paham betul dengan kultur Batak, Mgr Anicetus pasti memahami suara umatnya, termasuk berbagai masukan penting dari para imam dan tokoh Katolik, terutama yang berdiam atau berkarya di 7 kabupaten wilayah jangkauan BODT.

BODT dan Soft Tourism Versi Mgr. Anicetus Sinaga
Mgr. Dr. Anicetus Bongsu Sinaga OFM Cap


B. PESAN BAPAK USKUP

Gereja Katolik, dalam hal ini Keuskupan Agung Medan MENDUKUNG rencana pemerintah untuk mengembangkan parawisata di Danau Toba dibawah otoritas Badan Otorita Danau Toba (BODT), tetapi dengan beberapa catatan penting berikut ini:

  1. Gereja mendorong agar pembangunan parawisata yang akan dilakukan mengedepankan soft tourism yang bertanggung jawab terhadap kelestarian alam, memenuhi kebutuhan masyarakat lokal yang berkelanjutan, berkeadilan serta menjunjung tinggi martabat manusia dan masyarakat adat.


  2. Gereja menolak hard tourism yang tidak sensitif terhadap alam, berorientasi jangka pendek dan tidak memberdayakan masyarakat lokal karena dianggap akan berdampak terhadap realitas hidup masyarakat di bidang ekonomi, sosial, pendidikan, kesehatan, budaya, dan kelestarian lingkungan.

Mgr. Anicetus memberikan beberapa catatan penting lainnya:
  1. Bertanggung jawab terhadap kelestarian alam (pendekatan ekologis) - Hak pemanfaatan dan hak agararian masyarakat terhadap sumber daya alam tersebut hendaknya diakui dan dijamin dalam pembangunan parawisata di Kawasanan Danau Toba dan kearifan lokal dalam pengelolaan sumber daya alam kiranya dapat dihidupkan kembali.

  2. Memenuhi kebutuhan masyarakat lokal yang berkelanjutan (pendekatan ekonomis) - Parawisata yang dikembangkan kiranya mengadopsi pendekatan pro-poor tourism yang berpihak kepada kaum miskin yang meningkatkan ekonomi kaum lemah.

  3. Berkeadilan serta menjunjung tinggi martabat manusia dan masyarakat adat (pendekatan budaya) - Pengembangan parawisata kiranya berorientasi nilai dan bermartabat yang mengintegrasikan penghormatan terhadap sistem sosial, sistem budaya, dan pranata lokal untuk mencegah dampak negatif terhadap budaya lokal

Intinya, restorasi dan penataan ruang Kawasan Danau Toba hendaknya memperhatikan kepentingan masyarakat lokal.

Akhirnya, pembangunan pariwisata kiranya memberi ruang partisipasi bagi masyarakat setempat dan komponen civil society tidak hanya dalam bidang ekonomi tetapi secara holistik semenjak perencanaan untuk mencapai tujuan yang hakiki, yaitu masyarakat adil, sejahtera, dan bermartabat.

Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.