iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Cintailah Indonesia


Aku selalu terharu biru saat menonton kesaksian orang-orang Indonesia yang berbuat sesuatu sebagai bukti kecintaan mereka untuk Indonesia, entah mereka yang tinggal di negeri asing, tapi juga mereka yang tinggal dan tumbuh di negeri indah ini.

Mencintai Indonesia tak membuat mereka lalai pada latar belakangnya: entah suku, agama, ras, golongan, atau ikatan parsial lain yang melekat pada dirinya sendiri.

Bagi mereka, ikatan-ikatan parsial itu adalah pelengkap cintanya untuk Indonesia. Nyatanya, mereka tak sekedar menyukai Indonesia, tetapi sungguh mencintai Indonesia

Kata Budha, "Bila kita menyukai bunga, maka kita akan memetiknya, tetapi bila kita mencintai bunga maka kita akan menyiramnya."

Demikian mereka mencintai Indonesia tanpa merusak alamnya, tanpa melakukan genosida atau pembantaian dan pembumi-hangusan suku tertentu, juga tak merusak kenyamanan hidup bersama ditengah jamaknya perbedaan.

Mereka yang mencintai Indonesia, oleh karenanya bukanlah mereka yang mudah mengatakan "kafir" kepada orang Indonesia lain hanya karena mereka mencintai kemajemukan warga bangsa ini. Sebab, sesungguhnya, tak ada orang yang mampu mencintai Tuhan, Sang Pencipta Semesta, bila kita tak mencintai MahakaryaNya.

Bukankah negeri ini salah satu dari MahakaryaNya itu? Sungguh, kita tak mungkin mencintai dunia tanpa mampu mencintai tanah tempat kita berpijak. Demikian juga mencintai Indonesia adalah ungkapan cinta pertama kita untuk mencintai bumi dan segenai isinya.

Tak ada larangan agama mana pun untuk mencintai negara dan bangsanya sendiri, termasuk ketika warga bangsa Indonesia mencintai negerinya sendiri.

Kata kitab-kita suci agama Samawi, "Tuhan tak memberi beban diluar kekuatan kita". Demikian juga bangsa ini dianugerahi kemajemukan suku, agama, ras, bahkan struktur tanah yang berbeda oleh Tuhan, justru karena kita mampu merawat dan menjadikannya sebagai media persatuan.

Sejarah telah membuktikan bahwa kita mampu, dan memang kita sangat mampu mengatasi perbedaan itu. Para pahlawan kita bahkan mampu mengkonversi perbedaan itu sebagai "senjata ampuh" untuk melawan penjajahan. Oleh karena itu, mencintai Indonesia tak lain adalah pijakan dasar untuk kita semua. Tak pedulu suku atau agama apa pun kita.

Sebab, kita mengenal agama Hindu yang datang dari negeri India di atas tanah Indonesia, kita mengenal Budha juga di atas tanah ini. Begitu juga kita mengenal Islam yang lahir di jazirah Arab pun di atas tanah Indonesia, dan kita mengenal agama Katolik dan Protestan juga di atas tanah Indonesia.

Di atas tanah air Indonesia ini pula, berdasarkan kongtur tanah dan iklimnya terbentuk berbagai budaya bernama Batak, Jawa, Tionghoa, Makasar, Bugis, Sunda, Jawa, Papua, dst. Maka akan terasa aneh ketika kita menghakimi, bahkan menyangkal Indonesia hanya karena kita Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Budha, Kong Hu Cu, dst sembari mengutuk negeri ini karena tak memberi tahta kepada agama yang kita anut.

Akhirnya, sahabat-sahabat Indonesia, tak ada alasan bagi kita untuk tidak mencintai Indonesia hanya karena kita lebih merasa Islam, lebih merasa Kristen, lebih merasa Budhis, lebih merasa Hinduis,, dst. Itu alasan yang lahir dari mereka yang hendak memecah persatuan negeri.

Sungguh tak ada alasan bagi orang beragama untuk mengembalikan Yahwe ke tanah Yahudi, memaksakan Allah kembali ke Palestina, memaksakan Allah SWT kembali ke tanah Arab, mengembalikan Sang Ada ke negeri Cina, atau memaksa Sang Transenden kembali ke tanah Jepang, lalu kita mengatakan Indonesia bukan tempat yang cocok untuk DIA.

Kita memang sering betah dengan suku, budaya dan terutama dengan agama yang kita anut. Begitu nyamannya kita dengan identitas sekunder kita itu, hingga kita lupa identitas primer kita: Indonesia. Ibarat duduk berlama-lama di kursi empuk, kita suka lupa dengan pantat kita yang jorok hingga membuat kursi itu bau dengan kentut kita, dan menjadi kotor dengan sisa-sisa keringat kita.

Akhrinya, jangan pernah melupakan Indonesia, bila memang kau seorang warga Indonesia yang lahir dan bertumbuh di Indonesia, atau ketika kau sadar bahwa leluhurmu adalah orang Indonesia, kendati kau tinggal di negeri orang.


Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.