iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Eh, Ada e-KTP

Eh, Ada e-KTP
Tahun sepanjang tahun 2009-2014 mendagri kita hanya satu tugasnya, yakni "memaksa WNI mengganti ID Card mereka dari KTP menjadi e-KTP.

Ya, rasanya hanya itu saja kerjaan mendagri. Hanya sesekali melantik gubernur, bupati atau walikota baru.

Tahun 2013-2015, saat aku masih tinggal di Semarang, banyak teman-teman saya yang begitu heboh dengan e-KTP ini.

Isu sosiologis yang ditawarkan para sales e-KTP adalah anggapan bahwa e-KTP akan menjadikan masyarakat Indonesia menjadi warga digital, yang sejajar dengan Jerman dan negara lain yang menerapkannya.

Tampaknya gaya sales mendagri Gamawan Fauzi, yang juga diamini oleh Mendagri Tjahyo Kumolo ini berhasil.

Banyak juga temanku yang merasa panik dan takut kehilangan hak kewarganegaraan mereka bila tak punya e-KTP.

"Abang kok gak mau bikin e-KTP? Ntar abang gak dibolehin lagi naik pesawat. Belum lagi semua data pribadi abang di Bank asuransi, email, SIM, pasport, dst akan otomatis dihapus loh," seru seorang temanku yang bekerja sebagai dosen psikologi Unika Soegijapranata dengan mimik panik.

Temanku tadi tak sendirian. Aku lihat sendiri ada banyak orang berbondong-bondong ke kantor lurah di Jalan Menoreh Semarang kala itu. Di beberapa kelurahan dan kecamatan bahkan banyak warga Semarang rela antri bahkan harus inden kayak beli Ponsel produk terbaru yang belum dijual di pasaran. Mereka semua rela melakukan hal itu hanya demi mengkonversi KTP mereka menjadi "e-KTP".

Luarbiasa animo warga Semarang saat itu. Padahal sistem yang tak siap, SDM yang buta teknologi dan berbagai persoalan lain nyatanya justru menambah kepanikan mereka.

Kabinet ganti, presiden ganti dan DPR ganti. Namun ketidakpastian megaproyek e-KTP tetap berlangsung. Mendagri yang baru, Cahyo Kumolo tampaknya sejalan dengan Fauzi Gamawan soal keharusan warga memiliki e-KTP.

Wajar. Bisnis harus jalan. Modal belum kembali. Jangankan untung. Modal cetak blanco saja justru menyebar ke kantong para menteri, DPR, bahkan beberapa pejabat kemendagri saat itu. Tapi dulu tak ada yang tau berapa modal yang ditanam pemerintah SBY dari APBN saat itu.

Bahwa selisih antara modal kumulatif tak seimbang dengan jumlah e-KTP yang telah berhasil dicetak justru baru diketahui di era Jokowi. Ya, di tahun ini.

Anda punya e-KTP? Berarti Anda warga yang baik, dan patuh pada pemerintah, terutama mendagri. Tapi kalau Anda tak punya e-KTP maka Anda bisa saja warga yang bodoh karena tak mau produk gratis yang modalnya dari pajak Anda.

Persoalannya, dalam konteks hukum, bila kini Kasus Megakorupsi yang kini menjerat semakin banyak pejabat digiring ke pangdilan, maka semua warga yang sudah punya e-KTP semestinya turut terseret.

Soalnya, mereka mau membeli/menerima sebuah produk yang mereka sendiri tak sadar kalau produk itu hasil kerjaan para penilep uang negara, termasuk yang bersumber dari pajaknya.

Tapi, ya...sudahlah. Kita terima saja kenyataan blanko e-KTP gak cukup, sebab akhirnya kita baru tahu kalau modal untuk membuat e-KTP sudah gabis dilahap para koruptor bajingan yang tak lama lagi akan berkostum orange milik KPK.

Hanya saja, seperti biasa, masyarakat sedang berhadapan dengan aparat pemerintah yang sangat kompak dan saling melindungi satu sama lain.

Aduh.... gara-gara nulis ini KTP-ku yang belum "e-" ini malah terlihat semakin gagah dengan lapisan plastik laminating yang sudah mulai lekang.

Besok-besok, masa berlaku KTP ku abis, mau kupesan deh e-KTP dengan foto Emma Watson yang cantik ini. Ha ha ha...

#AmangTaheAkkaSirabunDoKoruptorOn


Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.