iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Greg, Sang Antitesis

Sosok Albertus Gregory Tan adalah antitesis dari anggapan bahwa banyak anak muda tak terlalu peduli pada hidup menggereja. Seingatku, aku belum pernah bertemu langsung dengan Greg. Tapi ada masa dimana kami berkomunikasi di dunia maya, entah sekedar basa-basi atau berdiskusi tentang hidup menggereja.

Sesekali Greg kusapa, kupuji upayanya dan sosoknya sering kujadikan "bahan seminar, retret dan training" di kalangan gereja.

"Greg, lu jadi pastor sekalian k'nape?" godaku iseng saat kami bertukar sapa di inbox facebook.Dasar Greg. Dia ini nakal. Anda tahu apa jawabannya ke aku?

"Gak ah. Abis, yang udah nyaris jadi pastor aja malah keluar tuh," sindir Greg. Entah siapa yang ia maksud. Nyatanya aku yang pernah nyarias jadi pastor merasa kesindir juga sih. Ha ha ha.

"Asem. Kena nih gue," jawabku singkat. Kami pun terbahak bersama, kendati hanya di dunia maya, dengan berbagai emoticon lucu.

Di kalangan umat Katolik, nama Albertus Gregory Tan - yang sering ia plesetkan sendiri dengan Gregorius Sitanggang sudah dikenal luas.

Begitu terkenalnya Greg hingga banyak yang mengira kalau ia frater, romo, bahkan utusan khusus KWI untuk membangun gedung gereja Katolik di pelosok-pelosok negeri ini.

Mengenai aktivitasnya ini, masih di media sosial, aku pernah usilin sekaligus menggoda Greg bak setan menggoda Yesus.

"Greg, buat apa lu capek-cape ngumpulin dana dari para donatur demi membantu umat yang kepengen punya gereja sendiri?" tanyaku bermaksud mengingatkan Greg pada tugas yang diberikan Yesua kepada St. Fransuskus Asisi yang dikaguni Greg.

Sebelum Greg menanggapi, aku kembali menggugatnya, "Greg, lu tau kagak. Kerjaan pastor dengan segala oegan kepanitiaan pembangunan gereja justru lu ambil. Ntar kerjaan mereka apa dong?"

Tak lama Greg mengirinkan jawaban ini, "Justru karena itulah maka kubantu, bang. Dengan bantuan Aksi Peduli Gereja, tugas para imam lebih mudah.

Selama ini terlalu banyak imam kita yang terlalu fokus pada pembangunan fisik gereja hingga lupa "membangun kehidupan rohani umatnya". Jadi, setidaknya dengan bantuan kami, para imam kita akan kembali punya waktu berkatekese," terang Greg.

Entah apa yang melatarbelakangi aksi "suci" Greg. Di usianya yang masih belia, Greg malah lebih banyak menghabiskan waktu menjalani misinya ke pelosok-pelosok, melacak gedung-gedung gereja mana yang butuh uluran tangan.

"Kapan lu pacarannya, Greg? Emang lu enggak doyan nongkrong di FX café atau Hardrock Café? Trus, lu enggak kepengen eksis dengan jalan-jalan ke Plasa Indonesia atau Pondok Indah Mall? Lu malah temenen sama uskup, romo, frater bruder, bahkan suster. Lu pikir mereka bisa dikencanin apa?"

Lagi-lagi setan di pikiranku semakin bernafsu menguatkan panggilan khusus dari Greg.

Greg yang doyan memakai salib Tào ala Kapusin ini justru menjawab dengan mengutip catatan para Pengkotbah di Kitab Suci, "Tenang aja, bang. Segala sesuatu ada waktunya."

Jawaban ringkas, padat, jelas dan mendalam. Greg tak bergeming. Bertahun-tahun lamanya ia dan teman-temannya malah semakin berkobar menjalankan misinya.

Seakan-akan ingin memberi alasan ini untuk misinya, "Dalam menjalankan ibadah umat harus nyaman. Jangan sampai tetesan air hujan dan bara apai mentari siang menjadi halangan bagi mereka". 

Inilah kegilaan pertama dari Greg. Ratusan gereja berhasil dibangunnya. Tentu ia tak sendiri. Dengan kemampuannya berkomunikasi dengan berbagai kalangan Greg justru sangat terbantu menjalankan misinya.

Kegilaan kedua dari Greg teeletak pada kejujurannya. Tak bisa kubayangan betapa orang dengan mudah mempercayai Greg. Lihatlah aliran uang yang masuk ke rekening Aksi Peduli Gereja yang dibuatnya. Selanjutnya, kepercayaan yang sama juga ia dapatkan dari umat dan pastor ia bantu.

Kegilaan ketiga Greg adalah keberaniannya mendoktrin para pastor dan umat (terutama yang masuk dalam kepanitiaan pembangunan gereja) dengan sistem yang ciptakan.

Menurut "curhat" Pastor Masseo Sitepu OFM Cap, tak semua mampu bekerjasama dengan Greg. Selain karena persyaratan yang ia minta, juga karena target pembangunan yang harus jelas serta laporangan keuangan yang kudu dibuat secara profesional dan selanjutnya harus dikirom tepat waktu.

Sebagaimana dikatakan Masseo, sejauh ini masih banyak paroki yang dikelola secara tradisional hingga sering abai dari keharusan membuat laporan tertulis. Paroki yang termasuk kedalam kategori di atas hampir pasti tak dilayani Greg.

Mungkin cara Greg sedikit agak saklek. Kendati demikian permintaan bantuan pembangunan gereja bukannya berkurang. Artinya, para imam dan umat justru semakin sadar bahwa pengelolaan keuangan dan manajemen bantuan itu demi kebaikan semua pihak.

*****
Itulah Greg. Entah sudah berapa gadis yang kecewa karena tak sempat dikencaninya hanya demi pembangunan gereja di pelosok negeri ini. Entah sudah berapa ordo yang sudah Greg "kecewakan" karena Greg tak kunjung berminat jadi imam.

Tetapi tak surut langkah Greg untuk membantu gereja. Sebab baginya membangun gedung gwreja itu ibarat menyediakan "tabut suci" bagi umat Israel yang sedang dalam peziarahan menuju Kanaan ditengah hamparan gurun yang sangat panas.

Rasanya, tak cukup ribuan kata untuk mengurai misi Greg. Namun pada akhirnya aku bisa mengerti mengapa ia melakukannya, yakni "Karena Tuhan membutuhkan bantuannya."

Dari sobat lawasmu...

Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.