iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Keindahan Sastra Tak Pernah Wafat

Nyatanya, Keindahan Sastra Tak Pernah Wafat
Foto: Koleksi Pribadi Lusius Sinurat
Kalimat-kalimat bernada positif yang marak digunakan sastrawan Pujangga Baru kini justru makin digilai.

Bukan saja oleh novelis, cerpenis, tetapi juga jurnalis penggiat opini, pengamat politik, penulis buku-buku dengan tema-tema serius, bahkan oleh pejabat negeri sekelas Ridwan Kamil, Ahok, bahkan menteri Susi.

Berikut ini adalah salah satu contok kalimat positif yang dulu sempat kutuliskan di atas kertas berwarna jingga, berwangi zaitun. Goresan tangan yang dulu kuperlakukan sebagai representasi rasa itu, tampaknya kini pun semakin dimintai.

Padahal setelah saya lulus kuliah dan mulai sibuk dengan kerja, saya mentertawakan diri saya sendiri saat membaca surat yang memang selalu kusimpan di kotak pandora pemberian si gadis.

Ini dia tulisan tangan yang kini kukonversi kedalam huruf-huruf digital yang sangat kaku

* * * * *
"
Hei gadis.
Sumpah, aku sangat percaya sama kamu.
Ya, karena cantikmu, juga karena tulusnya senyummu.
Tetapi itu tak cukup jadi alasanku.
karena aku sangat percaya sama kamu
justru karena hadirmu telah membuatku mengagumi waktu.

Ah, gadis.
Aku memang menyukaimu.
tapi, lagi-lagi, bukan karena bagiku kamu itu serba bisa,
atau karena kamu sangat keren
dan kecantikanmu menyingkirkan Nike Ardilla.


Aku meman menyukaimu,
karena secara tidak sadar,
kamu sering mengatakan kebenaran tentang diriku.

baru sekedar itu rasaku untukmu.
dari: Sang Lelaki.
"
* * * * * 

Nuansa kalimat positif dengan polesan kata-kata hiperbolik ini memang jamak di era saya masih SMA di tahun 90-an. (gile gue udah tue! hahah).

Tapi anehnya, akhir-akhir ini, saya sering membaca tulisan-tulisan bergenre filsafat, politik, Sosial, bahkan teknik yang menggunakan kalimat yang puitis dan terkesan hiperbolik ini.  Entah di website, blog, dan terutama di media sosial, untaian kalimat-kalimat indah ini makin merajalela. Hingga saya pun jadi teringat surat cintaku di jaman SMA.

Entah benar atau tidak, tapi orang-orang kekinian, yang lahir di tahun 90-an dan 200-an memang tak menyukai buku tebal, atau tulisan dengan kalimat beranak pinak.

Saya hanya teringat komentarnya abang senior kami di Seminari Fidelis Waruwu, bahwa generasi kekinian memang generasi yang ingin serba cepat dan tak menyukai hal bertele-tele. "Langsung pada intinya saja!" adalah kalimat kesukaan mereka.

Hanya positifnya, generasi sekarang itu adalah generasi yang sangat peduli yang secepat kilat membantu bencana, bahkan sering menganggap teman melebihi saudara kandung sendiri.


Lusius Sinurat

Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.