iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Terimakasih, Sang Pembaharu

Terimakasih, Sang Pembaharu
Ahok dihukum dua tahun penjara oleh hakim.

Pak Ahok, kau terlalu tegar untuk ukuran seorang pemimpin di negeri tak bertuan ini dan dipenuhi para pecundang ini.

Kau terlalu rendah hati untuk ukuran seorang pejabat di negeri yang dihuni oleh para parlente dengan otak kosong, bahkan menggunakan ormas radikal untuk mengatasi kegoblokannya.

Pak Ahok, kau itu memang terlalu kuat untuk ukuran seorang pelayan masyarakat, di negeri di mana semua orang ingin berkuasa hingga membayar ploisi dan preman demi memperkuat pengamanan dirinya.

Bahkan, ketika hari ini (9/5/17) kau dipastikan masuk bui oleh para hakim bermata harimau itu, kau justru diam bak domba yang tak mengembik saat dipersembahkan demi sebuah tebusan.

Kau tak melawan, Pak Ahok. Mengapa tak kau perintahkan kami para pengikutmu untuk membedil dan menebas para komplotan pembenci Pancasila itu? Ah, Pak Ahok. Kau seperti bukan pejabat di Indonesia yang sudah terbiasa menipu dengan senyuman, membunuh dengan tawa, dan menutupi kejahatannya dengan agama.

Entahlah. Tapi menurutku, kau terlalu mencintai negeri ini. Bahkan ketika kau dituduh penista agama hingga kau diserang oleh mereka yang ingin merebut kuasa dari tanganmu, kau malah tetap hormat pada konstitusi, hormati pada segala aturan, hingga hormat pada hakim yang jelas-jelas telah membuat keputusan yang bertentangan dengan hati mereka.

"Tolonglah Pak Ahok. Berhentilah jadi orang baik. Kami tahu semua kejahatan tak akan sirna hanya karena kebaikan satu orang. Jadi, berpura-puralah seperti pejabat lain.

Ya, minimal, agar kau tak menderita di penjara Cipinang sana. Atau, minimal Lulung cs, Fadli Zon cs, Amien Rais cs, FPI cs, MUI cs, HTI cs dan semua komplotan bumi datar itu tak bersukacita melihat penderitaanmu.Nyatanya, kami sunggu tak kuat melihatmu menderita, pak Ahok."

Begitulah gaung pikiran jelek kami, Pak Ahok. Itu karena kami tak kuat melihat orang jujur dan tulus malah dihukum dan orang jahat berkeliaran merusak negeri ini.

Tapi, kami yakin... seyakin-yakinnya, bahwa kau pasti tetap bertahan dalam kebaikanmu. Bahkan penjara pun tak akan menghentikan aumanmu atau menghentikan cintamu pada negeri ini. Kau sendiri yang mengatakan hal itu, saat mengutip Paulus, bahwa "hidup adalah kebenaran dan mati adalah keuntungan."

Kini, kami semakin percaya bahwa negeri ini tak hanya menyimpan emas di Timika sana, atau timah di Poso yang dikuasai Jusuf Kalla, pun gas di Sidoarjo yang dikuasai Aburizal Bakrie. Ternyata negeri ini juga menyimpan berlian tak pernah karat, yakni Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Kau adalah berlian yang tetap bercahaya di mana pun kau berada.

Kau itu memang terlalu polos melayani rakyat Jakarta, pak Ahok. Kau bahkan tak lebih dari seekor domba ditengah serigala. Kau tak punya urat takut. Lulung si UPS kau bikin linglung, Amien Rais kaubikin mengais-ngais, Fadli Zon kau bikin bak kota zonk yang melompong, bahkan ormas radikal pimpinan riziek dan sejenisnya kau biarkan dengan kantong kosong agar tak merazam para pedagang setiap bulan puasa.

Asal kau tahu pak Ahok, seluruh rakyat Indonesia yang masih waras tak begitu peduli dengan identitasmu sebagai Tionghoa atau sebagai Kristen. Itu sudah terbukti dari rentetan orang-orang yang membelamu.

Kami juga tak peduli kau itu warga kelas dua atau kelas tiga, seperti diakui oleh teman-teman Tionghoa kami yang ada di Medan. Sungguh kami tak pusing dengan itu.

Sebab, kami hanya melihatmu dengan mata hati kami. Kami tak melihatmu sebagai pejabat biasa tetapi seorang pejabat langka. Itu karena kami sudah terlalu lama muak dengan para politisi laknat dan penuh ilusi untuk merampas negeri ini.

Kami juga tak melihat penderitaanmu saat ini sebagai bagian dari karma atau takdir atau kehendak Allah. Kami justru lebih percaya bahwa semua bentuk serangan bertubi-tubi dari segala arah kepada seorang Ahok adalah sebuah bentuk ketidakmampuan dan ketidakmauan negara ini melawan segala kemunafikan dan kepura-pura-an.

Salut untukmu Pak Ahok: Ad salutem!
Imanmu luarbiasa. "Tuhan yang menentukan hidupku. Tuhan telah menetapkan seperti apa hidupku," katamu dalam berbagai kesempatan.

Kini kami percaya, bahwa engkau tak hanya berkata-kata seperti para pejabat di negeri berkabut yang memoles kata-kata demi membangun citra. Tidak. Kau sungguh menghidupi apa yang kau katakan, dan terutama apa yang kau imani.

Sementara kami justru sering mengikuti pemimpin kami dengan lebih suka menutup mata atas segala kemunafikan dan kejahatan korupsi yang mereka lakukan.

Belum lagi mereka selalu berkolusi demi sebuah jabatan atau menempatkan sanak famili mereka di tempat-tempat basa demi sebuah nepotisme dan perkoncoan. Akhirnya, inilah harapan, doa dan tekad kami, pak Ahok.

Semoga pengorbananmu untuk negeri ini semakin menguatkan dan memberanikan kami, rakyat Indonesia untuk menyuarakan kebenaran serta melawan segala bentuk kejahatan di sekitar kami, termasuk yang dilakukan para pejabat publik yang melayani kami.

Semoga kami belajar mencintai negeri ini seperti engkau yang bahkan rela mati demi cintamu pada Indonesia. Terimakasih, Pak Ahok. Kau memang seorang pembaharu, pembawa kebaruan bagi Indonesia. Doa kami bersamamu.


Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.