(1) Marga
- Ikatan kesukuan orang Batak dibangun melalui marga.
- Saat berkenalan, sesama orang Batak punya kebiasaan martarombo (menelusuri silsilah keturunan) melalui martutur (menelusuri posisi dalam Dalihan Natolu).
- Kebisaan ini menetukan posisi masing-masing pihak dalam struktur hubungan kemargaan.
- Dengan demikian orang bisa menempatkan posisi dalam struktur sosial Batak Toba, yaitu Dalihan Natolu.
- Arti Dalihan Natolu adalah tungku berkaki tiga, yang dijabarkan dengan ungkapan berikut: "(a) Somba marhula-hula (hormat kepada pihak hula-hula), (b) elek marboru (saya kepada pihak boru), dan (c) manat mardongan tubu (harmonis dengan sesama marga)."
- Dalam konteks sosial, seorang hula-hula (keluarga dari pihak keluarga istri/ibu) itu ibarat atasan di kantor: ia harus dihormati.
- Sebaliknya hula-hula harus bisa menjadi teladan dan lebih dahulu harus menunjukkan perhatian dan kasih-sayang untuk mendapatkan penghormatan.
- Tujuan hidup orang Batak Toba dipandu oleh nilai hamoraon (kekayaan materi), hagabeon (kekayaan berupa anak laki-laki dan perempuan), dan hasangapon (martabat sosial).
- Di satu sisi, tandusnya daerah Batak (daerah Samosir dan Tapanuli) yang terdiri dari daerah pegunungan mau tak mau memaksa orang Batak Toba untuk bekerja keras. Belum lagi keluarga Batak tergolong keluarga besar. Jadi, hal ini hanyalah soal mekanisme untuk bertahan hidup.
- Kerja keras memang sudah menjadi bagian diri mereka yang tinggal di alam tandus. Maka, selain kerja kerasa, kemungkinan lain ialah orang Batak pergi merantau ke luar tanah Batak.
- Nah, faktor kerja keras ini ternyata dapat menjadi faktor penunjang untuk penguatan karakter bangsa yang kerja keras dan kreatif dalam hidup.
- Salah satu sumbangan civilisation orang Batak bagi negara ini adalah pendidikan, baik lewat institusi agama Kristen, baik Zending Protestan maupun Misi Katolik.
- Faktanya, orang Batak begitu menghargai ilmu pengetahuan. Banyak orang muda pada umur sangat muda bermigrasi karena melanjutkan sekolah ke kota-kota besar, seperti Medan dan Jakarta. Mereka sadar bahwa melalui pendidikan inilah akan terbuka masa depan yang lebih baik bagi mereka. Mereka mengatakan bahwa ‘cangkul emas’ adalah pen untuk meningkatkan taraf hidup.
- Penghargaan tinggi akan ilmu pengetahuan merupakan salah satu faktor kearifan lokal untuk melaksanakan fungsi yang baik dalam hal edukasi. Orang terpelajar akan mempunyai peluang lebih besar dalam penguatan karakter bangsa.
- Setiap ciptaan mempunyai tondi, yang menjamin keberadaannya. Implikasi dari pandangan demikian ialah bahwa warga masyarakat sebagai insan pemelihara ciptaan berkewajiban untuk menjaga kelestarian lingkungan. Di titik inilah Danau Toba dan sekitarnya harus dijaga keindahan dan kebersihannya sebagai simbol kebanggaan daerahnya.
- Selain alam yang indah, mereka juga mempunyai kebudayaan yang indah sebagai implementasi dari budaya megalit, yang penginggalannya masih dapat disaksikan hingga sekarang ini. Hal ini perlu dilestarikan sebagai rentetan sejarah yang membentuk kepribadian suku bangsa ini
- Di Indonesia, orang Batak Toba dikenal sebagai orang yang pandai bernyanyi. Bakat ini tentu tidak muncul begitu saja. Di kampung halaman orang Batak, banyak anak-anak dan orang tua melantumkan lagu-lagu merdu. Di gereja-gereja mereka suka berkoor. Di kedai tuak orang-orang muda menyambut malam dengan nyanyian-nyanyian yang menyenangkan telinga dan hati. Bahkan, dalam setiap kesempatan pesta, acara menyanyi tidak pernah ketinggalan. Orang tidak canggung untuk secara spontan tampil bernyanyi.
- Suasana di atas membuat orang Batak Toba gemar bernyanyi. Orang Batak mempunyai alat musik yang unik dan tidak ada di negara lain. Nyanyian-nyanyian mereka juga sangat unik.
- Hal ini dapat menjadi salah satu kearifan lokal untuk mendukung penguatan karakter bangsa. Lewat syair-syair lagunya orang Batak Toba mewariskan nilai-nilai luhur budayanya.
- Bagi mereka nyanyian-nyanyian itu bukan hanya hiburan tetapi juga sarana penyampaian nilai-nilai moral.
B. Kelemahan (WEAKNESSES)
(1) Temperamental
- Orang Batak dikenal temperamental, kalau tak mau disebut kasar.
- Mereka senang keterbukaan/keterusterangan dan berbicara apa adanya, bahkan tak jarang mereka tak peduli lawan bicara akan tersinggung atau tidak.
- Tak jarang orang Batak terlalu mementingkan diri sendiri di atas orang lain.
- Hal ini didorong terutama karena merasa diri ‘raja’, sesuai dengan paham orang bahwa setiap orang Batak itu bermartabat raja.
- Cukup menonjol juga primordialisme pada diri orang Batak. Mereka menonjolkan diri, seperti marga, di atara kelompok dan suku yang lain.
- Hal ini tentu membuat mereka dihindari oleh kelompok dan suku yang lain.
- Orang Batak kurang memperhatikan tata krama dalam berkomunikasi, termasuk saat berbicara.
- Orang Batak cenderung mendominasi pembicaraan.
- Mereka kurang sabar dan cenderung melanggar aturan.
(5) Kurang Peka Terhaap Lingkungan
- Tidak cukup peka terhadap lingkungan, dan mengarah kepada sikap apatis. Dia merasa bahwa dia boleh berbuat apa yang dia mau tanpa memperhatikan risikonya terhadap orang lain.
- Orang Batak sendiri dan banyak orang non-Batak merasa bahwa orang Batak itu rakus (hosuk).
- Mereka mempunyai kecenderungan untuk mengambil bagian paling banyak dan paling baik tanpa memperhatikan orang-orang di sekitarnya. Misalnya, pada saat pesta orang Batak cenderung lebih dahulu mengisi plastik tanpa memperhatikan orang lain yang belum mendapat makanan.
- Hal ini mengakibatkan sifat materialistis pada orang Batak Toba cukup menonjol.
- Hal ini dibahasakan dalam akronim HOTEL (HOsom, Teal, Elat, dan Late), yang artinya, sifat yang cenderung membuat orang lain gagal dan bahkan hancur.
(8) Parbada ('suka' Bertengkar)
C. Peluang (OPPORTUNITIES)
- Orang Batak ‘suka’ bertengkar, dan bahkan berkelahi.
- Hal ini mungkin didorong oleh sifat egoisme tadi.
C. Peluang (OPPORTUNITIES)
Kemajuan pesat teknologi informasi, memicu proses akselerasi pertukaran informasi melintasi batas-batas negara dimana setiap bangsa memperoleh kesempatan bersaing secara terbuka.
Maka abad ke-21 dikatakan adalah abad pengetahuan dan informasi, bercirikan persaingan (competitiveness), keahlian (competence) diri, akselerasi perubahan di segala bidang. Sekaligus di dalamnya terdapat peluang-peluang yang tidak ditemukan pada masa sebelumnya.
D. Ancaman (THREATS)
Pada pokoknya adalah budaya masyarakat yang harus dibenahi karena untuk membentuk suatu ketahanan nasional, hal ini penting untuk dikaji. Kita melihat apa yang kita tuju adalah bermula dari suatu ancaman, yaitu ancaman global.
Saat ini berkembang budaya yang instan, konsumeristik, hedonistik, dsb. Hal ini merupakan hasil dari budaya global. Sadar atau tidak, budaya global seperti ini masuk dalam budaya lokal kita. Ancaman ini harus kita cover untuk mencari solusinya.
****
Dirangkum dari tulisan P. Dr. Herman Togar Nainggolan, OFMCap di situs Kapusin Medan http://bit.ly/2sW1cLl dengan judul "PERAN KELUARGA DAN KEPEDULIAN KAUM DIASPORA BATAK MENATA KAWASAN DANAU TOBA BERBASIS BUDAYA."
Lusius Sinurat
Maka abad ke-21 dikatakan adalah abad pengetahuan dan informasi, bercirikan persaingan (competitiveness), keahlian (competence) diri, akselerasi perubahan di segala bidang. Sekaligus di dalamnya terdapat peluang-peluang yang tidak ditemukan pada masa sebelumnya.
- Keterbukaan: orang Batak Toba akan ilmu pengetahuan merupakan peluang yang baik untuk hal ini.
- Nilai dan Karakter Budaya: Aspek nilai-nilai dan karakter dewasa ini dipandang signifikan terhadap daya saing individu maupun suatu masyarakat.
- Karakter dan pekerti dikedepankan sebagai soft competence untuk mengimbangi penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai suatu hard competence yang memprasyaratkan suatu bangsa untuk menang dalam persaingan abad ke-21.
- Penguatan karakter mendukung penguasaan ilmu-pengetahuan dan teknologi, tidak saja untuk meningkatkan daya saing serta keunggulan bangsa, melainkan juga memperkokoh kuatnya jatidiri bangsa di pentas global.
Pada pokoknya adalah budaya masyarakat yang harus dibenahi karena untuk membentuk suatu ketahanan nasional, hal ini penting untuk dikaji. Kita melihat apa yang kita tuju adalah bermula dari suatu ancaman, yaitu ancaman global.
Saat ini berkembang budaya yang instan, konsumeristik, hedonistik, dsb. Hal ini merupakan hasil dari budaya global. Sadar atau tidak, budaya global seperti ini masuk dalam budaya lokal kita. Ancaman ini harus kita cover untuk mencari solusinya.
- Ancaman dari luar harus di-cover dengan nilai-nilai adat dan agama yang luhur. Adat mengatur hubungan antar manusia, dan agama mengatur hubungan manusia dengan Tuhan. Adanya penghayatan akan nilai-nilai adat dan agama yang kokoh akan membuat kita tidak gampang kehilangan identitas diri dan bahkan akan memperkuat karakter bangsa kita.
- Mengenali kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman berarti mampu ikut serta dalam pembangungan daerah.
Dirangkum dari tulisan P. Dr. Herman Togar Nainggolan, OFMCap di situs Kapusin Medan http://bit.ly/2sW1cLl dengan judul "PERAN KELUARGA DAN KEPEDULIAN KAUM DIASPORA BATAK MENATA KAWASAN DANAU TOBA BERBASIS BUDAYA."
Lusius Sinurat
Posting Komentar