Beberapa poin yang masih saya ingat dari kuliah Pst. Sommers OSC:
- Sebagai ilmu, Logika adalah salah satu cabang filsafat. Sebagai ilmu, logika juga sering disebut dengan "Logike Episteme (Latin: Logica Scientia) atau ilmu logika atau ilmu pengetahuan yang mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur.
- Kata "logika" berasa dari kata λόγος (Yunani kuno; baca: logos) sebagai "hasil pertimbangan akal budi (pikiran) yang: (1) diutarakan lewat kata dan (2) dinyatakan dalam bahasa.
- Logika selalu mengacu pada "kemampuan rasional untuk mengetahui". Di sini ada kecakapan yang mengacu pada kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan. Di titik inilah kata "logis" sering disejajarkan dengan "masuk akal".
Salah satu contohnya adalah simpulan bahwa Gajah Mada adalah Gaj Ahmada yang beragama Islam dan bukan beragama Hindu/Budha.
Beberapa teman dunia maya sering menyebut simpulan di atas sebagai simpulan dari Kaum Bumi Datar (KBD) yang berusaha mengisalamisasi masa lalu.
Beberapa teman dunia maya sering menyebut simpulan di atas sebagai simpulan dari Kaum Bumi Datar (KBD) yang berusaha mengisalamisasi masa lalu.
Tapi, entahlah. Rasa-rasanya upaya semacam ini sah-sah saja, andai dilakukana secara obyektif dan bukan dilakukan karena kepentingan sponsor.
Faktanya, kalangan akademisi kita, tak terkecuali para profesor yang mengajar di universitas justru punya kecenderungan mengamini logika prematur dalam penelitian mereka.
Faktanya, kalangan akademisi kita, tak terkecuali para profesor yang mengajar di universitas justru punya kecenderungan mengamini logika prematur dalam penelitian mereka.
Kebiasaan ini bahkan telah dimulai dari penulisan skripsi, tesis dan desertasi yang seringkali tak mengikuti kaidah-kaidah ilmiah yang telah bahkan telah disepakati kemenristekDikti.
Padahal Logika tak bisa dilepaskan dari persoalan Validitas (kesahihan). Pendeknya validitas (kesahihan) sebuah argumen selalu ditentukan oleh bentuk logisnya, dan bukan oleh isinya.
Di titik inilah seorang akademisi/peneliti harus tahu secara sadar bahwa logika adalah alat untuk menganalisa sebuah argumen (hubungan antara kesimpulan dan bukti atau bukti-bukti yang diberikan / premis), baik secara deduktif maupun secara induktif.
*****
Di titik ini sebuah argumen disebut logis atau tidak logis dapat dilihat dari fakta-fata atau premis-premis yang menggiring kita pada kesimpulan yagn diambil. Artinya, hanya penelitian (sejarah) yang valid dan didasarkan pada prinsip-prinsip logika lah yang pada akhirnya menggiring kita pada sebuah kesimpulan yang benar.
Padahal Logika tak bisa dilepaskan dari persoalan Validitas (kesahihan). Pendeknya validitas (kesahihan) sebuah argumen selalu ditentukan oleh bentuk logisnya, dan bukan oleh isinya.
Di titik inilah seorang akademisi/peneliti harus tahu secara sadar bahwa logika adalah alat untuk menganalisa sebuah argumen (hubungan antara kesimpulan dan bukti atau bukti-bukti yang diberikan / premis), baik secara deduktif maupun secara induktif.
*****
(A) LOGIKA DEDUKTIF
Pada logika deduktif, sebuah kesimpulan ditarik dari konsekuensi logis dari premis-premisnya. Adapun ciri utamanya adalah
- Jika semua premis benar maka kesimpulan pasti benar; dan
- Semua informasi atau fakta pada kesimpulan sudah ada, sekurangnya secara implisit, dalam premis.
Contoh:
- Premis-1: Agama Resmi Kerajaan Majapahit (Sanskerta: सम्राट सूची, Vilvatikta) adalah Siwa (cabang dari Hindu) dan Buddha merupakan agama resmi kerajaan. (Mulyana, Slamet: 2006); Komandoko, Gamal: 2009); Theodore Gauthier Pigeaud: 1962; dan G.J. Resink: 1968)
- Premis-2: Raja-raja Majapahit umumnya beragama Siwa, kecuali Tribuana Tunggadewi, ibunda Hayam Wuruk, yang beragama Buddha.
- Simpulan: Kerajaan Majapahit (sekitar tahun 1293 - 1500 M) dengan tokoh sentral Patih Gajah Mada adalah Kerajaan Hindu-Budha. (Ricklefs:1991)
(B) LOGIKA INDUKTIF
Pada logika induktifk, penalaran yang berangkat dari serangkaian fakta-fakta khusus untuk mencapai kesimpulan umum. Ciri utamanya adalah :
- Jika premis benar, kesimpulan mungkin benar, tetapi tak pasti benar; dan
- Kesimpulan memuat informasi yang tak ada, bahkan secara implisit, dalam premis.
Contoh:
- Premis-1: Lambang kerajaan Majapahit berupa delapan sinar matahari dengan beberapa tulisan arab yakni Sifat, Asma, Ma’rifat, Adam, Muhammad, Allah, Tauhid dan Dzat.
- Premis-2: Ditemukannnya koin emas Majapahit yang bertuliskan kata-kata ‘La Ilaha Illallah, Muhammad Rasulullah' dan kalimat yang sama terdapat pada nisan Gajah Mada di Mojokerto.
- Simpulan: Kerajaan Majapahit adalah Kesultanan Islam dan Maha Patih Gadjah Mada memiliki nama asli Gaj Ahmada atau Syaikh Mada dan beragama Islam. (Herman Sinung Janutama, "Fakta Mengejutkan: Majapahit Kerajaan Islam")
Di titik ini sebuah argumen disebut logis atau tidak logis dapat dilihat dari fakta-fata atau premis-premis yang menggiring kita pada kesimpulan yagn diambil. Artinya, hanya penelitian (sejarah) yang valid dan didasarkan pada prinsip-prinsip logika lah yang pada akhirnya menggiring kita pada sebuah kesimpulan yang benar.
Posting Komentar