iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Nafsu Akan Kuasa Di Antara Agama dan Minimnya Minat Baca

Komunisme sebagai isu Pilpres 2019
Kaum keblinger jadi penguasa emang doyan memainkan agama dan minimnya minat baca masyarakat kita sebagai alat untuk meraih kekuasaan yang mereka inginkan. Salah satu contohnya adalah mengenai penyebaran isu PKI yang salah alamat.

Mereka lupa, tepatnya tidak tahu samasekali bahwa komunisme itu lahir sebagai kritik atas kapitalisme yang menghisap dan menindas si miskin-papa.

Benar bahwa pada akhirnya agama (Kristen) juga menjadi alamat kritik dari kaum penganut paham ini, karena ajaran agama tentang "keberpihakan kepada kaum miskin-papa" justru hanya tinggal jargon belaka. Faktanya, kapitalisme sendiri justru merasuki agama saat itu; bahkan hingga saat ini.

Anehnya, di Indonesia yang dihuni oleh banyak profesor doktor lulusan universitas ruko bermerek halal dan lebih suka mengumandangkan diri sebagai orang paling beragama ini, justru mengidentikkan komunisme dengan kaum ateis (atheism) alias sesuatu yang bertentangan dengan agama.

Padahal, komunisme sendiri lahir sebagai kritik atas ketidakadilan dalam memperebutkan sumber makanan antara kaum borjuis vs kaum proletar, dan tak satu referensi pun yang mengatakan bahwa komunisme adalah aliran baru agama.

Maka sangat aneh ketika di komunisme justru dianggap membahayakan agama, membahayakan negara,  oleh komplotan orang yang keblinger ingin jadi presiden dengan cara mereduksi paham komunisme dengan partai kecil yang telah tiada, PKI.

Benar bahwa Presiden Joko Widodo justru menjawab kritik kaum Komunis lewat upayanya mempercepat emerataan pembangunan di daerah-daerah tertinggal, terutama di Indonesia Timur. Namun fakta ini justru menegaskan bahwa Jokowi tak mau pusing apakah sikap adil nya sebagai pemimpin itu tergolong komunis atau agamis. Yang jelas, kini masyarakat di Papua jauh lebih bahagia dibanding di masa Soeharto yang konon katanya berhasil memberantas PKI.

Begitu juga ketika Presiden Jokowi meningkatkan pendapatan dari pajak usaha, hingga para pengusaha yang mendapatkan duit melulu dari kuasa yang melekat pada jabatannya juga kena imbasnya. Tapi tak lantas berarti bahwa ketika kalian diusik lalu kalian bisa seenak udel mengatakan Presiden Jokowi itu seorang Komunis apalagi PKI.

Mengapa kalian begitu memegahkan komunisme sebagai landasan utama bagi seorang pemimpin untuk bersikap-pro rakyat hanya karena eksistensi kalian sebagai kaum borjuis sedang terusik?

Untuk apa juga kalian, kaum keblinger itu mengumbar isu bahwa perhatian kepada publik selalu identik dengan pencitraan, sebagaimana juga bantuan ke pengungsi Rohingya kalian katakan sebagai pencitraan?

Andai saja benar kalian itu orang paling beragama, saya mau tanya, "Apakah agama yang kalian anut itu melarang setiap penganutnya untuk berbagi dan mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi?"

Mengapa setiapa Pilkada, Pilpres dan Pemilu kalian selalu merusak suasana damai dan menakut-nakuti masyarakat dengan isu-isu murahan ala Fadli Zon dan Fahri Hamzah yang suka mempertontonkan kebodohannya sendiri itu? 

Tampaknya jauh lebih penting bagi kalian, para kaum keblinger untuk mulai membaca dengan tenang, menganalisa hingga mengetahi dengan tuntas apa itu paham komunisme. Maka bacalah Frederich Engels, Karl Marx, Fuerbach, dst; dan tak membaca komunisme hanya sebagai paham politik yang dipraktikkan oleh Vladimir Lenin (Uni Soviet), Joseph Stalin (Uni Soviet), Mao Zedong (RRC), Fidel Castro, (Republik Kuba) atau Kim Il Sung (Korut).

Hanya dengan cara itu Anda paham bahwa komunisme jauh lebih besar dari sekedar PKI yang diplesetkan Soeharto sebagai pembunuh nan biadab, bahkan yang ia jadikan sebagai pisau bedah yang menentukan seseorang itu "beragama atau tidak bergama".

Padahal, sekali lagi, yang dikritik oleh penganut paham komunisme adalah ketidakadilan secara ekonomi dan distribusi hasil bumi yang di masanya (juga saat ini) justru dikuasai oleh sebagian kecil kaum kapitalis dan pemilik modal, termasuk kalian yang kaya lewat mencuri dan membodohi rakyat. Belum lagi "mesin ATM" kalian yang kerjanya tidur di Senayan sana kerjanya hanya meminta fasilitas dan kenaikan gaji.

Benar bahwa tak ada satu paham pun yang dihidupi oleh pengikutnya secara utuh. Agama saja begitu mudah pecah oleh perbedaan paham, apalagi komunisme. Tapi publik sangat paham ke mana arah isu yang kalian bangun ini: PILKADA 2019! 

Tak hanya itu, dengan berbagai logical fallacy yang kalian sebar lewat ciutan-ciutan sampah berbau sumpah serapah di Twitter dari gang sacarcen kalian, kalian jusru semakin meyakinkan dunia bahwa "Indonesia wajar menempati urutan ke-60 dari 61 negara dalam hal minat baca."

Lusius Sinurat

Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.