iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Rohingya vs Ekspresi Warga Kita

Rohingya vs Ekspresi Warga Kita
sumber: internet

Warga kita memiliki solidaritas yang ganjil. Benar bahwa setiap manusia harus dihargai hak asasinya. Tetapi bagi sebagian warga kita, hak asasi itu bersifat parsial, dan hak asasi itu hanya penting bila ia memberi keuntungan bagi (kelompok) kita sendiri.

Jelas ini bukan membela hak asasi, tetap membela kepentingan arkhaik kelompok sendiri. Walaupun soal ketertautan itu masih harus dipertanyakan.

-1-

Lihatlah, warga kita punya kebiasaan yang selalu "mudah memusuhi orang lain", bahkan hanya karena mereka tak bersahabat dengan keluarga, atau kelompok kita.

Itu pula berlaku saat menanggapi pertikaian alias pertiakain intern di negara Myanmar, di mana korban sipil dari Rohingya banyak berjatuhan.

Anehnya segala bentuk "dukungan" itu hanya tampil di twitter dan facebook, atau di media sosial lain. Sangat disayangkan pula ketika "perhatian" itu dipublikasi hanya demi meraih "tranding topic" di kalangan warganet.

Buktinya, banyak warganet yang doyan memprovokasi ke sana ke mari, menggoreng isu kemanusiaan menjadi isu politik, tapi tak melakukan aksi nyata. Taruhlah misalnya, dengan langsung mengumpulkan bantuan atau menyediakan tempat tinggal sementara untuk para pengungsin Rohingya.

-2-

Lebih ganjil lagi, di akun-akun medsos warganet kita, banyak berseliweran isu berisi ancaman untuk umat Budha di Indonesia, agar mereka dibunuh sebagai balas dendam kepada pemerintah Myanmar yang diduga sebagai "Negara Budhis".

Sae kang?
Cageur neng ?
Sehat?
Waras kah kita ?

-3-

Gereja Katolik yang lebih minoritas di Myanmar, lewat seruan para uskup justru tak berteriak sekencang itu, tetapi mereka mampu menampung dan membantu 2000-an lebih pengungsi Rohingya.

Gereja Katolik di Indonesia, pada hari ini juga secara serentak mendoakan korban pengungsi Rohingya sembari menggalang pengumpulan bantuan untuk mereka.

Dalam hal tertentu, terutama dalam upaya memperjuangkan kedamaian, kita memang "harus berhenti memusuhi orang yang tak memusuhi kita". Apalagi kita sadar bahwa kita sungguh tidak mengetahui apa yang sungguh terjadi dengan mereka, bahkan tak tahu siapa mereka itu.

Buktinya, mereka yang sungguh tau apa yang terjadi di Myanmar sana, termasuk umat Katolik yang minoritas tadi justru berlomba-lomba menampung pengungsi Rohingya.

-4-

Entahlah...
Apakah teriakan Wakil ketua DPR sejenis Fahri Hamzah dan Fadli Zon yang hobi menyalahkan Presiden Jokowi "jauh lebih berguna" dibanding pendekatan bijak yang dilakukan Presiden Jokowi lewat Menlu Retno?

Atau, apakah teriakan dan ancaman warganet kita agar membalas tindakan Myanmar dengan membunuh umat Budha Indonesia, pun menghancurkan Candi Borobudur akan lebih bermanfaat bagi orang-orang Rohingya dibanding kiriman baju bekas, selimut belas, celana bekas, main bekas anak-anak Anda yang mahal yang bisa Anda salurkan?

Ah, sepertinya memang Anda tak pernah membaca bukunya Fukuyama yang mengatakan bahwa "dunia saat ini sudah tanpa batas"? Entahlah. Apakah kejahatan dan kebaikan dapat dipagari oleh perbatasan sebuah negara?

Yang kita tahu, dimana pun di dunia ini, pembunuhan secara sporadis dan terencana, apalagi berniat membantai satu kelompok ras tertentu itu pastilah menyesatkan; dan oleh karenanya para korban harus kita bela/bantu.

Termasuk korban ISIS di Filipina beberapa waktu lalu. Hmm, jangan-jangan hanya karena soal terakhir ini: "Korbannya tak 'sejenis' dengan kita!" Nyatanya tak ada teriakan di medsos kita yang tranding topic berisi dukungan terhadap korban ISIS di Filipina Selatan.

Yang ada malah sebagian dari bangsa kita ikut-ikutan menyelinap membantu ISIS. Apa karena korbannya bukan kelompok kita?

-5-

Mungkin Anda tahu lewat berbagai media, bahwa Paus Fransiskus akan ke Myanmar dan Banglades dalam waktu dekat. Tetapi kemarin ini, Paus justru mengecam tindakan pemerintah junkta militer Myanmar dan menyerukan agar pemerintah Myanmar tetap menghormati kemanusiaan.

Jelas sekali, beberapa pejabat Myanmar kebakaran jenggot dan mengancam akan merusak alias menolak kunjungan sri Paus.

Apakah Paus Fransiskus ciut? Tidak. Paus justru meminta gereja-gereja Katolik di Myanmar dibuka untuk pengungsi.

Tahu kenapa? Karena dalam melihat, menilai dan membantu korban kejahatan dan perang, kita tak boleh menggunakan POLITIK sebagai alat untuk membantu mereka. Begitu juga yang dilakukan oleh Paus Fransiskus.

Melihat penderitaan orang lain, kita semestinya memaksimalkan CINTA yang masih tersisa di dalam sanubari kita, bukan malah mengumbar amarah kita. Dengan demikian, kita tak akan pusing apakah para korban itu seagama, sesuku, seukuran mata, sehitam kulit kita atau berbagai perbedaan kasat mata lainnya.

Sebaliknya, ketika kita menggunakan politik sebagai alat untuk membantu korban kejahatan, maka pada saat yang sama kita justru sedang mempersiapkan senjata untuk membunuh orang lain (diluar korban yang sesunguhnya) atau malah untuk membunuh diri kita sendiri.

-6-

Di titik inilah orang waras tak habis pikir mengapa wakil rakyat justru memaksimalkan geng saracennya untuk menyalahkan Presiden Joko Widodo dan bahkan menyuruhnya mundur; pun mengumbar ancaman akan membantai umat Budha Indonesia sebagai tindakan balas dendam kepada pemerintah Myanmar.

Seberapa bedebahkah warga bangsa ini sehingga kita selalu menggunakan logika berpikir tak wajar (Logical Fallacy) dalam menilai sesuatu?

Masih bisa diperbaiki? Bisa. Pasti biasa!
Tapi kalau kita semua mau menggunakan sedikit waktu untuk belajar menulis isi pikiran kita, dan bukan membagikan isi pikiran orang lain. Toh masih banyak hal positif yang bisa kita lakukan dalam hidup.

-7-

Tapi di atas semua itu, mari kita doakan para pengungsi Rohingya agar dikuatkan dalam menjalani hidup mereka.

Kita doakan sembari berharap juga agar semakin banyak orang-orang baik yang peduli dan membantu para korban kejahatan, terutama agar para anggota DPR-RI segera berhenti menyalahkan pemerintah dan mulai mencari cara agar mereka bisa mengirimkan sebagian uang mereka yang sangat banyak itu untuk pengungsi Rohingya.


Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.