iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Pilkada- Godaan Besar Bagi Pemimpin Agama

Pilkada- Godaan Besar Bagi Pemimpin Agama
Sumber: MSN

Awas, Pilkada Selalu Mampu Menggoda Pimpinan Agama.
Seorang agamawan yang kebetulan rektor di sebuah perguruan tinggi keagamaan terikat janji kepada seorang politisi.

Si politisi kebetulan orang yang aktif di organisasi-organisasi keagamaan. Hal itu pulalah yang menjadi gerbang si politisi punya akses masuk ke kampus keagamaan tadi.

Selama kurang lebih satu semester, si politisi sangat intens datang ke kampus bertemu rektor dan beberapa kali ia diberi kesempatan berbicara dihadapan mahasiswa.

Kebetulan sekali wilayah kampus yang dipimpin rektor tadi berada di Dapil sang politisi. Klop deh. Gayung bersambut.

Hanya saja si politisi yang juga dikenal sebagai tokoh agama tadi tak pernah membagi-bagi uang dalam arti harafiah. Ya, ia tak pernah membagikan amplop 100rb per kepala kepada seluruh elemen kampus, misalnya.

Tidak. Ia tak berani. Ia sadar kalau sampai praktik money politic ia jalankan di kampus keagamaan tadi, maka lunturlah reputasinya sebagai tokoh agama.

Hanya saja, dalam berbagai event kecil, misalnya ia membantu sebagian biaya. Sebutlah misalnya kegiatan pelatihan mahasiswa, rapat senat, dst.

Ia sangat yakin bahwa cara seperti itu masih sah-sah saja di lingkungan agama. Belum lagi, sang rektor justru membuka pintu dan sangat senang dengan kehadiran tokoh agama tadi.

Begitu senangnya sang rektor, hingga ia berjanji akan menggiring 250-an mahasiswa-mahasiswinya untuk memilih sang politisi dalam Pemilu 2014 silam.

Kesepakatan itu bahkan masih berlangsung hingga sehari sebelum hari pencoblosan. Minimal menurut pengakuan si politisi yang ikut mencalonkan diri menjadi anggota DPR-RI, tanggal 6 pagi ia bertukar kabar dengan sang rektor; dan kesepakatan belum berubah.

Tapi, inilah yang terjadi. Setelah pencoblosan tanggal 7 Juli 2014 selesai, saksi penghitungan suara dari pihak caleg tadi memberi laporan mengejutkan.

Kebetulan saja kampus tadi mendapat TPS sendiri. Jadi, hanya ada 1 TPS di kampus tersebut. Dengan demikian mudah sekali melacak siapa pemenang di TPS tsb.

Hasilnya pencoblosan di TPS tersebut sungguh diluar dugaan sang poliltisi. "Di TPS sekian (sambil menyebut nomor TPSnya), kita mendapatkan 0 suara, pak," jawab Saksi yang melapor ke via telepon ke si Caleg.

"Lantas, siapa yang menang di sana?" tanya sang politisi dengan nada marah.

"Pemenangnya malah caleg dari agama lain, bahkan belum pernah datang ke kampus ini. Saya dengar dari beberapa mahasiswa yang ikut memilih bahwa tadi malam mereka mendapatkan "uang jajan sebuan" dari si caleg." jawa Saksi datar.

"Ok. Tidak apa-apa. Terimakasih infonya, pak. Tetap pantau di sana ya," jawab sang politisi lalu menutup teleponnya.

Tak sampai hitungan menit, si politisi menelpon sang rektor. Tanpa rasa bersalah, si rektor mulai berbasa-basi ria.

"Selamat sore, bapak. Bagaimana peluang bapak menang pada pemilu ini?"

Dengan nada marah, dan tanpa basa-basi, si politisi langsung mencecar si rektor yang ternyata mata duitan itu,

"Dasar bajingan kau! Percuma kau tokoh agama.. pimpinan perguruan tinggi keagamaan pula kau, tolol. Hanya gara-gara uang 10 jutaan kau jual suaramu dan suara mahasiswamu dengan harga sangat murah di Pilkada ini. Kalaupun ini soal duit, saya punya catatan kalau duit yang telah kusumbang dalam berbagai kampusmu itu selama 6 bulan terakhir bahkan sudah lebih dari 25 juta" cecar si politisi.

"E, e..e..... bukan begitu pak. Bapak salah strategi sih. Harusnya tim bapak melakukan hal yang sama dengan tim caleg X itu. Bukan apa-apa. Mahasiswa kami tak butuh pembinaan. Mereka hanya butuh uang cash saat ini. Soalnya kiriman mereka dari kampung belum datang. Jadi maaflah, pak," jawa rektor membela diri.

"Dasar bodat kau. Tak hanya dirimu. Agamamu kau jual, mahasiswa yang masih polos itu telah kau rusak mentalnya dengan menjual suara mereka," jawab sang politisi dengan nada sangat marah, sembari membanting teleponnya.

PILKADA sudah dekat.

Untuk para POLITISI, jangan percaya siapapun yang berjanji akan memilih, termasuk tokoh agama yang merasa punya massa - selagi engkau tak memberi mereka uang tunai sebagai imbalan untuk memilihmu.

Dan untuk calon PEMILIH, jangan percaya pada apa pun yang dilakukan calon kepala daerah yang tiba-tiba berlaku baik dan murah hati bak sinterklas.

Masih untuk calon pemilih, jangan menjadi korban para makelar calon yang membuatmu memilih si X hanya karena rayuan gombalnya, atau karena posisi mereka yang kebetulan sebagai pemimpin agama.

Just be yourself, guys!

Pilih calon kepala daerahmu yang menurutmu mampu memperbaiki kehancuran yang sudah diciptakan oleh para pemimpin sebelumnya.

Apa itu? Kebiasaan money politics yang sudah merajalela di Indonesia, apalagi di Sumatera Utara.


Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.