iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Si Pirdot

Salah satu Teman SMA Seminari Menengah Christus Sacerdos angkatan 1993 adalah Yohanes Simorangkir. Entah bagaimana kisahnya, Yohanes malah digelari Pirdot. Dalam bahasa Batak, pirdot itu sejenis semak. Minimal arti inilah yang tertulis di Kamus Bahasa Batak online.

Setelah lulus Seminari tahun 1997, Pirdot tak pernah lagi nongol dala, pertemuan angkatan yang cukup sering kami adakan.

Kami hanya mendengar berita dari Bapa Uda-nya yang mantan rektor Unika St. Thomas Medan, Pastor Hironimus Simorangkir Pr bahwa Pirdot ada di Sumbar.

Kami menemukan di website KPUD Kabupaten Dharmasraya bahwa Johannes Tagor Simorangkir, S.Sos ini ada di Sumbar dan bekerja di KPUD Sumbar, tepatnya Kasubag Hukum KPUD Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat.  Pirdot yang kelahiran 20 Desember 1977 ini adalah PNS dengan golongn III/b.

Bukan eksistensinya di masa kini yang akan kubahas. Soalnya, setiap teman Probatorium 93 yang tak pernah terlihat lagi batang hidungnya dalam temu angkatan biasanya selalu kami "gosipin". Ya, agar jiwanya mendengar dan ia ingat kembali teman-temannya ha ha ha.

Tiba-tiba saja teringat tentang si Pirdot ini. Badannya mungil, dagunya agak panjang mirip Aburizal Bakrie, dan kacamatanya bulat dan tebal (min-6) mirip yang digunakan Gandhi.

Pirdot ini pintar dan belajar sangat tekun. Selama kami kenal, dia nyaris tak pernah jalan-jalan di hari Minggu saat hari bebas, pun nyaris tak serius ikutan nonton tivi atau rekreasi malam hari di asrama.

Di kelas kami ia pernah juara; bahkan ketika tak juara pun ia akan menyiksa dirinya belajar lebih keras lagi. Pirdot memang sangat terobsesi menjadi yang terbaik. Sesuatu yang tak dimiliki teman-temannya yang lain.

Obsesi itulah yang membuatnya menjadi sangat sensitif saat diganggu teman-temannya saat belajar bersama setiap malam. Bukan hanya Kennedy Manalu atau Johni Sani Manullang yang pernah diajaknya berantem hanya karena menggodanya saat belajar. Teman yang lain juga sering berpekara dengan Pirdot.

Tak hanya teman-temannya. Terhadap guru pun ia berani protes bila tak sesuai dengan keinginannya. Salah satu contoh, Pirdot tak suka pelajaran Matematika. Selain Matematika, Pirdot juga tak menyukai semua pelajaran eksakta.

Itu persis kelemahannya. Maka pernah dalam satu kesempatan Pirdot protes kepada ibu Nelly, guru Matematika dan mengatakan, "Bu, aku tak suka Matematika!"

Sebaliknya, mata pelajaran "berbau" bahasa dan ilmu sosial yang penuh hafalan ia sangat suka. Tapi juga ada pengecualian, ia tak menyukai Akuntansi. Kata Pirdot, Akuntansi sama saja dengan pelajaran Matematika, Kimia dan Fisika, karena banyak hitung-hitungannya.

Sementara Pelajaran Bahasa Latin sangat ia sukai. Pirdot adalah satu-satunya di kelas kami yang pernah mendapat nilai 100 alias sempurna di Rapor untuk Bahasa Latin. Padahal mayoritas dari kami selalu kesulitan belajar bahasa gereja itu. 

Begitu juga untuk Bahasa Inggris, Sosiologi, Geografi dan mapel sosial lain, ia selalu mendapat nilai di atas 90. Hanya saja nilai Matematika, Fisika, Kimia dan Akuntansi selalu di kisaran 60-70.

Unik emang si Pirdot ini. Seperti artinya, sejenis semak, Pirdot pun sering dianggap teman-temannya sebagai teman yang tidak membuat nyaman. Begitu juga si pirdot kami yang satu ini. 

Jangankan dengan teman-temannya, ia sendiri sering merasa tak nyaman. Ia akan beringas dan langsung beranjak dari kursi belajarnya saat yang lain menyenggol tubuhnya. Inilah yang membuat Pirdot sering kami godain. 

Pirdot termasuk salah satu teman di angkatan kami yang paling sering berantem, baik secara fisik dan adu mulut dengan yang lain. Kalau enggak percaya tanyalah Kennedy Manalu, Hermanto Situmorang atau Gunarson Sitohang.

Entah karena ia malu dengan masa lalunya di Seminari, Pirdot pun menjadi teman angkatan yang tak pernah memperlihatkan dirinya kepada salah seorang pun dari angkatan 1993.

Mungkin saja Pirdot malu karena cita-citanya menjadi seorang Jesuit tak kesampaian. Padahal dulu ia begitu bersemangat menjadi Jesuit. Ia memang sempat masuk, tapi cuma setahun di Girisonta.

Menurut penuturan Pastor Hironimus ke saya, di Novisiat Jesuit sana pun ia pernah berantem dengan sesama frater. Akhrinya ia memutuskan untuk keluar, tepatnya dikeluarkan. Kata Hiro, ia keluar, bukan pertama-tama karena kurang berprestasi secara akademik, tetapi justru karena ia sendiri sering merasa tak nyaman dengan dirinya sendiri.

Disaat para mantan Seminari tetapi merawat persahabatan antar mereka, Pirdot justru berbeda. Ia tetap lebih menyukai situasi tak nyaman, terutama disaat yang sama ada orang lain yang lebih menonjol dari dia.

Bukan saja karena merasa berprestasi, Pirdot juga sering merasa tak nyaman dengan orang lain karena memang ia tak menyukai persaingan. Sebagai teman yang pernah satu sekolah, saya berdoa, semoga Pirdot baik-baik saja di manapun ia berada. 

Probatorium 93 sungguh memang merindukan si Pirdot alias sejenis semak ini. Semoga saja tak ada lagi Seminaris yang bernama Pirdot, karena seperti semak liar, ia tak akan menyukai keselarasan. Ha ha ha.