iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Paradoks Demokrasi - Tokoh Reformasi Pencari Sensasi

Paradoks Demokrasi -  Tokoh Reformasi Pencari Sensasi

Di penghujung kekuasaan Jenderal Soeharto di era Orde Baru, Prof. Yusril Ihza Mahendra sepertinya jadi satu-satunya ahli hukum Tatanegara dan Amien Rais seolah-olah menjadi tokoh utama era Reformasi. 

Pendapatnya seolah-olah menjadi acuan, dan keputusan mereka seakan menjadi keputusan terbaik untuk bangsa ini.

Yusril Ihza Mahendra

Kepintaran Yusril di bidang hukum tata negara telah menjadikan dia dipercaya sebagai menteri di 3 kabinet:
  1. Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia dalam Kabinet Pemerintahan Indonesia (21 Oktober 2004 – 9 Mei 2007 di era Presiden Abdurrahman Wahid;

  2. Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia dalam Kabinet Gotong Royong (23 Oktober 1999 – 7 Februari 2001) di era Presiden Megawati Soekarnoputri, dan

  3. Menteri Sekretaris Negara (9 Agustus 2001 – 21 Oktober 2004) di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Yusril yang sudah terlanjur dikenal masyarakat sebagai "profesor cerdas". Sayangnya kecerdasannya kalah oleh kejatuhannya. 

Kasus dugaan korupsi Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) tahun 2010 lalu pun menimpa Yusril.

Sejak saat itu, Yusril sempat lenyap dari perpolitikan nasional. Walaupun sesekali muncul di media, tetapi bukan sebagai aktor utama. Ia lebih sering muncul membela orang yang melawan pemerintah. 

Seperti kata Ahok, "Yusril emang suka pasang badan bela-bela yang lawan pemerintah."

Kini, di era Presiden Jokowi, tepatnya setelah PBB lolos sebagai peserta Pemilu 2019, Yusril tampil lagi. Ia seakan lupa kegagalannya sebagai balongub di Pilgub DKI tahun lalu.

Namun nasi sudah menjadi bubur. Yusri bukan lagi satu-satunya Profesor ahli Tata Negara. Masyarakat, kini justru lebih mengenalnya sebagai orang yang harus menata ulang dirinya sebelum merusak sistem hukum di ngeri ini.

Bersama Yusril Ihza Mahendra, Amien Rais adalah orang yang mendadak terkenal di atas penderitaan Soeharto.

Paradok Demokrasi -  Tokoh Reformasi Pencari Sensasi

Amien Rais

Sebagai oportunis sejati, Amien Rais emang hebat. Seperti Yusril ia juga profesor dan sama-sama tampil di panggung perpolitikan nasional bersamaan dengan jatuhnya Soeharto. 

Ya, Amien termasuk salah satu orang yang mendadak terkenal di era Reformasi.

Bila dalam sejarah Gereja istilah "Reformasi" identik dengan Martin Luther, maka dalam sejarah bangsa ini, reformasi "sempat" diidentikkan dengan Amien Rais. 

Bedanya, kalau Marthin Luther mengkritisi yang salah di Gereja tanpa bermaksud mengkudeta jabatan Paus, maka Amien Rais justru dengan jelas ingin berkuasa di negeri ini.

Syukurlah, dalam waktu yagn relatif singkat, sifat asli Amien Rais semakin jelas terlihat. Ia oportunis sejati. 

Saat diangkat sebagai MPR, ia memainkan sistem pemilihan presiden lewat "fatwa" wanita tak boleh jadi presiden. Megawati, ketua umum partai pemenang Pemilu pun gagal jadi Presiden kala itu.

Fakta di atas paling diingat orang sebagai hasil kerjanya Amien Rais, tokoh yang tadinya menganggap dirinya sebagai Bapa Reformasi 1998 itu.

Kecewa partainya kalah, ia pun membentuk Poros Tengah yang beranggotakan partai-partai Islam dengan tujuan menggagalkan Megawati dari partai sekuler yang kala itu berhak jadi presiden.

"Kinerja" inilah paling diingat orang bila mendengar Amien Rais. Hal ini bahkan teleh membuktikan bahwa Amien Rais bukanlah bapa reformasi, melainkan sosok licik yang lihai memainkan isu agama dalam pertarungan politik kekuasaan di negeri ini.

Perjalanan di dunia politik dari kedua tokoh, Yusril dan Amien pada akhirnya menyadarkan kita mengapa keduanya sangat dekat dengan kubu islam radikal macam FPI, HTI, dst. 

Selain karena keduanya sadar bahwa satu-satunya cara untuk tampil kembali di panggung politik nasional adalah lewat isu sensitif itu, juga karena sejak era SBY 2004, presiden sudah dipilih langsung oleh rakyat.

Sebagaimana Yusril sering dinasihati agar lebih menata diri daripada menata negara, demikian juga Amien Rais sering dibujuk demi kebaikannya agar ia mulai mereformasi pemikiran dan mentalnya, agar ia tak selalu mengumbar kebenciannya kepada pemerintah Jokowi yang dicintai rakyatnya.