iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Datanglah dan Lihatlah

Datanglah dan Lihatlah
Kebanyakan tamu hanya diterima di ruang tamu. Rasanya aneh bila ada tamu yang diterima di ruang keluarga, ruang makan atau dapur.

Ya, karena lazimnya kita malu kalau bagian dalam rumah kita sampai kelihatan oleh tamu. Mengapa malu? Karena biasanya bagian dalam rumah kita bersifat 'pribadi' dan hanya untuk keluarga. Belum lagi kalau di ruangan itu berserakan dengan barang-barang rumah tangga.

Nyatanya, kita selalu menghias dan membersihkan ruang tamu sebagus mungkin, dan sebaliknya, kita sering membiarkan ruangan keluarga apa adanya. Ruang dalam itu paling hangat, paling berkesan, paling nyaman untuk duduk bersama keluarga.

Ada kehangatan dan kenangan indah masa kecil, cinta yang kita rawat hingga kini. Sebaliknya, dalam perjumpaan sehari-hari dengan orang lain, kita cenderung menjaga jarak. Kita hanya menerima orang lain di 'ruang tamu' batin kita. Kita tidak akan membiarkan orang lain sampai tahu isi hati kita, perasaan-perasaan kita, apalagi problem yang kita hadapi.

Umumnya orang punya ketakutan pada pembicaraan dari hati ke hati. Begitu percakapan menyentuh soal keluarga, relasi, doa, pilihan dan keputusan hidup, maka kita akan menjauh, bahkan mengalihkan pembicaraan.

Dalam beberapa kisah di Kitab Suci Perjanjian Baru, Andreas pun tampak 'bukan siapa-siapa' dibanding seorang yang merupakan 'saudara Simon Petrus'. Ketika membawa Simon kepada Yesus, Andreas justru bukanlah orang yang pertama dikomentari Yesus.

Justru Simon yang dilihat Yesus dan dinamai-Nya 'Kefas'. Tampaknya Andreas memang bukan termasuk 'lingkaran dalam' di antara para murid. Mereka yang termasuk 'lingkaran dalam' itu hanyalah Petrus, Yakobus dan Yohanes. Sedangkan Andreas sepertinya tak dianggap penting di antara kedua belas rasul.

Fakta ini ternyata tak lantas membuat Andreas tersinggung. Ia tetap setia mengikuti Yesus. Ia bahkan selalu setia membawa orang lain kepada Yesus. Hal pertama yang dilakukannya setelah menemukan Messias ialah mengajak Petrus, saudaranya.

Andreas jualah yang membawa anak kecil yang mempunya 5 roti dan 2 ikan kepada Yesus (Yoh 6:5-9) serta mengantar orang-orang Yunani yang mencari Yesus (Yoh 12:21-22).

Pasti tak gampang mengajak orang kepada Yesus. Orang butuh kesan dan pengalaman dari orang yang mengajaknya. Paling tidak kata-katanya sangat meyakinkan dan sarankan memang dibutuhkan oleh orang tersebut.

Kata-kata dan sikap yang lebih baik, ketekunan dan keteguhan adalah modal utama kita untuk untuk tetap berusaha meyakinkan orang untuk datang keapda Yesus, meski harus berkali-kali ditolak.

Alhasil, Yesus mengatakan kepada kedua murid itu, "Marilah, dan kamu akan melihatnya sendiri." Yesus tidak sekedar menerima mereka di ruang tamu, tetapi mengajak mereka untuk melihat sendiri di mana Ia tinggal, dan lihatlah,"hari itu mereka tinggal bersama-sama dengan Dia."

Mereka tinggal di rumah Yesus, diperlakukan seperti keluarga sendiri, diperbolehkan melihat ruang dalam dan bahkan beristirahat di sana dengan nyaman.

*****

Ternyata, keterbukaan diri pada orang lain adalah kesaksian yang paling luar biasa. Sama seperti Nabi Elia atau Eli membimbing Samuel yang masih kecil. Dua kali panggilan Tuhan atas Samuel, Eli tak langsung menangkapnya. Baru setelah ketiga kalinya hal itu terjadi, "mengertilah Eli, bahwa Tuhanlah yang memanggil anak itu."

Seandainya nabi Elia bersikeras dengan pengalamannya sendiri akan Tuhan dan tidak percaya bahwa Tuhan pun dapat memanggil Samuel, maka rencana Tuhan atas Samuel tak mungkin terlaksana. Samuel menjadi nabi besar, lebih besar daripada Eli sendiri. Namun itu terjadi karena kerendahhatian dan keterbukaan Eli.

*****
Siapa yang pernah kita bawa kepada Tuhan? Kapan kita berbicara dengan meyakinkan kepada seseorang tentang perbuatan Tuhan yang ajaib di masa kini? Atau sekurang-kurangnya, kapan kita pernah 'bersaksi' dan orang lain tergerak untuk datang kembali kepada Yesus?

Sejujurnya kita harus mengakui bahwa hidup kita, kisah kita, sikap kita, tidak menggerakkan siapapun untuk datang kepada Yesus . Kita terlalu banyak berbasa-basi soal iman, dan kurang berani membiarkan orang 'melihat sendiri' bagaimana hidup kita diubah oleh Yesus.

Kesaksian kita tak usah dilebih-lebihkan. Apa yang menyentuh hati orang lain adalah kisah hidup yang apa adanya dari diri kita, 'ruangan dalam' di 'rumah kita', dengan segala kegetiran dan perjuangan kita mengatasi penderitaan.

Kita perlu mengundang orang lain masuk ke dalam 'lingkaran dalam' iman kita dan berkata, "Datanglah, dan kamu akan melihatnya sendiri."

*Bacaan: Minggu Biasa Ke-2: 1Sam 3:3b-10.19; 1Kor 6:13c-15a.17-20; Yoh 1:35-42


Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.