iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Tobat dan Sakit Kepala

Tobat dan Sakit Kepala
Saat berobat ke dokter, kita sering hanya menyebut 'sakit kepala'. Ternyata untuk membantu dokter mendiagnosis penyakit yang menimpa diri kita kita mesti menjelaskan lebih rinci gejala apa saja yang kita alami,

Mungkin kita tidak mau, atau merasa malu, kalau sampai ketahuan penyebab sakit kita. Kita hanya mau obatnya, dan tidak suka dinasihati atau diperingatkan. Akhirnya penyakit kita jadi berlarut-larut, tidak selesai dengan satu obat. Kita habis biaya banyak, habis waktu juga, dan tetap saja 'sakit kepala'.

Jadi, ada penyakit yang lebih susah disembuhkan. Penyakit itu namanya 'menghindar'. Dan kita semua 'ahli' menghindar. Kalau ada tantangan yang agak berat, kita mencari pekerjaan yang lebih mudah. Kalau dituntut untuk bertanggung jawab, kita mencari alasan untuk lepas darinya.

Baru dikritik sedikit, kita malah berhenti berusaha dan melakukan apa yang disukai sendiri. Orang tidak mau ketahuan sumber penyakitnya. Kita tidak mau ketahuan karena sesuatu yang terus menerus kita hindari. Kadang-kadang sesuatu itu adalah sebuah perubahan diri yang sebetulnya sederhana untuk dilakukan. Sesuatu yang akhirnya jadi rumit, makan banyak energi dan waktu dalam hidup kita.

Kisah panggilan keempat murid pertama versi (Injil) Markus sangat kontras dengan kisah panggilan Yunus dalam bacaan I. Sementara Yunus membutuhkan 3 bab untuk akhirnya bergerak pergi ke Niniwe, dalam Injil Markus Petrus, Andreas, Yakobus dan Yohanes hanya perlu 4 ayat untuk meninggalkan jala dan keluarganya lalu mengikuti Yesus.

Banyak yang memperdebatkan bahwa Markus terlalu menyederhanakan panggilan para murid pertama. Bagaimana mungkin memutuskan perubahan jalan hidup terjadi dalam sekejap? Tapi justru di situlah letak dahsyatnya 'perhitungan' Tuhan. Kadang-kadang Tuhan menghitung dengan 'tahun', kadang-kadang dengan 'detik'. Ia menghitung dengan detik pada saat semuanya sudah jelas kita pahami.

Sadarkah kita bahwa Markus memakai kata keterangan 'segera' sampai 33 kali hanya dalam 16 bab Injilnya? Dan kata yang sama ini tidak satu kalipun dipakai untuk Yunus? Kesegeraan Markus ini tidak sama dengan kenekatan atau sikap serampangan untuk memutuskan. Markus menggambarkan kesegeraan ini karena banyak hal sudah jelas, tidak membutuhkan pikiran yang rumit-rumit untuk memutuskan sesuatu yang sudah jelas.

Sejak peristiwa pembaptisan Yesus oleh Yohanes Pembaptis hingga kisah panggilan hari ini, para murid pertama itu sudah tahu tentang Yesus. Mereka bahkan mungkin sudah menunggu-nunggu kapan saatnya tiba. Dan ketika Yesus memanggil, mereka tidak ragu-ragu lagi. "Mereka pun segera meninggalkan jalanya dan mengikuti Dia."

Mungkin sudah berkali-kali kita merasa terlambat memutuskan. Kadang-kadang kita menghibur diri dengan mengutip Kitab Pengkhotbah, bahwa "Tuhan membuat segala sesuatu indah pada waktunya." Tapi itu hanya untuk membenarkan diri bahwa "saya belum mau berubah sekarang." 

Baru kelak setelah kita tua, setelah habis banyak biaya, setelah malang melintang dalam pekerjaan, setelah kehilangan teman dan orang-orang yang dicintai, baru kita berpikir, "mengapa tidak dari dulu saya lakukan saja." Dan mungkin itu obat yang manjur untuk sebuah pertobatan: lakukan saja, dan jangan banyak berpikir, apalagi kalau semuanya sudah jelas mengarahkan kita pada keputusan itu.

Yunus, dalam bacaan I, adalah contoh yang luar biasa tentang penyakit 'menghindar' kita. Dalam dua bab sebelumnya ia terus menerus lari dari panggilan Tuhan, dan semua itu setiap kali membuat jalan hidupnya jadi rumit, penuh bahaya dan bahkan membahayakan banyak orang. 

Apapun yang dilakukannya untuk 'lari' menjauh dari Tuhan hanya akan sia-sia dan berakhir di perut ikan. Tuhan dengan senang hati mengembalikan Yunus ke 'titik nol' panggilannya, sekeras apapun Yunus berusaha untuk tidak mengambil keputusan atas hidupnya.

Pertobatan yang diwartakan Yesus di awal panggilan murid-murid-Nya adalah sesuatu yang sederhana untuk dilakukan. Pertobatan menjadi tidak sederhana saat kita terlalu banyak berpikir dan khawatir. Pertobatan tidak terletak pada kata-kata "aku menyesal", tapi pada keputusan sekejap untuk berubah, untuk 'segera' meninggalkan 'jala' yang selama ini membuat hidup kita kusut.

Berhenti dari semuanya itu, dan kerjakan apa yang sudah jelas mesti dilakukan. Kita sudah lama punya 'niat' tapi sampai kini belum diperbuat.

Ingatlah lagi niat-niat itu, dan sekarang juga lakukan. "Waktunya telah singkat!" kata Paulus. Carilah keputusan-keputusan yang tak pernah terwujud dalam hidup kita. Kalau toh orang lain membantu kita dengan cara mengingatkan atau mengkritik, tidak usah menjadi sinis dan memusuhi. Sebetulnya itu hanya untuk mempermudah diri kita sendiri memperbaiki hidup. 

Bukankah lebih enak berubah dengan cara itu, daripada harus mengalami sendiri kesakitan dan penderitaan? Mungkin ada hal buruk yang harus kita tinggalkan, supaya 'sakit kepala' kita sembuh. Amin.

* Bacaan: Minggu Biasa Ke-3 (B): Yun 3:1-5.10; 1Kor 7:29-31; Mrk 1:14-20


Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.