Hujan itu penyeimbang cuaca. Kala panas menyengat hujan akan turun menyirami bumi. Turunnya hujan bukan pertama-tama bermaksud untuk menghalangi perjalanan, apalagi membuai manusia larut dalam rasa malas hingga kita lebih memilih berbaring di ranjang sepanjang hujan tak mereda.
Hujan itu berkat. Bukan kutuk, apalagi malaikat pencabut nyawa. Sebagai berkat, hujan hanya akan menampilkan dirinya kalau ia merasa bumi sudah terlalu panas, dan bumi membutuhkannya
Bagi petani yang sawahnya dilanda kering, hujan adalah harapan yang terwujud. Tapi bagi petani yanh sedang mengeringkan padinya di halaman rumah, hujan bisa dianggap sebagai penghalang penjualan padi.
Hujan adalah kita, yang kadang dipandang sebagai penyejuk komunitas, tapi serentak tak jarqng diperlakukan sebagai penghalang untuk saling bertemu.
Sekira setengah jam lalu, ada teman yang mengirimkan peristiwa longsornya kuburan kristen karena derasnya aliran sungai yang dibanjiri hujan.
Kuburan mewah dan berselububg pualam itu pun serentak berantakan. Entah kemana isinya, tulang belulang atqu jenazah yang belum lama dikuburkan.
Salahkah hujan? Tentu tidak. Hujan itu alami. Dia tak melukai siapapun yang tidak merusak keseimbangan semesta.
Maka, akan tampak berlebihan ketika hujan kita anggap sebagai perusak yang menakutkan.
Ad Unit (Iklan) BIG

Berbagai ide dan gagasan Filsafat, Teologi, Budaya, Politik, Pendidikan, dll. Kritik dan Saran silahkan kirimkan via email [email protected].
Posting Komentar
Posting Komentar