iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Kontekstualisasi Ritual Adat



Ritual adat Batak itu bukan untuk diperdebatkan, tapi untuk dillaksanakan sesuai kebutuhan. Yang penting, makna dan folosofinya jangan diubah.

Kita sadar, bahwa kita bagian dari masyarakat lisan. Tak suka menulis, apalagi membaca. Tapi anehnya, kita rajin berdebat hingga lupa waktu.

Kita begitu terlena dengan hikayat manusia batak jaman dulu, hingga tak sadar kalau kisah kita hanya berdasarkan "Ninna tu Ninna".

Dalam melaksanaan ritual adat Batak pun kita sama. Berbagai peristiwa yang lita rayakan, mulai dari tubu (lahir), mangoli/muli (menikah) hingga monding (mati), selalu dirayakan menurut "ulaon na masa di huta nami on".

Memang benar. Ada Dalihan Natolu sebagi fondasi adat, termasuk di setiap ritual yang dirayakan. Tapi, jangan salah.

Di jaman jebot, wilayah Batak Toba sendiri telah mencakup 4 Bius yang kini masing-masing Bius sudah menjadi kabupaten: Bius Silindung jadi Kab. Tapanuli Utara, Bius Holbung (Kab Toba), Bius Humbang (Kab. Humbahas), dan Bius Samosir (Kab. Samosir).

Kendati lebih banyak persamaan, tapi di keempat Bius ini, adat selalu berjalan dengan kekhasan ritual masing-masing Bius.

Gimana lagi kalau orang Batak di perantauan, khususnya yang di luar Sumut?
Tentu, banyak hal "harus" diubah hingga lebih praktis. Tak ayal pagi, kita sulit untuk mendebat ritus adat di tempat tinggal mereka.

Bisa anda bayangkan saat pesta² perkawinan orang Batak bisa saja tampil seperti kawinan orang di Pulau Jawa yang terlihat sederhana tapi dengan aura pesta dangdut.

Jadi gak usah begitu saklek. Esensi nilai dan filosofi adat itu yang harus dipertahankan. Kemasanboleh saja berbeda sedikit, tapi isinya tetap pesta adat Batak Toba.



Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.