
Kesederhanaan sungguh melekat dalam hidupnya. Ia berasal dari keluarga yang sangat sederhana, anak seorang guru agama dan sebagai petani yang didukung seorang ibu yang juga petani.
Saya ingin menggapai hidup yang lebih baik dengan berpegang teguh pada prinsip yang diajarkan oleh seorang biarawan, Bruder Tranky, “Ora et Labora” yang artinya “berdoalah dan bekerjalah”. Atas bimbingan orangtua dan dengan semboyan Ora et Labora yang menjadi panduan hidup keluarga agar menjadi keluarga bahagia, rukun, dan damai.
Setamat dari Sekolah Rakyat, SD Negeri Sibolopian, Ambarita, aku pergi melanjut ke yayasan katolik, STP Cinta Rakyat Pematangsiantar, Jl. Sibolga No. 21. Sekolah ini merupakan pilihan orangtua, dengan harapan setamat Sekolah Teknik Pertama (STP) ini, bisa langsung bekerja. Hal ini sesuai dengan keadaan ekonomi orangtua. Sekitar Juni 1963 Saya lulus dari STP Cinta Rakyat Pematangsiantar dengan baik.
Kondisi negara mempengaruhi kemajuan rakyatnya. Pada tahun ajaran 1963/1964 pemimpin negara kita, Bung Karno, mengumumkan tahun Berdikari, artinya berdiri di atas kaki sendiri (melepaskan hubungan dengan negara tetangga, Malaysia dan Singapura).
Akibatnya bagi rakyat petani sungguh terasa. Ekonomi pertanian terganggu, penjualan sayur mayur terputus ke luar negeri sehingga sayur mayur, hasil pertanian kami (sayur kol, bawang, dll) tidak bisa dijual dan terbuang.
Keadaan ekonomi rakyat petani inilah yang mengakibatkan Saya tidak sanggup untuk melanjutkan sekolah ke STM. Namun dengan bantuan Pastor Paroki Parapat, saya dimasukkan bekerja ke bengkel/ Pertukangan Katolik Pematangsiantar.
Dalam masa kerja di petukangan katolik ini saya dibina seorang Biarawan/Bruder Tranky (Kepala Sekolah STP). Beliau membina saya menjadi seorang pekerja yang rajin, setia terhadap pekerjaan dan rasa hormat kepada atasan. Setelah bekerja di petukangan katolik selama 4 bulan, ada perusahaan membuka lowongan di surat kabar yaitu PT Rami Pematangsiantar (industri pemintalan benang dan pertenunan).
Dengan bantuan Bapa Bruder Tranky saya dipersiapkan mengikuti testing. Berkat kasih karunia Tuhan, Saya berhasil lulus dan diterima bekerja serta mengikuti training selama 8 bulan. Dengan usaha rajin belajar dan berdoa kepada Tuhan, Saya mengikuti sekolah diluar jam kerja dan lulus dengan baik.
Banyak gelombang kehidupan yang terjadi di lapangan pekerjaan, dan saya menyadari bahwa dengan ijazah sekolah yang rendah, Saya tidak akan mampu meraih keberhasilan yang Saya impikan. Oleh karena itu, Saya melanjutkan sekolah di STM untuk menunjang kenaikan golongan pada tahun 1967.
Pada saat liburan sekolah Saya pulang ke kampung halaman untuk melepas rindu kepada kedua orangtua. Berkat kasih Tuhan, Saya dipertemukan dengan seorang gadis yang menarik perhatian, bernama Bertha Brigida br. Sidabutar dari Tuk-Tuk Siadong.
Tak lama setelah pertemuan itu, dengan restu orangtua kedua belah pihak, Kami pun saling menerimakan Sakramen Perkawinan oleh Pastor Raymond Rompa OFM Cap di Gereja Katolik St. Fidelis Parapat pada tanggal 29 Desember 1967 di dalam kesederhanaan kami.
Dengan membentuk rumah tangga baru, semangat untuk menyelesaikan sekolah pun semakin meningkat, ya karena motivasi istri tercinta. Dengan dukungannya berupa doa, Saya pun lulus pada tahun 1968.
Berbekal ijazah STM, Saya mulai mencari pekerjaan baru dengan melayangkan beberapa surat lamaran kerja ke beberapa perusahaan. Dengan status berkeluarga saat itu, ternyata tidaklah mudah untuk mendapatkan pekerjaan.
Namun Saya tak pernah menyerah untuk memohon kepada Tuhan. Untuk mengisi masa pengangguran, menunggu jawaban atas lamaran pekerjaan, Saya menjalani hidup sebagai nelayan di Danau Toba demi menghidupi keluarga kecil kami selama satu tahun.
Doa yang senantiasa kami berdua panjatkan kepada Tuhan akhirnya dikabulkan. Pada tahun 1969 Saya diterima bekerja di sebuah perusahaan Galangan Kapal Laut, PT Poseidon, yang bekerjasama dengan bengkel Angkatan Laut di Belawan.
Namun Saya tak pernah menyerah untuk memohon kepada Tuhan. Untuk mengisi masa pengangguran, menunggu jawaban atas lamaran pekerjaan, Saya menjalani hidup sebagai nelayan di Danau Toba demi menghidupi keluarga kecil kami selama satu tahun.
Doa yang senantiasa kami berdua panjatkan kepada Tuhan akhirnya dikabulkan. Pada tahun 1969 Saya diterima bekerja di sebuah perusahaan Galangan Kapal Laut, PT Poseidon, yang bekerjasama dengan bengkel Angkatan Laut di Belawan.
Setelah bekerja selama 2 tahun di PT. Poseidon, Kami berdua menerima lagi berkat dari Tuhan, dengan kehadiran seorang putri mungil yang cantik laksana bidadari pada tanggal 17 Juli 1970. Pada hari itu juga lengkap lah kami menjadi keluarga (Ayah, Ibu, dan Anak).
Sebagai tanda syukur atas bantuan doa melalui Bunda Maria, Kami pun memberi nama baptis pada puteri kami, Suryati MARIA Silalahi. Gaji yang kecil saat itu bukan lah menjadi penghalang bagi kami untuk senantiasa bersyukur kepada Tuhan. Hidup yang sangat sederhana, membahagiakan kami, sebab bahagia datang dari hati.
Sebagai pekerja di daerah pelabuhan, membentuk Saya menjadi pekerja keras.Masuk kerja pagi 08.00-16.00 dan sering lembur sampai pukul 21.00. Setahun kemudian, anugerah Tuhan bertambah bagi kami dengan kehadiran seorang putera yang kami beri nama Yohannes.
Manusia berencana, Tuhan yang menentukan. Dalam waktu yang sangat singkat,Kami pun harus merelakan kepulangannya kepada Bapa di surga. Peristiwa kehilangan ini merupakan kepedihan yang pertama bagi keluarga kami.
Tak surut mengucap syukur pada Tuhan, dua tahun kemudian kembali kami menerima berkat Tuhan dengan hadirnya seorang putri bernama Hermina. Tak berlebihan kiranya kami pun sangat berterimakasih kepada Tuhan atas rahmat-Nya yang semakin berlimpah dalam memperoleh pekerjaan yang lebih baik dan terutama atas kehadiran seorang putera di tengah keluarga kami bernama Elman Kiyoshi pada tanggal 5 Maret 1976 di Belawan.
Puji Tuhan atas berkatNya yang berlimpah kepada kami berdua untuk mendidik dan membimbing ketiga anak kami. Kami pun sangat berbahagia bila melihat mereka bertiga bermain, bercanda, dan bernyanyi terlebih saat mereka bersenandung lagu puji-pujian kepada Tuhan.
Setelah beberapa bulan kelahiran putra kami, Tuhan berkehendak lain. Kami pun sekali lagi harus merelakan kepergian putri kedua kami, Hermina. Karena istri Saya terlalu larut dalam kesedihan, dari cerita putri pertama kami yang memberitahukan bahwa ibunya hampir sepanjang hari menangis hingga kurang memperhatikan mereka, Saya memutuskan untuk membawa istri, puteri, dan putera kami pindah ke tempat saya bekerja di Tanjung Pura.
Puji Tuhan, ibu dari anak-anakku sudah mampu bangkit dari kesedihannya. Di Tanjung Pura kembali kami mendapat kebahagiaan dari Yang Maha Kuasa, dengan hadirnya seorang putera pada tanggal 17 September 1977.Kami beri dia nama, Peterus Daimura. Terimakasih, Tuhan.
Setelah memiliki tiga anak, Saya pun semakin bersemangat untuk mencari pekerjaan yang lebih baik demi masa depan anak-anak kami. Berbekal pengalaman bekerja sebelumnya, memberanikan diriku untuk mencari pekerjaan yang baru. Terimakasih Tuhan, terimakasih Bunda Maria atas pertolongan doamu, Aku diterima bekerja di PT Inalum di bona pasogit, kabupaten daerah kami berasal, Tapanuli Utara.
Karena merupakan perusahaan yang baru berdiri, belum ada tempat berteduh yang disediakan oleh perusahaan, Aku dan keluarga pun harus hidup tak bersama. Istri dan anak-anakku harus tinggal di kampung halaman, Tuk-Tuk,sementara Aku harus hidup menyendiri di Paritohan, Sigura-gura pada tahun 1978.
Berkat yang melimpah pun semakin bertambah kami terima dari Tuhan, dengan kehadiran seorang putri di April Tanggal 20 tahun 1979. Kami beri dia nama saudara Sang Bunda, Elisabeth.
Seiring perkembangan pembangunan perusahaan, Kami pun dapat tinggal bersama di komplek perumahan perusahaan di Paritohan. Dua tahun kemudian, pada tanggal 4 Januari 1981 bertambah lagi seorang putri di tengah keluarga kami. Karena posisi sungsang sang bayi, Sang Ibu harus dibawa ke RS Balige. Syukur kepadamu Tuhan, proses kelahiran Magdalena Rosalina berjalan dengan baik.
Bidadari mungil lagi-lagi dianugerahkan Tuhan kepada kami pada 4 September 1983, Kami sapa dia, Rebekka Nurmaida. Waktu berjalan terasa sangat cepat, anak-anak tumbuh sehat dan bahagia. Mereka selalu bekerja sama membantu pekerjaan rumah.
Mengarungi bahtera keluarga selama kurang lebih 18 tahun, ibu anak-anak jatuh sakit. Kian hari, kesehatannya kian menurun. Hingga suatu hari, secara medis dinyatakan meninggal dunia. Tak sanggup menerima kenyataan harus kehilangan istri tercinta, dengan tangisanku yang menggelegar, Aku berdoa, memohon kepada Tuhan; “Bangkitkan dia, sebagaimana Engkau pernah menghidupkan Lazarus…”.
Sebagai tanda syukur atas bantuan doa melalui Bunda Maria, Kami pun memberi nama baptis pada puteri kami, Suryati MARIA Silalahi. Gaji yang kecil saat itu bukan lah menjadi penghalang bagi kami untuk senantiasa bersyukur kepada Tuhan. Hidup yang sangat sederhana, membahagiakan kami, sebab bahagia datang dari hati.
Sebagai pekerja di daerah pelabuhan, membentuk Saya menjadi pekerja keras.Masuk kerja pagi 08.00-16.00 dan sering lembur sampai pukul 21.00. Setahun kemudian, anugerah Tuhan bertambah bagi kami dengan kehadiran seorang putera yang kami beri nama Yohannes.
Manusia berencana, Tuhan yang menentukan. Dalam waktu yang sangat singkat,Kami pun harus merelakan kepulangannya kepada Bapa di surga. Peristiwa kehilangan ini merupakan kepedihan yang pertama bagi keluarga kami.
Tak surut mengucap syukur pada Tuhan, dua tahun kemudian kembali kami menerima berkat Tuhan dengan hadirnya seorang putri bernama Hermina. Tak berlebihan kiranya kami pun sangat berterimakasih kepada Tuhan atas rahmat-Nya yang semakin berlimpah dalam memperoleh pekerjaan yang lebih baik dan terutama atas kehadiran seorang putera di tengah keluarga kami bernama Elman Kiyoshi pada tanggal 5 Maret 1976 di Belawan.
Puji Tuhan atas berkatNya yang berlimpah kepada kami berdua untuk mendidik dan membimbing ketiga anak kami. Kami pun sangat berbahagia bila melihat mereka bertiga bermain, bercanda, dan bernyanyi terlebih saat mereka bersenandung lagu puji-pujian kepada Tuhan.
Setelah beberapa bulan kelahiran putra kami, Tuhan berkehendak lain. Kami pun sekali lagi harus merelakan kepergian putri kedua kami, Hermina. Karena istri Saya terlalu larut dalam kesedihan, dari cerita putri pertama kami yang memberitahukan bahwa ibunya hampir sepanjang hari menangis hingga kurang memperhatikan mereka, Saya memutuskan untuk membawa istri, puteri, dan putera kami pindah ke tempat saya bekerja di Tanjung Pura.
Puji Tuhan, ibu dari anak-anakku sudah mampu bangkit dari kesedihannya. Di Tanjung Pura kembali kami mendapat kebahagiaan dari Yang Maha Kuasa, dengan hadirnya seorang putera pada tanggal 17 September 1977.Kami beri dia nama, Peterus Daimura. Terimakasih, Tuhan.
Setelah memiliki tiga anak, Saya pun semakin bersemangat untuk mencari pekerjaan yang lebih baik demi masa depan anak-anak kami. Berbekal pengalaman bekerja sebelumnya, memberanikan diriku untuk mencari pekerjaan yang baru. Terimakasih Tuhan, terimakasih Bunda Maria atas pertolongan doamu, Aku diterima bekerja di PT Inalum di bona pasogit, kabupaten daerah kami berasal, Tapanuli Utara.
Karena merupakan perusahaan yang baru berdiri, belum ada tempat berteduh yang disediakan oleh perusahaan, Aku dan keluarga pun harus hidup tak bersama. Istri dan anak-anakku harus tinggal di kampung halaman, Tuk-Tuk,sementara Aku harus hidup menyendiri di Paritohan, Sigura-gura pada tahun 1978.
Berkat yang melimpah pun semakin bertambah kami terima dari Tuhan, dengan kehadiran seorang putri di April Tanggal 20 tahun 1979. Kami beri dia nama saudara Sang Bunda, Elisabeth.
Seiring perkembangan pembangunan perusahaan, Kami pun dapat tinggal bersama di komplek perumahan perusahaan di Paritohan. Dua tahun kemudian, pada tanggal 4 Januari 1981 bertambah lagi seorang putri di tengah keluarga kami. Karena posisi sungsang sang bayi, Sang Ibu harus dibawa ke RS Balige. Syukur kepadamu Tuhan, proses kelahiran Magdalena Rosalina berjalan dengan baik.
Bidadari mungil lagi-lagi dianugerahkan Tuhan kepada kami pada 4 September 1983, Kami sapa dia, Rebekka Nurmaida. Waktu berjalan terasa sangat cepat, anak-anak tumbuh sehat dan bahagia. Mereka selalu bekerja sama membantu pekerjaan rumah.
Mengarungi bahtera keluarga selama kurang lebih 18 tahun, ibu anak-anak jatuh sakit. Kian hari, kesehatannya kian menurun. Hingga suatu hari, secara medis dinyatakan meninggal dunia. Tak sanggup menerima kenyataan harus kehilangan istri tercinta, dengan tangisanku yang menggelegar, Aku berdoa, memohon kepada Tuhan; “Bangkitkan dia, sebagaimana Engkau pernah menghidupkan Lazarus…”.
Mujizat itu nyata, dan para medis pun turut memuji kebesaran Tuhan.Terimakasih, Tuhan. Di Pertengahan tahun 1984, kemuliaan Tuhan semakin menguatkan iman keluarga, saat Daimura sakit keras namun sanggup melalui masa kritisnya.
Kasih Tuhan semakin meneguhkan kami di tahun 1988, saat puteri kami Suryati MARIA juga berkat pertolongan Tuhan mampu melalui masa kritis atas penyakit yang menderanya. Terimakasih Tuhan, terimakasih Bunda Maria.
Tahun 1990 di bulan April, Ibu anak-anakku terhenyak setelah seseorang datang ke rumah,memberitahukan peristiwa nahas menimpaku. Di tengah perjalanan ke Tigadolok dari Pematangsiantar, di sekitaran Simpang Dua, becak yang ditumpangi dihempas oleh truk.
Tahun 1990 di bulan April, Ibu anak-anakku terhenyak setelah seseorang datang ke rumah,memberitahukan peristiwa nahas menimpaku. Di tengah perjalanan ke Tigadolok dari Pematangsiantar, di sekitaran Simpang Dua, becak yang ditumpangi dihempas oleh truk.
Aku pun terpental dari becak, terlempar jauh masuk kedalam parit besar.Kembali kami mengucap syukur atas berkat Tuhan,yang memulihkanku.
Puji Tuhan hingga saat ini dan hingga di masa yang akan datang,Aku akan senantiasa mengandalkan Tuhan di sepanjang hidupku. Dan Kuminta kepada anak-anakku agar senantiasa mengandalkan Tuhan di sepanjang hidup mereka.
Puji Tuhan hingga saat ini dan hingga di masa yang akan datang,Aku akan senantiasa mengandalkan Tuhan di sepanjang hidupku. Dan Kuminta kepada anak-anakku agar senantiasa mengandalkan Tuhan di sepanjang hidup mereka.
Terimakasih Tuhan, terimakasih Bunda Maria. Amin. (Rebeka Nurmaida Silalahi)


Posting Komentar