iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Spiritualitas Tak Layak Dilembagakan

Spiritualitas Tak Layak Dilembagakan

Spiritualitas tak pernah bisa dilembagakan, dan memang spiritualitas bukan sebuah lembaga dalam arti luas. Ketika spiritualitas dilembagakan maka itu semata tenunan sesat dari orang-orang yang mereduksi spiritualitas sebagai obyek racikan mereka.

Secara etimologis kata "spirit" (Latin: spiritus berarti roh. bd. logos berarti sabda) adalah 'subyek' yang tak terjamah karena memang tak berwujud.

Dari istilah ini saja sudah jelas bahwa tak ada lembaga spiritualitas. Yang ada itu spirit atau spiritualitas (tanpa tambahan kata lembaga).

Jadi bila istilah "spiritulitas" direduksi menjadi "lembaga spiritualitas" itu berarti kita memaksa roh melembagakan dirinya. Tentu tindakan ini tidak mungkin. Ya, seperti telah kukatakan tadi, roh itu tak berwujud.

Implikasi dari kata "lembaga" pada kata "spiritualitas" hanya bisa dibenarkan bila yang dimaksud adalah "pengakuan pada perlindungan atau naungan ROH ALLAH" atau ungkapan iman bahwa ada roh yang satu dan sama yang menaungi lembaga tersebut.

Bila yang dimaksud oleh para formator lembaga spiritualitas tertentu bahwa lembaga mereka adalah lembaga yang didirikan oleh "Spirit" atau "Roh Allah" maka tindakan itu tampak sangat naif, banal dan tentu sangat fatal.

Sebab, bila keyakinan semacam ini dibenarkan, maka itu sama saja dengan usaha merangkum Roh (Allah) ke dalam lembaganya. Artinya ia akan selalu bertutur, bertata-laku dengan mengatas-namakan roh yang mengutusnya.

Bahaya bila kata dan tindakan para anggota lembaga spiritual itu justru menyakiti atau bahkan menyakiti sesamanya. Kalau demikian lembaga itu tak lebih dari sekedar kelompok orang yang berusaha menghalau spirit atau roh yang sesungguhnya.

Secara terminologis, kata SPIRITUS (SANCTUS) atau LOGOS biasanya digunakan sebagai gambaran Allah yang tak kelihatan, tetapi serentak sungguh menghadirkan diri dalam "sosok" tertentu (tremendum et fascinosum).

Oleh karena itu, tampaknya lebih masuk akal bila kata spiritual(itas) itu dibiarkan mandiri tanpa embel-embel "lembaga" di depan atau dibelakangnya. Karena setiap orang sebetulnya memiliki roh yang mengalir dan mengungkapkan diri secara berbeda, kendati roh kita sungguh bersumber dari roh Sang Transenden (yang oleh orang beragama disebut "Tuhan" atau "Allah" atau "Atma", dst.).

Di titik inilah Agama bukan lembaga spiritualitas, atau wahana di mana spiritualitas meraja dan berkarya. Sebab, pada kenyataannya agama adalah lembaga yang menomorsatukan kesamaan persepsi daripada kesamaan roh.

Lihatlah betapa orang tega menghabisi nyawa orang lain hanya karena tidak seiman, atau ketika penganut agama yang satu saling berebut pengikut dengan penganut agama lain.

Bahkan lahirnya istilah "murtad" dan "tobat atau taubat" menjadi pembeda dalam agama-agama, tepatnya tentang siapa kawan dan siapa lawan. >>Selengkapnya


Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.