iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Mentalitas Sarjana

Mentalitas Sarjana

Mentalitas kaum muda kiwari, termasuk kaum terdidik, rata-rata mengidap sindrom mie instan. Semua dipandang serba instan. Bisa jadi mereka ingin menenang kembali saat di mana uang orangtua habis secara instan membayar uang kuliah.

Dalam rangka itulah sehari setelah wisuda para sarjana itu langsung membayangkan enaknya menjadi pegawai negeri sipil (PNS), ya agar uang cepat kembali!

Juga bukan hal tabu bila banyak sarjana-sarjana kita lebih suka melamar jadi manager, staff, kepala, bahkan semua hal yang diluar kemampuan dan pengalamannya. Semua sarjana pun ingin menjadi pimpinan, namun sangat sedikit yang berhasrat menjadi seorang pemimpin dalam arti yang sesungguhnya.

Bukankah semua orang dijaman ini ingin tampil “mengesankan”? Yang penting adalah kesan yang ditampilkan/ditinggalkan bukan kesuksesan yang berkualitas dan mengesankan.

Kesuksesan Seorang Sarjana

Sukses atau kesuksesan itu tak dapat dipisahkan dari kualitas kepemimpinan. oleh karena itu, selayaknyalah universitas-universitas atau lembaga pendidikan lainnya melahirkan generasi bangsa / manusia yang penuh greget, penuh keyakinan gigih dan deterministik, serta tuntas dan habis-habisan di saat tingginya kesangsian masyarakat akan kemampuan mereka sebagai "juruselamat".

Hal yang kurang lebih sama terjadi dengan pemerintahan SBY. Masyarakat mulai pesimis dengan gaya kepemimpinannya yang jual pesona dan pengidap "yang penting citra yang baik" secara adiktif.

Maka tak mengherankan ketika terjadi bencana-bencana alam di Indonesia mie instan adalah makanan yang selalu datang mendahului presidennya.

Di sisi lain, seorang lulusan universitas semestinya ialah seorang pemimpin yang “mengesankan", yakni pemimpin yang jauh dari protokoler dan simbol-simbol kejumawaan birokrat yang membosankan. Maka dari mereka diharapkan mampu membangkitkan optimisme publik.

Kelak dari seorang sarjana dituntut bukti konsistensinya: apaka ia akan terjebak atau tidak dalam (politik) pencitraan, atau tergoda atau tidak pada nikmatnya kekuasaanya?

Akhirnya, hal ini mengandaikan bahwa seorang sarjana yang baru lulus tak lantas harus melamar sebagai direktur di perusahaan tertentu.


Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.