iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Pinomat Au Lang Korupsi

Pinomat Au Lang Korupsi Paling tidak aku tidak mau korupsi. Ini terjemahan kalimat di atas. Artinya, mengajak orang untuk tidak korupsi haruslah dimulai dari diri sendiri. Rasanya sudah bosan menyaksikan langsung atau melalui media massa, betapa banyak pejabat yang korupsi.

Tragisnya, mereka yang dipekerjakan negara untuk memberantas korupsi justru ikutan korupsi. Di satu sisi, telah banyak nasihat, ajakan atau program pencegahan untuk tidak korupsi telah dilakukan secara terprogram. Di sisi lain, juga telah dilakukan penangkapan para koruptor.

Namun kedua usaha di atas seakan sia-sia. Perputaran roda kekuasaan atau pergantian dari pemimpin lama ke pemimpin baru seakan tak banyak membantu menghilangkan praktik korupsi.

Tak hanya di Indonesia. Di seluruh negara di dunia ini pun perilaku korupsi tetap ada. Hanya kadar dan caranya saja yang berbeda. Hanya saja di negara lain, para penguasanya tak menghisap darah sekejam penguasa di negara kita. Lantas bagaimana cara mencegah korupsi?

Cukupkah dengan memperbaiki sistem, tatanan, undang-undang, peraturan untuk mengurangi jumlah koruptor? Atau, cukupkah hukuman penjara atau hukuman manti untu para koruptor serta merta akan menghapus praktik korupsi?

Arrrghh, yang terjadi justru para pelaku korupsi tetap berjalan gagah dan angkuh di tengah rakyat yang menyetor pajak ke mereka.

Lihatlah, betapa para koruptor yang sedang ditahan atau dipenjarakan hampir selalu mendapat remisi karena uang hasil korupsinya dipake untuk membangun tempat ibadah di penjara. Bahkan ketika si koruptor yang sedang dipenjara menciptakan lapangan kerja "pengrajin batu akik" di sana maka pembebasan akan segera menghampirinya.

Kok bisa ya? Pasti karena sistem hukum yang membiarkan tiap putusan pengadilan hanya berdasarkan harga perkara. Tapi bukan hanya itu intinya. Kenyataannya, semua tindakan korupsi terjadi hanya karena manusia tak mampu menguasai hasratnya.

Dan selama hal itu tak dilakukan maka korupsi dan praktik suap tak mungkin bisa berkurang apalagi sirna dari bumi Indonesia.

Pada kenyataannya kekuasaan dan korupsi adalah 'dua sahabat intim'. Keduanya saling melengkapi dan saling mencintai. Korupsi itu berjalan di atas dua cinta yang saling memberi. Korupsi itu bahkan ibarat pengesahan cinta dua orang atau dua pihak, yakni pihak yang disuap dan pihak yang menyuap.

Tragisnya, korupsi pun tak pernah bisa tuntas oleh keberasaan agama. Sebab korupsi malah lebih subur di negara-negara yang bernafaskan keagamaan atau di negara yang "mengimani" Tuhan. Hal ini terjadi justru karena bagi orang beragama, anugerah Tuhan selalu dipahami dalam konteks anugerah dari manusia lain.

Demikian juga ucapan syukur kepada Tuhan tak jarang dipahami dan diimani sebagai ucapan terimakasih kepada orang-orang yang memberinya 'lebih'. Hanya saja si koruptor tak mau ambil pusing mencaritahu darimana sumber pemberian tersebut.

Tampaknya pola beriman seperti inilah yang menyebabkan mengapa justru kementerian agama yang paling rawan korupsi. Sebab, para pemuka agama sudah terbiasa mengkorupsi uang Tuhan untuk keperluan pekerjaan dan hidup mereka.

Maka, selagi ada agama maka praktik korupsi pasti tetap subur. Sebab, kolekte, perpuluhan atau infaq tak pernah diberikan kepada pemuka agama dengan bukti transaksi.

Demikian juga penggunaan 'uang rohani' hasil kolekte atau infaq itu selalu dijalankan oleh pemuka agama sesuai dengan keterbatasan pemahamannya tentang siapa saja orang miskin atau siapa saja orang yang membutuhkan bantuan Tuhan.

Lantas siapa yang akan mengawasi para alim ulama dan pengelola lembaga agama tersebut? Tuhan kah? Tapi Tuhan versi siapa? Pastinya Tuhan versi mereka sendiri.

Lagi, pertanyaannya adalah "Apakah korupsi bisa dihapuskan dari kehidupan manusia?"

Tentu tidak!!!

Korupsi hanya bisa diminimalisir lewat berbagai perbaikan sistem dan lewat tindakan penyadaran SDM bahwa korupsi itu sama dengan drakula, penghisap darah orang lain demi melanjutkan hidupnya.

Akhirnya, demi tujuan meminimalisir korupsi tersebut, setiap orang harus membangun tekad dan niatnya sendiri untuk tidak korupsi dan mengatakan, "Pinomat, au lang ra korupsi" yang artinya paling tidak aku tidak mau korupsi, kawan!

Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.