iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Intrik

Intrik

Dunia politik sudah terbiasa memainkan intrik. Dalam pemilu 2014 yang lalu misalnya SBY memainkan intrik menarik, yakni nepotisme. Terdapat 15 anggota keluarga sang Ketua Umum DPP Partai Demokrat sebagai caleg Demokrat.

Kendati Anggota Dewan Pembinan Partai Demokrat, Hayono Isman menjelaskan bahwa ke-15 anggota keluarga SBY tersebut merupakan hasil seleksi caleg Partai Demokrat, namun tetap saja masyarakat tahu bahwa nama-nama caleg Demokrat tersebut adalah bukti betapa sang presiden sedang membangun kolusi dan nepotisme:

Tak hanya politik. Dunia bisnis dan seluruh bidang kehidupan pun selalu erat melekat dengan intrik. Rupanya, "hasrat untuk memiliki" (to be have) telah menjadikan manusia saling jegal. Hasrat menjadi kaya, tepatnya keinginan untuk cepat kaya, ditambah lagi pemahaman yang salah tentang arti "SUKSES" telah terbukti menjadikan manusia mencari cara demi menjadi pemenang. Salah satu cara yang biasa dilakukan banyak orang adalah cara curang. Kita menyebutnya intrik.

Intrik yang dimaksud adalah cara memenangkan pertandingan dengan sengaja menyebar kabar bohong demi menjatuhkan lawan (KBBI). Tragisnya, intrik telah menggiring rasa curiga satu sama lain.

Tak herang bila di berbagai bidang kehidupan jamak terjadi bahwa tak ada yang benar-benar kawan, saudara, teman karib saat dua atau tiga orang sedang berhadapan dengan harta atau uang.

Uanglah pemicu seseorang menjadi gelap mata hingga ia tak lagi melihat yang lain sebagai saudara, kawan seperjuangan. Bahkan banyak wanita dan pria dengan lincah akan menyediakan dirinya sebagai obyek pemuas nafsu saat segepok uang 'melompat' ke kantongnya.

Begitulah uang dan tubuh sintal wanita cantik sering dijadikan sebagai GRATIFIKASI oleh para politisi dan pengacara. Itu karena mereka punya banyak uang, dan rasanya tak ada yang tak bisa mereka beli.

Kelemahan inilah yang oleh lawan politiknya dimaksimalkan. Mereka menjatuhkan lawan dengan kelemahan mereka. Intrik ini biasanya mereka jalankan dengan soflty, hingga pejabat yang saleh sekalipun akan dibetot oleh godaan ini, bahkan ketika ia raus menjual negaranya kepada pihak asing.

Percaya atau tidak, dunia nyata adalah dunia persaingan menggapai harta dan kuasa. Dan ketatnya persaingan untuk mendapatkan kekayaan dan kekuasaan itu telah melahirkan prinsip ini: "Anda harus lebih dahulu membunuh sebelum Anda terbunuh!"

Apabila tidak hati-hati, Anda, saya dan kita semua bisa jatuh kedalam persoalan ini. Apalagi ketika Anda tak sungguh paham intrik-intrik yang dilakuakn oleh kompetitor Anda. Nyatanya orang tak lagi mewnaruh uang di tangan atau di sakunya, tetapi juga telah ditaruh di pikiran dan hatinya hingga ia dikuasai olehnya.

Dunia ploitik dan bisnis tak ayal lagi adalah panggung peperangan antar orang-orang yang membutuhkan uang dan menginginkan kekuasaan. Korupsi, kolusi dan nepotisme hanyalah 3 contoh intrik yang dilakukan oleh para penguasa dan pengusaha untuk memperkaya diri.

Mereka dengan licik melakukan intrik yang pelik demi meraup keuntungan pribadi atau kelompoiknya. Kita sebut cara ini sebagai cara pintas tapi tak pantas dalam memperjuangkan hidup. Tak hanya di bidang politik atau bisnis semata. Kaum rohaniwan atau alim ulama bahkan tak jarang menjual ritual demi uang dan demi popularitas atau hasrat ingin dikenang.

Para pendidik pun tak ketinggalan. Demi jabatan dan posisi mereka rela membeli ijazah dan berikutnya menutupi ketidakmampuan mereka mengajar dengan sibuk dengan proyek pribadi.

Pendek kata, di segala bidang kehidupan banyak orang melakukan intrik-intrik, mulai dari yang intrik yang sederhana hingga pelik demi hasrat menjadi pemenang.

Akhirnya, dalam kesadaran penuh kita semua tahu bahwa hidup semakin sulit; tetapi tak lantas berarti bahwa kesulitan itu dijadikan sebagai landasan untuk menghantam orang lain lewat intrik-intrik yang kita lakukan.

Hidup memang adalah persaingan, tetapi persaingan pun bisa kita jalankan dengan cara yang sehat dan wajar. Bukan sebaliknya, antara yang satu dengan yang lain rela saling membinasakan agar hasratnya menjadi pengusaha dan penguasa terwujud.

Pada akhirnya hidup bisa kita jalankan dengan cara yang pantas, dan oleh karenanya tak perlu dilakukan dengan cara pintas namun tak pantas.


Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.