iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Hukum "Seolah-olah"

Hukum "Seolah-olah"

Baru saja menonton siaran tunda Pengadilan Ahok tahap ketiga di Youtube. Hanya satu yang bisa saya komentari: terlalu banyak kata "seolah-seolah" digunakan para hakim.

Sadar atau tidak, inilah gambaran hukum kita, selalu berjalan seolah-olah adil, seolah-olah mampu memutuskan, dan seolah-olah benar.

Karena itu tak mengherankan mengapa reformasi di bidang hukum paling sulit dilakukan. Ya, itu tadi, karena semua prosesi di pengadilan selelu berjalan "seolah-olah".

Dalam bahasa Latin disebut "quasi"; dalam bahasa Batak Toba disebut "sahira" atau "songon"; dan dalam bahasa kekinian disebut "kayaknya" yang sering diikuti kata "sih" sehingga menjadi "kayaknya sih"

Ini bukan hanya dalam kasus Ahok. Dalam kasus Jessica dalam kopi bersianida, juga dalam berbagai kasus lain, kita sering pusing dengan opini para jaksa penuntut umum, hakim bahkan pengacara yang sering tak mampu membedakan mana anggapan (presumption), prasangka (prejudice), perkiraan (supposition), bahkan tuduhan (accusation).

Mereka sering mengganti kata-kata di atas dengan "seolah-olah", "diduga" atau "ada dugaan". Misalnya dalam persidangan Ahok, "perkataan terdakwa tersebut mengandung unsur penistaan agama, yakni SEOLAH-OLAH Surat Almaidah 51...dst."

Ini memang soal bahasa. Tetapi sadar atau tidak, prose hukum di negeri kita kita memang "masih berjalan seolah-olah", atau malah "seolah-olah berjalan".

Sumber: Video Persidangan Ahok (Silahkan cari di Youtube)

Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.