iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Abad Kontemporer dan Simulacra

Abad Kontemporer dan Simulacra
Abad kontemporer identik dengan simulacrum?

Manusia abad kontemporer hidup dalam dunia simulacra (gambar, citra atau penanda suatu peristiwa yang telah menggantikan pengalaman).

Manusia postmodern hidup dalam dunia yang penuh dengan simulasi, tidak ada yang nyata di luar simulasi, tidak ada yang asli yang dapat ditiru.

Nilai guna komoditas dan nilai imperatif sebuah produksi pun telah digantikan oleh model, kode, tontonan dan hiperrealisme “simulasi”.

Komunikasi lewat media telah membuat orang terjebak dalam permainan simulacra yang tidak berhubungan dengan "realitas eksternal". Kita hidup di dunia simulacra, dunia yang dipenuhi citra atau penanda suatu peristiwa dan telah menggantikan pengalaman nyata.

Ya, kita hidup di dunia yang penuh dengan simulasi: tidak nyata, tidak asli, dan tidak dapat ditiru. Dunia tak lagi nyata, karena yang “yang ada “ hanyalah simulasi.

Baudrillard menguraikan bahwa pada jaman kini "masyarakat" sudah sirna dan digantikan oleh mass atau massa. Massa tidak mempunyai predikat, atribut, kualitas maupun reference . Pendeknya, massa tidak mempunyai realitas sosiologikal. (Baudrillard: 1978)

Sistem Obyek-Obyek

Di jaman ini konsumsi telah menjadi basis pokok dalam tatanan sosial (Baudrillard: 1967). Obyek konsumen menata perilaku melalui suatu fungsi tanda (sign function) secara linguistik.

Iklan (advertising) telah mengambil alih tanggungjawab moral atau moralitas puritan masyarakat dan menggantikannya dengan moralitas hedonistik yang mengacu melulu pada kesenangan. Parahnya lagi, hedinistik itu telah dijadikan sebagai barometer dari hyper-civilization (peradaban hiper).
Kebebasan dan kemerdekaan pun akhirnya diperoleh dari sistem komoditas: "bebas menjadi diri-sendiri" pun lantas diterjemahkan sebagai "bebas untuk memproyeksikan keinginan seseorang pada barang-barang industri"; bebas menikmati hidup berarti bebas menjadi orang yang irasional.
Mentalitas ini pun merasuki masyarakat, dan seolah-olah tak terhindarkan, bahkan telah menjadi keutamaan dalam moralitas masyarakat. Maka sah-sah saja bila individu secara simultan menyelaraskan kebutuhan dirinya dengan kelompok di sekitarnya. Manusia pun akan menjadi mahluk sosial yang sempurna. Benarkah?

Menurut Baudrillard, membeli komoditas adalah tindakan yang sudah direkayasa sebelumnya dan terjadi pada persilangan dua sistem.
  1. relasi individual yang bersifat cair, tak saling berhubungan dengan individu lainnya. 
  2. relasi produksi, yang dikodifikasi, berkelanjutan dan merupakan sebuah kesatuan. 
Tentu saja tidak ada interaksi antara keduanya selain integrasi yang dipaksakan dari sistem kebutuhan kepada sistem produksi. Obyek konsumsi ialah artikulasi partikular (parole) dari seperangkat ekspresi yang kehadirannya mendahului komoditas (langue).

Dalam sistem ini kita melihat orang yang sedang membangun menara Babel: setiap hal berbicara dalam idiomnya sendiri hingga kehilangan syntax (kalimat) yang benar hingga satu-sama lain bertikai dan berebut pengaruh.

Ini adalah suatu sistem klasifikasi dan bukan suatu bahasa. Kebutuhan (needs) semacam ini diciptakan oleh obyek konsumsi: obyek bertindak sebagai kategori obyek dengan caranya yang sangat sewenang-wenang, menentukan kategori manusia.

Pada masyarakat (konsumen) obyek menandai status sosial dan menggantikan segala macam perbedaan hirarki sosial yang ada. Pengenalan suatu kode universal memberitahukan kepada kita bahwa orang yang memakai jam Rolex berada pada status sosial yang tinggi dan pemakai ponsel buatan China sebagai orang biasa-biasa saja. Lanjut Baca!

Selengkapnya: 1 < 2 < 3 < Simulacra dan Realitas Semu > 5 > 6 > 7


Lusius Sinurat

Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.